menceritakan tentang seorang gadis mantan penari ballet yang mencari tahu penyebab kematian sang sahabat soo young artis papan atas korea selatan. Hingga suatu ketika ia malah terjebak rumor kencan dengan idol ternama. bagaimana kisah mereka, yukkk langsung baca saja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon venn075, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Di london, ingris
Erland Mattew Seaggel duduk di ruang kerjanya yang luas dan sunyi, menatap layar laptop dengan ekspresi dingin dan penuh perhitungan. Ia baru saja menerima laporan dari tim keamanannya perihal pesan anonim yang dikirimkan ke akun pribadi Cassi—pesan keji yang dengan sengaja menyeret nama mendiang Soo Young, sahabat putrinya.
Sebagai seorang pebisnis besar, Erland sangat paham bahwa dunia maya bisa menjadi senjata paling berbahaya, terlebih jika digunakan oleh pihak yang berniat merusak. Ia tak tinggal diam. Dengan suara tegas, Erland memerintahkan timnya, "Cari siapa dalang di balik akun ini. Aku ingin tahu siapa yang cukup berani memainkan nama Soo Young dan menyerang putriku secara pribadi."
Baginya, ini bukan lagi sekadar rumor murahan media. Ada sesuatu yang jauh lebih dalam dan berbahaya. Ia yakin, pesan itu bukan kiriman sembarangan, melainkan bagian dari rencana yang lebih besar. Dan sebagai kepala keluarga Seaggel, Erland takkan membiarkan ancaman sekecil apa pun menyentuh Cassi.
---
Beberapa hari terakhir, Cassi seolah menghilang dari sorotan media. Tak ada kabar ataupun aktivitas yang terlihat dari akun resminya. Spekulasi bermunculan, namun Cassi memilih diam dan menjauh dari keramaian. Malam ini, untuk pertama kalinya setelah beberapa hari menghilang, Cassi kembali muncul di hadapan publik dalam sebuah acara peluncuran produk terbaru dari perusahaan kosmetik ternama di Korea Selatan.
Acara yang digelar mewah di ballroom hotel bintang lima itu dipenuhi kalangan sosialita, pebisnis, dan para influencer papan atas. Kehadiran Cassi sontak menjadi pusat perhatian, seolah membuktikan bahwa pesonanya tak pernah pudar meski sempat menghilang.
Cassi tampil menawan dalam balutan gaun panjang berwarna champagne satin yang jatuh anggun membingkai tubuh rampingnya. Potongan leher halter memperlihatkan bahu jenjang dan punggung indahnya, memberikan kesan elegan dan berkelas. Rambut panjangnya ditata rapi dalam gaya low bun klasik, menyisakan beberapa helaian tipis yang tergerai lembut di sisi wajah.
Riasan wajahnya flawless dengan sentuhan warna nude dan peach, menonjolkan kecantikannya yang alami. Tatapan Cassi malam itu tegas, berkarisma, namun tetap memancarkan sisi lembut seorang wanita. Sepasang anting berlian kecil dan jam tangan berwarna rose gold melengkapi penampilannya.
Malam itu, Cassi berdiri di tengah keramaian, tak banyak bicara namun kehadirannya cukup untuk membuat semua mata tertuju padanya. Ia kembali—dengan wibawa dan pesona yang tak bisa diabaikan.
---
Acara peluncuran produk kosmetik malam itu tampak megah. Para tamu dari kalangan elite berkumpul, mengenakan busana terbaik mereka. Cassi tampil memukau dalam balutan gaun satin berwarna midnight blue dengan potongan simpel namun elegan. Gaun itu melekat sempurna di tubuh rampingnya, mempertegas aura seorang pewaris Seaggel Group. Rambutnya disanggul rapi, memperlihatkan leher jenjang dan anting berlian yang berkilau lembut.
Namun, di antara kilau malam itu, ada satu tatapan penuh hasrat dan dengki yang terus mengarah padanya—Selena Choi. Sosialita muda itu tak pernah benar-benar menyukai Cassi. Baginya, Cassi hanyalah bayang-bayang dari mendiang Soo Young yang kini terlalu bersinar terang di dunia yang selama ini ia kuasai.
Saat Cassi berbalik dengan anggun menuju meja minuman, Selena Choi yang telah menyusun niat busuknya berjalan mendekat dengan segelas red wine di tangan. Dengan sengaja, Selena menabrak Cassi ringan. Seisi gelas wine merah itu tumpah membasahi gaun satin Cassi yang indah.
“Oh… maaf, tanganku terpeleset,” ucap Selena dengan senyum sinis, suaranya cukup keras untuk menarik perhatian sekeliling.
