NovelToon NovelToon
Cahaya Yang Tak Pernah Sampai

Cahaya Yang Tak Pernah Sampai

Status: sedang berlangsung
Genre:Percintaan Konglomerat / Romansa / Roman-Angst Mafia / Pembantu / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Trauma masa lalu
Popularitas:950
Nilai: 5
Nama Author: Queen Jessi

Rara Maharani Putri, seorang wanita muda yang tumbuh dalam keluarga miskin dan penuh tekanan, hidup di bawah bayang-bayang ayahnya, Rendra Wijaya, yang keras dan egois. Rendra menjual Rara kepada seorang pengusaha kaya untuk melunasi utangnya, namun Rara melarikan diri dan bertemu dengan Bayu Aditya Kusuma, seorang pria muda yang ceria dan penuh semangat, yang menjadi cahaya dalam hidupnya yang gelap.

Namun Cahaya tersebut kembali hilang ketika rara bertemu Arga Dwijaya Kusuma kakak dari Bayu yang memiliki sifat dingin dan tertutup. Meskipun Arga tampak tak peduli pada dunia sekitarnya, sebuah kecelakaan yang melibatkan Rara mempertemukan mereka lebih dekat. Arga membawa Rara ke rumah sakit, dan meskipun sikapnya tetap dingin, mereka mulai saling memahami luka masing-masing.

Bagaimana kisah rara selanjutnya? yuk simak ceritanya 🤗

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Jessi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan di Sunyi

Rara melangkah cepat menuju rumah,entah kenapa setelah mendengarkan cerita dari amara, rara hanya ingin kembali pulang dan bertemu dengan arga.

Begitu tiba di rumah, Rara langsung mencari keberadaan Arga. Ia menemukannya di ruang kerja, duduk di depan meja, seperti biasa tenggelam dalam tumpukan dokumen. Tanpa berkata apa-apa, Rara menghampiri dan memeluknya dari belakang.

Arga yang sedang fokus membaca laporan langsung terhenti. Kedua alisnya terangkat, dan ia mencoba menoleh. Namun, pelukan Rara begitu erat sehingga ia tak mampu sepenuhnya bergerak. "Ada apa?" tanyanya, suaranya datar tapi penuh rasa ingin tahu.

Rara tidak menjawab. Ia hanya menyandarkan kepalanya di punggung Arga, menarik napas dalam-dalam, seolah berusaha menenangkan hatinya yang kalut.

Arga merasakan sesuatu yang berbeda. Biasanya, Rara adalah perempuan yang ceria, meskipun ada kesedihan yang kadang tersembunyi di balik senyumnya. Tapi kali ini, ia benar-benar diam. Itu membuat Arga penasaran.

"Apa yang terjadi? Apa ibu mengatakan sesuatu?" tanya Arga lagi, kali ini lebih serius.

Rara masih diam. Tangannya semakin mengeratkan pelukan di tubuh Arga. Ia takut jika melepaskannya, semua keberanian yang ia kumpulkan akan runtuh.

Butuh beberapa menit bagi Rara untuk akhirnya berbicara. Suaranya lirih, nyaris tenggelam dalam keheningan ruangan. "Besok adalah hari di mana Bunda pergi meninggalkan aku," katanya.

Arga terdiam. Ia tidak menyangka akan mendengar kalimat itu. Matanya menatap lurus ke depan, pikirannya berusaha memahami emosi yang dirasakan Rara. "Dan kau ingin aku menemanimu bertemu Bunda?" tanyanya, mencoba memastikan.

Rara mengangguk pelan.

"Baiklah," jawab Arga singkat.

Jawaban itu sederhana, tapi bagi Rara, itu lebih dari cukup. Ia merasa beban di pundaknya sedikit berkurang

Keesokan paginya, Arga dan Rara berangkat menuju makam sang bunda. Rara membawa bunga lili putih, bunga kesukaan almarhumah ibunya. Selama perjalanan, mereka hampir tidak berbicara. Hanya suara mesin mobil yang mengisi keheningan di antara mereka.

Arga sesekali melirik Rara. Wajahnya terlihat sendu, matanya menatap kosong ke luar jendela. Arga ingin mengatakan sesuatu, tapi ia tahu ini bukan saatnya. Ia memilih untuk diam, memberikan ruang bagi Rara untuk memproses emosinya.

