NovelToon NovelToon
PLAGUEHART

PLAGUEHART

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Zombie / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Penyelamat
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: Widya Pramesti

Di kota Plaguehart, Profesor Arya Pratama melakukan eksperimen berbahaya untuk menghidupkan kembali istrinya, Lara, menggunakan sampel darah putrinya, Widya. Namun, eksperimen itu gagal, mengubah Lara menjadi zombie haus darah. Wabah tersebut menyebar cepat, mengubah penduduk menjadi makhluk mengerikan.

Widya, bersama adiknya dan beberapa teman, berjuang melawan zombie dan mencari kebenaran di balik wabah. Dengan bantuan Efri, seorang dosen bioteknologi, mereka menyelidiki lebih dalam, menemukan kebenaran mengerikan tentang ayah dan ibunya. Widya harus menghadapi kenyataan pahit dan mengambil keputusan yang menentukan nasib kota dan hidupnya.

Mampukah Widya menyelamatkan kota dengan bantuan Dosen Efri? Atau justru dia pada akhirnya ikut terinfeksi oleh wabah virus?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widya Pramesti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menjadi Umpan Zombie

Di dalam supermarket, Widya duduk di dekat rak, mengatur nafasnya dan berusaha mengumpulkan tenaga. Matanya terfokus pada Alexa dan Anna yang di duduk di pojokan, hanya ada sedikit cahaya bulan yang masuk melalui celah-celah pintu dan menerangi penglihatan mereka di supermarket yang sangat gelap gulita.

Hening, hanya terdengar deru nafas panjang di antara mereka. Tiba-tiba, terdengar suara keroncongan dari perut Anna. Dia menatap ibunya, sambil mengelus-elus perut yang terasa sakit, lapar, sejak tadi.

"Ibu.. Aku lapar..." bisik Anna, dengan suara bergetar. Alexa langsung mengelus kepala putrinya, mencoba menguatkan putrinya. "Sabarlah sayang... Ibu... Ibu juga lapar, tapi ibu tidak yakin, jika ada makanan yang masih bisa kita konsumsi di tempat ini!"

Widya, yang mendengarkan percakapan mereka, tersenyum tipis dan bangkit dari tempatnya. "Kalian lapar?" tanya Widya, dan mereka berdua menganggukkan kepalanya. "Baiklah. Aku akan cari makanan yang masih layak untuk di konsumsi pada tempat ini!"

Dia mulai melangkah menuju rak lain, dengan wajah yang letih. Matanya memindai setiap lorong rak, dan mencari beberapa makanan yang masih bisa untuk di konsumsi. Beberapa rak tampak rusak, barang-barang tercecer di lantai, tapi ada beberapa kemasan makanan yang masih utuh.

Widya, menemukan beberapa kaleng makanan yang masih tersegel rapat dan beberapa paket mie instan yang belum kadaluarsa. "Akhirnya... masih ada yang utuh," kata Widya, sambil mengambil satu persatu dari makanan tersebut. Dia juga menemukan beberapa botol air mineral yang masih penuh, membuat dirinya tersenyum lega dan bersyukur.

Setelah itu, Widya melangkah ke lorong rak lain. Disana, dia melihat dan menemukan sesuatu yang lebih menarik: sebuah tongkat baseball, pisau, dan senter. Tongkat baseball sebagai cadangan, jika pipa besinya patah ketika melawan zombie. Pisau, bisa digunakan sebagai senjata efektif untuk menikam zombie. Sementara, senter bisa digunakan untuk penerangan.

"Sepertinya ini sudah cukup," pikir Widya, dengan gesit mengambil peralatan itu. Setelah mengumpulkan apa yang bisa digunakan, Widya kembali ke tempat dimana Alexa dan Anna berada.

