"Panggil Bee aja seperti biasa. Gak ada akan ada yang curiga kan kalau kita in relationship, namaku kan Bilqis keluarga panggil aku Bi."
"We have no relationship."
Samapai kapanpun aku akan mengingat kalimat itu.
>_<
Bahkan hubungan yang aku pahami, lain dari hubungan yang kamu pahami.
Kamu tidak salah.
Aku yang salah mengartikan semua kedekatan kita.
Aku yang begitu mengangumimu sejak kecil perlahan menjelma menjadi cinta, hingga salah mengartikan jika apa yang kamu lakukan untukku sebulan terakhir waktu itu adalah bentuk balasan perasaannku.
Terima kasih atas waktu sebulan yang kamu beri, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasakan layaknya seorang kekasih dan memilikimu.
Tolong jangan lagi seret aku dalam jurang yang sama, perasaanku tulus, aku tidak sekuat yang terlihat. Jika sekali lagi kamu seret aku kejurang permainan yang sama, aku tidak yakin bisa kembali berdiri dan mengangkat kepala.
This is me, Bee Ganendra.
I'm not Your Baby Bee Qiss anymore
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Unik Muaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bilqis, Bi or Qiss
"Yardan, ngapain lo di sini?."
Yup, di depanku ini adalah Yardan. Yardan yang menyebalkan yang selalu menggangguku, Yardan yang digilai Gladis.
Aku menoleh kekanan dan kekiri mencari sahabatnya yang sering bersamanya, aku tidak mau kehadiranku di area balap liar ini ketahuan semua orang. Bukan takut akan nama baikku jelek, tapi takut ada imbas negatif pada nama keluarga, Dia dan Sakura saja tidak menggunakan nama asli dan nama keluarga mereka saat berada di sini, tentu saja aku juga tidak, begitupun dengan Bang As.
"Jalan-jalan terus ketemu cewek keren di jalan yang kayaknya gue kenal, jadi gue ikutin sampek sini" jawabnya dengan senyuman.
Aku berdecak kesal, "kalo sampe ada yang tahu gue di sini, gue patahin tangan lo!."
Kulangkahkan kakiku menjauh dari Yardan dan kerumunan anak-anak yang masih menunggu hasil akhir pertandingan.
Aku tidak penasaran dengan hasil akhir balapan dia bagaimana, karna delapan puluh persen aku yakin dia akan menang. Karna kebiasaannya pasti begitu.
"Bilqis, kalau ngomong jangan kasar. Lo itu cewek, harus lemah lembut."
Aku tidak memperdulikan ucapannya dan memilih untuk naik kemotorku dan segera pergi dari sini.
"Qiss!!!."
Tepat sebelum aku memutar kunci motorku, ada orang yang memanggilku dengan nama Qiss, nama yang aku gunakan jika berada di area balapan liar ini.
Aku menoleh kesumber suara yang ternyata Bang Tio, salah satu ornag yang bertanggung jawab atas area balap ini. Seketika mataku menatap Yardan penuh dengan peringatan.
"Lo dah mau pulang?, Abang Leon lo tadi udah ngubungin gue."
Leon, nama samaran Bang Ar jika berada di area balapan.
"Iya gue mau pulang Bang, tiba-tiba gak enak badan gue."
Terlihat Bang Tio melirik pada Yardan singkat sebelum kembali menatap kearahku.
"Dia temen."
Bang Tia tersenyum segari, "Ya udah hati-hati di jalan, nanti gue bilang ke Leon kalo lo langsung pulang, biar gak cemas dia."
"Ok, thanks Bang."
Bang Teo mengangkat tangan dan pergi menjauh, kembali keposisinya, berdiri di depan garis finis.
"Nama lo Bilqis" ucapnya, membuatku menoleh kearah Yardan, "keluarga manggil lo Bi. Tapi kalo di sini nama lo jadi Qiss ya?" Tanyanya dengan senyum menyeringai
Aku hanya menatap Yardan dengan tatapan tajam penuh peringatan.
"Gue suka, Qiss."
"Yardan ..." Desisku.
"Ya Qiss."
Aku berdecak kesal.
Kembali kulanjutkan untuk menghidupkan motorku dan pergi dari sana, tidak menghiraukan Yardan.
Malam yang biasanya bisa membahagiakanku karna aku bisa menonton dan menatap Dia, hancur gara-gara medatangan Yardan.
*-*
Setiap satu minggu satu kali, aku akan meluangkan waktu pergi keperkampungan tidak jauh dari kantor Ganendra untuk bermain basket bersama anak-anak kampung.
Tentu saja kami bermain di lapangan basket. Dulu di lapangan ini adalah lapangan kosong yang aku temukan dua tahun lalu saat berjalan kaki. Sekarang lapangan kosong itu sudah aku jadikan lapangan basket dan taman bermain setelah meminta izin pada warga di sini.