Setibanya di makam, Rara berjalan lebih dulu. Langkahnya pelan, seolah setiap langkah membawa kembali kenangan bersama ibunya. Ia berhenti di depan sebuah nisan sederhana dengan tulisan nama ibunya terukir indah di sana.

"Bunda, aku datang lagi," ucap Rara, suaranya bergetar. Ia berlutut di depan nisan, meletakkan bunga lili putih di atasnya. Matanya mulai berkaca-kaca.

Arga berdiri di belakang Rara, memberi jarak yang cukup agar Rara bisa berbicara dengan leluasa. Tapi kemudian, Rara menoleh ke arahnya. "Arga," panggilnya pelan.

Arga melangkah mendekat, berdiri di sampingnya.

Rara menarik napas panjang, lalu berkata, "Bunda, ini Arga... suamiku."

Arga menatap Rara dengan ekspresi terkejut. Suami? Itu pertama kalinya Rara memperkenalkannya dengan sebutan itu. Sebelumnya, ia tidak pernah membahas hal seperti itu, bahkan di depan orang lain.

"Bunda pasti ingin tahu siapa orang yang sekarang selalu ada di sisiku. Ini dia... meskipun sikapnya dingin, aku tahu dia peduli," lanjut Rara sambil tersenyum kecil, meski air matanya mulai mengalir.

Arga tidak tahu harus berkata apa. Ia hanya berdiri di sana, memandang Rara yang begitu tulus berbicara pada nisan ibunya.

Rara melanjutkan, "Bunda, aku rindu. Rasanya tidak pernah ada hari yang berlalu tanpa memikirkanmu. Tapi aku belajar untuk kuat, seperti yang selalu Bunda ajarkan. Dan sekarang, aku tidak sendiri lagi."

Setelah beberapa saat, Rara berdoa dengan khusyuk. Arga ikut menundukkan kepala, menghormati momen tersebut.

Ketika doa selesai, Rara berdiri. Ia menatap Arga dan berkata, "Terima kasih sudah menemani."

Arga mengangguk. "Kau tidak perlu berterima kasih," jawabnya singkat, tapi nada suaranya lebih hangat dari biasanya.

Dalam perjalanan pulang, suasana di dalam mobil terasa berbeda. Rara terlihat lebih tenang, meski matanya masih sembab.

"Kau tahu," kata Rara tiba-tiba, memecah keheningan, "Aku tidak pernah berpikir akan memperkenalkan seseorang sebagai suami di depan Bunda. Tapi... entah kenapa, aku merasa itu hal yang benar untuk dilakukan."

Arga tidak langsung menjawab. Ia memikirkan kata-kata Rara, mencoba memahami apa yang sebenarnya ia rasakan. "Aku bukan orang yang pandai menunjukkan perasaan," katanya akhirnya. "Tapi aku senang bisa ada di sini untukmu."

Rara tersenyum kecil. Itu adalah salah satu hal yang ia pelajari tentang Arga: meskipun ia tidak banyak bicara, tindakannya selalu menunjukkan kepedulian.

"Arga," panggil Rara pelan.

"Hm?"

"Terima kasih," katanya lagi. "Terima kasih karena selalu ada, meskipun kau tidak pernah mengatakan apa-apa."

Arga melirik Rara, lalu kembali fokus pada jalan di depannya. "Aku hanya melakukan apa yang seharusnya," jawabnya singkat.

Namun, dalam hati, ia tahu kata-kata Rara berarti banyak baginya.

Hari itu menjadi titik balik dalam hubungan mereka. Arga yang selama ini menjaga jarak perlahan mulai membuka diri. Sementara Rara, menemukan tempat berlabuh baru yang memberinya kekuatan untuk menghadapi masa lalu.

1
Tomat _ merah
semangat thor cerita nya bagus, mmpir juga ya ke cerita aku yg "Terpaksa dijodohkan dengan seorang dosen"
Kelly Andrade
Gak bisa berhenti membaca nih, keep it up thor!
Luna de queso🌙🧀
Bawa pergi dalam imajinasi. ✨
Queen: Semoga suka ya kak sama alur ceritanya 🤗🤍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!