Cassi terdiam sesaat, menatap noda merah yang merusak gaunnya. Namun alih-alih panik, senyum tipis terukir di bibirnya. Dengan tenang, Cassi meraih segelas champagne dari meja terdekat, lalu menatap Selena dalam-dalam.
“Sepertinya kau juga butuh sedikit dingin malam ini,” bisiknya pelan, sebelum menyiramkan isinya tepat di dada Selena yang terbungkus gaun mahal.
Suasana seketika hening. Selena terperangah, wajahnya merah padam oleh amarah. “Dasar perempuan jalang!” hardiknya seraya mengangkat tangan, hendak menampar Cassi di depan semua orang.
Namun sebelum tangan itu mendarat, sebuah genggaman kuat menghentikannya. Ji Hoon, yang sedari tadi memperhatikan dari kejauhan, kini berdiri di antara keduanya dengan sorot mata tajam.
“Kukira aku sudah cukup sabar membiarkanmu bertingkah,” ucap Ji Hoon dingin. “Jika kau tak mampu menjaga tanganmu, biar aku yang melipatnya untukmu.”
Selena terdiam, matanya bergetar menatap Ji Hoon yang kini berdiri begitu dekat dengan Cassi. Sementara itu, Cassi menatap Ji Hoon sekilas, lalu berkata dingin, “Aku bisa mengurus ini sendiri.”
Ji Hoon tersenyum tipis, “Aku tahu… Tapi terkadang aku tak suka melihatmu kotor karena ulah orang seperti dia.”
Tanpa menunggu lagi, Ji Hoon menggenggam tangan Cassi dan membawanya pergi dari kerumunan yang terdiam. Malam itu, semua orang menyaksikan siapa yang benar-benar berkuasa di ruangan itu. Dan Selena… hanya bisa menahan amarah dan rasa malu, karena rencananya berbalik menghancurkannya sendiri.
---
Dengan langkah tenang namun pasti, Jihoon membawa Cassi keluar dari keramaian ballroom yang masih dipenuhi bisik-bisik sepeninggal mereka. Cassi menatap diam ke arah genggaman tangan Jihoon yang tak sedikitpun melepaskannya, seolah lelaki itu takut Cassi akan menghilang jika dilepas sesaat saja.
Mereka berjalan melewati lorong hotel mewah itu hingga akhirnya tiba di depan sebuah pintu dengan angka khusus yang terukir dengan elegan di atasnya. Jihoon menghentikan langkah, menoleh sekilas ke arah Cassi yang masih terlihat diam, lalu menyeringai kecil.
"Sudah cukup malam yang buruk untukmu. Kupikir kau butuh tempat yang nyaman untuk menenangkan diri," ucap Jihoon sembari mengeluarkan keycard dari saku jasnya. Dengan gerakan tenang, ia membuka pintu kamar itu dan mempersilakan Cassi masuk lebih dulu.
Begitu pintu terbuka, terpampang pemandangan kamar suite paling mewah di hotel itu. Langit-langit tinggi dengan lampu gantung kristal, balkon luas dengan pemandangan kota yang berkilau, dan sebuah grand piano hitam berdiri megah di sudut ruangan. Seluruh interiornya didominasi warna krem dan emas, menampilkan kesan mewah dan hangat di waktu bersamaan.
Cassi menatap sekeliling dengan sedikit terkejut, “Kau… menyewa ini?”
Jihoon menyandarkan tubuhnya di dinding, menyilangkan tangan di dada lalu tersenyum nakal. “Bukan hanya menyewa, aku pastikan malam ini tidak ada siapapun selain kau di sini.” Ia berhenti sejenak sebelum menambahkan, “Kamar termahal di hotel ini, Cassi. Kupikir, kalau kau harus mengingat malam ini, setidaknya bukan karena perempuan rendahan itu, tapi karena aku.”
Cassi meliriknya tajam, setengah geli, setengah tak percaya. “Sombong sekali kau… Kau pikir aku akan terkesan?”
Jihoon mengangkat bahu ringan, “Tak perlu terkesan. Tapi setidaknya kau tahu, aku tahu cara memperlakukan wanita sepertimu.” Ia mendekat, menurunkan nada suaranya, “Dan jangan khawatir, aku tidak berniat macam-macam. Kecuali… kau yang menginginkannya.”
Cassi mendengus pelan, tapi senyumnya perlahan terbit. “Dasar pria menyebalkan.”
jihoon tertawa ringan, “Tapi kau tetap mengikutiku, kan?”
Tanpa menjawab, Cassi melangkah masuk lebih dalam ke dalam kamar, membiarkan dirinya sejenak tenggelam dalam kehangatan ruangan itu… dan dalam diamnya, ia akui, pria itu memang selalu tahu cara menarik perhatiannya.