Setiap sore selalu banyak anak-anak yang bermain di lapangan basket atau di taman bermain, terkadang ibu-ibu juga berkumpul di sekitar taman juga.
Taman dan lapangan yang aku bangun bersama warga kampung, memang tidak begitu mewah dan seindah taman-taman yang ada kota tetapi taman ini mampu membuat anak-anak dan ornag-orang di sekitarnya sedang, dan aku bahagia akan hal
"Kak Bi, Udah lama gak kesini Kak."
Kubuka helm full face ku dan menunduk.
Adit dan beberapa anak yang aku kenal berlari menghampiriku dengan bola basket di tangan.
Kak Bi, anak-anak di sini memanggilku Bi. Aku yang meminta mereka memanggilku Bi, karna jika di depan mereka aku adalah versi anak yang masih Sekolah Menengah Pertama.
"Kan baru ujian semester, nama boleh keluyuran sama orang tua kakak" ucapku sembari turun dari motor.
"Ayo main Kak.
"Sudah lama gak main basket bareng."
Aku mengangguk, mengiyakan ajakan mereka.
Ini salah satu tempatku melepas penat, tempatku menjadi diriku sendiri jika tidak berada di rumah.
Tidak ada yang memandang aku sebagai anak seorang Ganendra, di sini aku hanyalah seorang Bilqis yang menemani mereka bermain basket dan terkadang ikut bergosip dnegan ibu-ibu kampung di sekitar lapangan.
Setelah hampir satu jam bermain basket bersama mereka, kami semua duduk di pinggir lapangan sembari ngos-ngosan mengatur nafas. Bahkan salah satu di antara mereka ada yang terlentang di atas rumput pinggir lapangan.
"Kemini market yuk, haus" ajakku.
Tampa diajak dua kali, mereka langsung berseru menyetujui.
Mereka berlari mengambil sepeda masing-masing, aku terkekeh kecil naik kesepeda motorku dna mengendarainya secara perlahan agar mereka semua tidak ketinggalan.
Jika selesai bermain aku akan membawa mereka untuk sekedar membeli minuman atau snack sembari bercengkrama di depan mini market hingga mata hari akan tenggelam.
"Bilqis?."
Deg ...
Aku masih mengingat betul suara itu.
Diam-diam aku menghela nafas untuk menghilangkan kegugupan dan mendongakkan kepalaku menatap pada pemilik suara itu. Suara yang mampu membuatku salah tingkah, dan jantungku berdebar kencang.
"Bilqis ngapain di sini?."
"Hah?."
Otakku yang masih belum siap dnegan kehadiran dia membuatku gelagapan.
Dia terkekeh kecil, sumpah ... Andai aku bikan manusia dan hanya sebongkah es, aku sudah meleleh saat ini juga.
"Ngapain di sini?, sama anak-anak kecil lagi?" Tanyanya sembari menatap Adit dan yang lain.
"Lagi neraktir mereka" jawabku, "ya kan?."
"Iya ..." jawab mereka kompak.
"Abang siapa?."
"Mau neraktir kami juga?."
"Teraktir es krim Bang, Kak Bilqis gak ngebolehin kami ngambil es krim."
Aku berdecak mendengar celotehan mereka yang bergantian membujuk Dia untuk memberikan mereka es krim.
Kuambil botol minuman kosong di depanku dna kupukul bahu mereka satu persatu.
"Gak ada es krim es kriman, ayo pulang sana, bentar lagi magrib kalian ngaji" omelku.
"Ya ... Kak Bilqis mah gak asik."
"Cuma minta ..."
"Ya udah yang mau ambil es krim silahkan" potongku, "tapi ini traktiran Kakak yang terakhir."
"Yah ..." keluh mereka.
Aku terkekeh kecil mendengar keluhan mereka.
Satu persatu akhirnya turun dari kursi dan mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya mereka pulang dengan sepeda masing-masing.
Aku melambaikan tangan pada mereka yang mulai menjauh, setelah mereka hilang di belokan aku hendak kembali menatap Dia, yang ternyata dia sudah duduk tepat di depanku dan menatap padaku dnegan senyum lebarnya.
"Ini beneran Adesya Bilqis Ganendra, salah satu trimurti Alexander yang cuek, dingin gak tersentuh itu gak sih?."
Aku mengetatkan rahang, menahan semua hal yang mulai bergejolak dalam dadaku.
Dia mengetahui nama lengkapku ... Apa ... Tidak ... mungkin dia mengingat namaku karna nama depanku dan nama kembarannya sama. Entahlah, aku tidak mau terlalu berekpektasi tinggi.
Terima kasih karna sudah mengingat namaku
^-^