Menceritakan seorang laki-laki dingin yang jatuh cinta terhadap seorang wanita…….
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hotler Siagian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
Keesokan paginya, Alika datang ke kampus seperti biasa. Hatinya sudah tidak terlalu sedih, setelah meluapkan segala emosinya semalaman penuh.
Meskipun kadang kejadian kemarin masih sering terlintas di pikirannya, dia berusaha untuk merasa baik-baik saja di depan semua orang.
"Selamat pagi, Bu Alika," sapa para mahasiswa yang berpapasan dengannya, Alika tersenyum tipis dan menjawab
"Pagi,"
Namun sebelum Alika mencapai ruang kelas, ada 4 orang bertubuh besar menggunakan setelan jas hitam dan kacamata hitam menghalangi jalannya.
"Maaf Bu Alika, anda harus ikut dengan kami untuk menemui Tuan Calvin", jelas salah satu orang diantaranya.
Alika berdenyit heran,
"Maaf, tapi saya tidak pernah mengenal anda-anda semua, saya juga tidak pernah mengenal orang yang bernama Calvin. Mungkin anda salah orang, jadi permisi...kelas saya sudah harus dimulai", tolak Alika menatap tajam mereka semua.
(Apa jangan-jangan orang yang mereka maksud itu Calvin manusia jahat bin sombong itu? Emang mau ngapain coba? kemarin aja sensi banget sama gue)
Alika geram mengingat kejadian kemarin.
2 jam mata kuliah sudah berlangsung.
Tapi sayangnya, setelah kelas selesai Alika masih mendapati orang-orang itu berdiri didepan kelas Alika.
"Ihhh...ngapain sih itu orang ngga pergi-pergi dari tadi, gaada kerjaan apa?!" gerutu Alika melihat orang-orang yang menunggunya di luar.
Setelah, memastikan semua mahasiswa keluar, Alika segera beranjak dari kursinya dan menuju keluar kelas,
"Maaf, ada kepentingan apa sebenarnya bapak-bapak ini menunggu diluar kelas saya sedari tadi. Bapak harus tau jika yang bapak lakukan itu sangat mengganggu proses pembelajaran murid-murid kami,"
Marah Alika kepada orang-orang bertubuh besar itu tanpa takut.
Salah satu dari mereka menjawab,
"Maaf bu, tapi ini merupakan perintah dari Bos Calvin. Ibu harus ikut dengan kami".
Mereka memegang tangan Alika dengan erat dan menarik lengan Alika paksa untuk pergi mengikutinya,
"Lepaskan tangan anda! saya bisa jalan sendiri!" bentak Alika pada mereka, karena merasa kesakitan ketika tangan kirinya yang baru sembuh ditarik paksa.
Sebenarnya Alika merasa takut diapit orang-orang bertubuh besar itu, ditambah pandangan seluruh warga kampus yang berpusat padanya.
Mungkin sebagian dari mereka mengira-ngira
(Ada masalah apa diantara Bu Alika dengan Pak Calvin?)
(Apakah Bu Alika telah melakukan kesalahan?)
(Apa Bu Alika akan dipecat?)
dan masih banyak lagi...
Di sisi lain, Alika memperhatikan tangan kirinya yang nyeri sambil memijat-mijatnya pelan menghilangkan rasa sakit.
Ia mendengar semua bisikan-bisikan warga universitas itu. Namun, ia sengaja mengabaikannya.
(terus kenapa kalo emang dia punya hak pecat gue!? Who cares!?) batin Alika menjawab semua pasang mata yang menyorot dirinya dengan tatapan sinis.
Sebenarnya Alika ingin lari jika bisa, tapi Alika tidak ingin membuat keributan di kampus, karena dia sadar ini merupakan masalahnya sendiri dengan Calvin.
Hanya Alika dan Calvin yang berhak menyelesaikan permasalahan ini.
(it's okay Alika, ga ada gunanya lo nangis terus, lebih baik kalo lo hadepin aja makhluk iblis itu!), batin Alika menantang yang padahal merasa sangat takut.
Alika dituntun menuju sebuah cafe yang ada di dekat universitas, tempat dimana Alika sering bertemu dengan Dian sahabatnya.
Namun bedanya, hari ini cafe terlihat begitu sepi tidak seperti biasanya. Hanya ada satu orang duduk di meja tengah yang menjadi pusat perhatian Alika, yang tidak lain adalah Calvin.
(ngga mungkin dia nyewa nih satu tempat cuman buat nyiksa gue kan?), batin Alika ketar-ketir.
Alika mengawali pembicaraan, "Maksud anda membawa saya kemari dengan cara seperti ini untuk apa?!", ucap Alika tidak terima.
Calvin hanya diam menatap Alika, dan mengisyaratkan untuk duduk di kursi yang ada dihadapannya.
Alika menatap anak buah Calvin yang sedari tadi ada di sisi kanan dan kirinya bersiap memaksa Alika untuk duduk.
Tapi sebelum itu terjadi, Alika menunjukkan isyarat stop pada mereka,
"jangan berani sentuh saya!", ucap Alika mengancam.
(Kalo ga ada anak buah nya ngawasin gue kaya begini, gue ga bakal sudi duduk sama si iblis ini), batin Alika menggerutu.
