Setelah kematian yang tragis, dia membuka matanya dalam tubuh orang lain, seorang wanita yang namanya dibenci, wajahnya ditakuti, dan nasibnya dituliskan sebagai akhir yang mengerikan. Dia kini adalah antagonis utama dalam kisah yang dia kenal, wanita yang dihancurkan oleh sang protagonis.
Namun, berbeda dari kisah yang seharusnya terjadi, dia menolak menjadi sekadar boneka takdir. Dengan ingatan dari kehidupan lamanya, kecerdasan yang diasah oleh pengalaman, dan keberanian yang lebih tajam dari pedang, dia akan menulis ulang ceritanya sendiri.
Jika dunia menginginkannya sebagai musuh, maka dia akan menjadi musuh yang tidak bisa dihancurkan. Jika mereka ingin melihatnya jatuh, maka dia akan naik lebih tinggi dari yang pernah mereka bayangkan.
Dendam, kekuatan, dan misteri mulai terjalin dalam takdir barunya. Tapi saat kebenaran mulai terungkap, dia menyadari sesuatu yang lebih besar, apakah dia benar-benar musuh, atau justru korban dari permainan yang lebih kejam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29: Tawaran Berbahaya
Seraphina menatap pria di depannya dengan tajam. Azrael bukan hanya sekadar musuh biasa—ia adalah seseorang yang mengetahui sesuatu tentang masa lalunya, tentang keluarga Duskbane, dan mungkin tentang takdirnya sendiri. Tawaran yang dia ajukan terdengar sederhana, tetapi Seraphina tahu tidak ada yang semudah itu.
Lucian berdiri di sisinya, cengkeramannya pada belati semakin kuat. Ia tidak suka situasi ini. "Seraphina, kita tidak perlu mendengarkan orang ini."
Namun, Seraphina tidak segera menolak. "Apa maksudmu dengan 'bergabung'?" tanyanya.
Azrael tersenyum tipis. "Aku tahu kau sudah menyadari bahwa dunia ini tidak sesederhana yang kau kira. Ada kekuatan yang bergerak di balik bayangan, mengendalikan segalanya—termasuk sejarah keluargamu. Jika kau ingin jawaban, kau harus masuk lebih dalam, bukan hanya mengintip dari luar."
Seraphina mengernyit. "Dan kau bagian dari kekuatan itu?"
"Aku bukan siapa-siapa, hanya seseorang yang kebetulan tahu lebih banyak dari kebanyakan orang," jawab Azrael santai. "Tapi aku bisa membantumu menemukan apa yang kau cari."
Lucian tertawa sinis. "Tentu saja, pasti ada imbalannya, bukan? Kau tidak mungkin menawarkan sesuatu secara cuma-cuma."
Azrael mengangkat bahu. "Tentu saja ada. Jika Seraphina ingin tahu kebenaran, dia harus bergabung dengan organisasi kami. Dengan begitu, dia akan mendapatkan akses ke informasi yang tak bisa dia temukan di tempat lain."
Seraphina berpikir sejenak. Jika dia menolak, kemungkinan besar Azrael tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Tapi jika dia menerima, itu berarti dia harus memasuki dunia yang lebih dalam dan berbahaya daripada yang sudah dia jalani sekarang.
"Dan jika aku menolak?" Seraphina akhirnya bertanya.
Azrael tersenyum. "Maka kau akan kehilangan kesempatan untuk mengetahui kebenaran. Dan... mungkin juga nyawamu."
Lucian bergerak cepat, belatinya berkilat di bawah cahaya redup. "Beraninya kau mengancam kami?"
Azrael tidak bergeming. "Bukan ancaman, hanya kenyataan. Jika kau dan tim kecilmu terus menggali terlalu dalam, cepat atau lambat kalian akan bertemu musuh yang lebih besar daripada yang bisa kalian tangani. Aku hanya menawarkan jalan yang lebih... menguntungkan."
Seraphina menatapnya dalam-dalam. Ia tahu Azrael berkata jujur—atau setidaknya, ia percaya pada ucapannya sendiri.
"Berikan aku waktu untuk berpikir," kata Seraphina akhirnya.
Azrael mengangguk. "Aku akan menunggu. Tapi jangan terlalu lama. Waktu tidak pernah berpihak pada mereka yang ragu-ragu."
Dengan satu gerakan cepat, ia menghilang ke dalam bayangan, meninggalkan Seraphina dan Lucian dalam keheningan yang penuh ketegangan.
Lucian menghela napas panjang. "Aku tidak suka ini, Seraphina."
Seraphina mengangguk. "Aku juga tidak. Tapi aku juga tidak bisa mengabaikan apa yang dia katakan."
Lucian menatapnya tajam. "Apa kau benar-benar mempertimbangkan untuk bergabung?"
Seraphina terdiam sesaat sebelum menjawab. "Aku hanya ingin tahu kebenaran. Jika aku bisa mendapatkannya tanpa harus terlibat terlalu dalam, aku akan melakukannya."
Lucian menggeram pelan. "Kau bermain dengan api."
Seraphina tersenyum tipis. "Aku sudah terbakar sejak lama, Lucian. Sekarang aku hanya perlu memastikan bahwa aku tidak berubah menjadi abu."
Dengan itu, mereka berdua meninggalkan perpustakaan, membawa lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
.
.
Seraphina dan Lucian berjalan keluar dari gedung tua yang dipenuhi buku-buku berdebu dan artefak kuno. Pertemuan dengan Azrael masih terngiang dalam pikiran mereka. Tawaran pria itu bukan sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja, tetapi juga bukan sesuatu yang bisa diterima dengan mudah.
Malam telah turun ketika mereka tiba di penginapan tempat mereka menginap. Cahaya lentera menerangi gang-gang sempit kota Nordin, menciptakan bayangan panjang yang bergerak seiring langkah mereka. Suasana sunyi, tetapi Seraphina bisa merasakan ada mata-mata yang mengawasi mereka dari kegelapan.
"Lucian," bisiknya, "kita sedang diawasi."
Lucian melirik ke sekeliling, lalu tersenyum kecil. "Aku tahu. Sepertinya Azrael tidak ingin kita pergi begitu saja tanpa pengawasan."
Seraphina mengepalkan tangannya. "Aku benci diperlakukan seperti ini."
"Siapa yang tidak?" Lucian tertawa kecil. "Tapi kalau dia ingin bermain-main dengan kita, mari kita beri dia pertunjukan kecil."
Seraphina mengangkat alisnya. "Apa maksudmu?"
Lucian menarik tangan Seraphina dan membawanya ke dalam gang yang lebih gelap. Dengan cepat, dia berbisik, "Kita akan memancing mereka. Kau pura-pura terlihat panik, lalu aku akan mengecoh mereka."
Seraphina mengangguk, memahami rencana Lucian. Ia mengambil napas dalam dan mulai berakting.
"Lucian, aku merasa tidak enak!" katanya dengan suara penuh kepanikan. "Aku rasa kita harus segera pergi dari sini!"
Lucian menatapnya dengan mata khawatir, lalu dengan sengaja menggertakkan giginya. "Sial. Kalau begitu, kita harus mencari jalan keluar sekarang juga!"
Mereka berdua berlari ke dalam gang sempit, berpura-pura mencari perlindungan. Seperti yang sudah mereka duga, bayangan dari atas gedung-gedung mulai bergerak, mengikuti mereka. Saat itulah Lucian tiba-tiba berbalik dan melemparkan sebuah pisau kecil ke arah salah satu pengintai.
Cling!
Pisau itu mengenai dinding, hanya beberapa inci dari kepala seseorang yang bersembunyi dalam kegelapan. Sosok itu terkejut dan langsung mundur, tetapi Seraphina sudah bergerak lebih cepat. Dalam satu lompatan, ia menghilang dari pandangan, lalu muncul di belakang pengintai itu dengan belati di tangan.
"Siapa yang mengutusmu?" bisiknya di telinga pria itu.
Pria itu bergidik, tetapi tetap diam.
Lucian mendekat dengan ekspresi dingin. "Kami tidak punya waktu untuk bermain-main. Seraphina, buat dia bicara."
Seraphina menekan belatinya lebih dalam ke kulit pria itu. "Azrael yang mengutusmu?"
Pria itu menelan ludah, tetapi masih enggan berbicara.
Lucian menghela napas panjang. "Sepertinya dia tidak ingin bicara. Kalau begitu, kita harus membuatnya mengerti."
Tanpa peringatan, Lucian menarik kerah pria itu dan membantingnya ke dinding. "Aku akan bertanya sekali lagi. Apa tujuanmu mengikuti kami?"
Akhirnya, pria itu membuka mulut. "Kami hanya diperintahkan untuk mengawasi! Tidak lebih!"
Seraphina bertukar pandang dengan Lucian. Jika hanya mengawasi, itu berarti Azrael masih ingin mereka mempertimbangkan tawarannya—atau dia ingin mengetahui langkah mereka selanjutnya.
"Kau boleh pergi," kata Seraphina akhirnya. "Tapi sampaikan ini pada Azrael—aku tidak suka diintai."
Pria itu mengangguk cepat sebelum berlari ke dalam bayangan.
Lucian bersedekap. "Apa kau benar-benar akan mempertimbangkan tawarannya?"
Seraphina menatap langit malam. "Aku ingin tahu apa yang dia tahu, tapi aku tidak ingin jatuh ke dalam permainannya. Aku harus menemukan cara lain."
Lucian menghela napas. "Kalau begitu, kita harus lebih berhati-hati mulai sekarang."
Seraphina mengangguk. Ia tahu permainan baru saja dimulai.
.
.
Gak ada orang disini?
Jelas gak ada, bertahun tahun gak nulis yakan.. Apa kabar lah semuanya? Kalo baik angkat tangan dan klik tombol komen, lalu emot angkat tangan ya kawan.. Jangan diem diem wae Weh.
Al-fatihah buat neng Alika beliau orang baik dan Allah menyayangi orang baik, beliau meninggal di hari Jumat bertepatan setelah malam nisfu syabaan setelah tutup buku amalan.. semoga beliau di terima iman Islamnya di ampuni segala dosanya dan di tempatkan di tempat terindah aamiin ya rabbal alamiin 🤲