"Saya tidak memiliki maksud apapun membawa anda kesini, saya ingin meminta-maaf atas perilaku saya kemarin" ucap Calvin dingin tanpa melihat Alika.
(Lah, nih orang tau cara minta-maaf yang bener apa ngga sih? ga ikhlas banget), batin Alika mendengar pertanyaan Calvin.
"Sepertinya, saya perlu menjelaskan hal ini dengan rinci pada anda,"
"Dari awal saya sudah mencoba untuk melupakan masalah kemarin. Tapi, yang saya tidak mengerti kenapa anda harus menyuruh bodyguards anda untuk mengikuti saya sejak tadi,"
"Saya juga yakin, anda pasti tau jika siapapun yang berada di posisi itu pasti merasa sangat tersinggung dan tidak nyaman!" jawab Alika tajam.
"Meminta maaf atau memaafkan itu mudah, tapi menghapus rasa sakit tidak akan semudah itu, Pak!" sarkas Alika.
"Apakah anda harus membesar-besarkan masalah seperti ini? saya rasa anda berlebihan", ungkap Calvin merasa tak terima.
"Mungkin hal itu merupakan hal yang kecil bagi anda pak, tapi saya punya harga diri.
"Okay let's say, saya sudah memaafkan anda agar masalah kita selesai sampai disini..."
"Baik, saya terima... Tapi saya harap saya tidak akan pernah berurusan dengan anda lagi kedepannya. Terimakasih juga atas keramahannya!"
Tukas Alika menyindir Calvin lalu melenggang pergi meninggalkan cafe itu.
Tanpa memberikan waktu sedetikpun untuk Calvin menjawab
Calvin melihat punggung Alika yang menjauh dari cafe.
Ia bergumam
"Kamu benar-benar mirip dengannya",
Calvin melihat punggung Alika yang mulai menjauh dari cafe,
"tidak bisa saya pungkiri kamu benar-benar mirip dengannya,"
***
Setelah beranjak dari cafe, Alika berusaha mengalihkan pikirannya tentang Calvin dengan pergi menuju perusahaan yang menaungi program acara Alika.
Kepiawaiannya untuk menjadi jurnalis sejak dulu, membuat gadis cantik itu dipercaya oleh Reza membawakan program acaranya sendiri. Dan benar saja, Alika berhasil. Kini program acaranya selalu menduduki rating pertama dari channel berita Nasional dan Internasional.
Alika kamu langsung standby ke tempat aja yah, nanti aku suruh Dio siap-siap" ucap Dewi salah satu crew studio, menyambut kedatangan Alika.
Dio merupakan juru kameramen yang selalu ditugaskan untuk membantu Alika melakukan siaran langsung.
"Oh, oke... Makasih ya infonya, Dew", jawab Alika langsung menuju ruangannya untuk mengambil bahan wawancara.
Setelah membaca sekilas dokumen yang disiapkan Dewi tersebut, Alika langsung beranjak menuju studio.
"Oke, bisa kita mulai sekarang aja ya, Yo?" tanya Alika meminta persetujuan Dio.
Dio mengangguk dan langsung memfokuskan kameranya ke arah Alika dan narasumber yang sudah duduk didepannya.
"Okee 1, 2, 3... Set, Go!" teriak Dio memberi Alika aba-aba.
***
Alika baru selesai melakukan pekerjaannya pada jam 8 malam, sebelum pulang ia harus memberikan laporan ke kantor bersama Dio.
Alika mengetuk pintu Direktur,
"tok... Tok... Tok...Permisii ", ucap Alika meminta izin untuk masuk.
"iya silahkan masuk" teriak orang yang berada di dalam ruangan.
"Selamat malam, Pak. Ini saya mau memberikan hasil laporan siaran dan wawancara hari ini", ujar Alika sembari tersenyum dengan memberikan berkas.
"Bagus, Alika. Nanti akan saya tanda-tangani... Terimakasih" jawab Pak Reza atasan Alika tanpa mengalihkan pandangannya dari komputer didepannya
"Baik pak, kalau sudah tidak ada lagi... Saya dan Dio ingin pamit izin pulang terlebih dahulu" ujar Alika.
Pak Reza pun mengangguk,
"iya, Alika dan Dio silahkan"
Alika pun langsung bergegas pergi menyusul Dio, melihat Reza yang sepertinya sedang sibuk. Namun sebelum ia sempat menyentuh gagang pintu, Reza kembali memanggilnya.
"Alika,"
"iya? Pak," tanya Alika
"Maaf, saya sibuk jadi tidak memperhatikan kalian bicara tadi,"
Reza merasa bersalah karena tidak memperhatikan Alika dan Dio dan malah sibuk dengan komputer dan laptopnya. Mau bagaimana lagi, hari ini pekerjaan kantor sangat menumpuk di depan mata Reza.
Sementara, Alika tersenyum.
"Santai aja, Bos. Kaya sama siapa aja hahaha,"
Alika merubah gaya bicaranya menjadi friendly, karena sudah diluar jam kerja.
"Emang lagi sibuk banget ya?" tanya Alika dengan duduk di sofa milik Reza, sembari mengambil camilan cokelat cha-cha yang khusus disediakan Reza untuknya.
Reza mengangguk dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Iya, numpuk banget habis aku tinggal seminggu dari London kemarin,"