Di sana, Alexa sudah menunggu, duduk sambil memeluk Anna. Widya yang baru tiba, duduk di samping mereka dan meletakkan semua barang ke lantai. "Ayo kita makan!" seru Widya, senyum tipis terukir pada bibirnya. Anna, yang melihat banyak makanan yang di bawa oleh Widya, tersenyum lebar dan matanya tampak berbinar. "Apa... aku boleh makan yang ini?" tanya Anna, menunjuk ke salah satu kaleng makanan.

Widya mengganguk, dan membukakan kaleng makanan yang di tunjuk oleh Anna. "Boleh. Ini untukmu," kata Widya, menyerahkan makanan tersebut ke Anna.

Anna mengambil makanan tersebut dengan gerakan cepat, dirinya dari tadi sudah tidak bisa menahan kelaparan. Alexa, tersenyum bahagia saat melihat putrinya bisa tersenyum lagi setelah mengalami insiden yang tidak mereka inginkan.

"Terimakasih... Widya, jika tidak ada kamu... mungkin kami akan mati, dan akan menjadi zombie seperti yang lain," kata Alexa, matanya terus berbinar sambil menatap anaknya yang sedang memakan beberapa makanan dengan sangat lahap.

Widya mengangguk. "Aku akan melindungi kalian, dan aku janji... akan membawa kalian, ke tempat yang lebih aman," jawab Widya dengan suara yang lebih rendah, tetapi tegas. Dia mencoba menggenggam tangan Alexa, untuk meyakinkan wanita itu. "Semua akan baik-baik saja, selama ada Aku."

Hati Alexa tersentuh dan terharu, dia tidak menyadari jika buliran air matanya menetes ke pipinya. "Terimakasih, aku tidak bisa membantumu. Tapi, aku yakin kau bisa membantu siapapun," Alexa menyeka air matanya.

Sementara Anna, ternyata sudah menghabiskan tiga kaleng makanan dengan sangat lahap. Sehingga, dirinya kekenyangan dan rasa kantuk, lelah, mulai dia rasakan. "Ibu... aku ngantuk..." bisik Anna, dengan suara yang manja. "Ya sudah, sini tidur di pangkuan, ibu."

Anna, dengan cepat meletakkan kepalanya ke pangkuan sang ibu. Alexa menyanyikan sebuah lagu, suaranya merdu dan indah. Sehingga, Anna tertidur dengan lelap dalam hitungan detik.

"Melihat pemandangan ini... aku jadi teringat masa kecilku dulu bersama Ibuku," gumam Widya, melihat ke Anna yang sedang terlelap. "Apa kamu... merindukan Ibumu?" tanya Alexa, sambil mengelus kepala anaknya.

"Aku sangat merindukannya. Dia sudah meninggal, akibat insiden kecelakaan... satu tahun lalu. Tapi... aku baru saja melihat dirinya hidup kembali, namun dengan wujud yang berbeda," jawab Widya, suaranya sangat rendah dan menahan air matanya yang hampir jatuh.

Alexa, tampak bingung dan mencoba mencerna perkataan Widya. "Wujud yang berbeda?" tanyanya lagi, mengerutkan dahinya. "Dia hidup kembali, tapi sebagai zombie. Aku melihat Ibuku, ada di perusahaan Ayahku dan menyerang pegawai disana," jawab Widya lagi, menarik nafasnya dengan berat.

"Lalu, aku juga melihat Ayahku... menjadi makhluk seperti Ibuku," Widya melanjutkan perkataannya. "Ayahku seorang Professor, dan pemilik perusahaan Reviva Labs pada kota ini!"

Alexa mendengarkan itu, tampak terkejut dan tidak menyangka bisa bertemu serta diselamatkan dari seorang anak Professor yang terkenal di kota ini. "Jadi, kamu anaknya Professor Arya?" tanya Alexa lagi, Widya mengangguk.

"Syukurlah bisa bertemu denganmu. Kata suamiku, kau adalah anak spesial dan berhasil dari ekperimen yang pernah dilakukan oleh ayahmu serta suamiku," Alexa melanjutkan perkataannya. "Suamimu... kenal dengan Ayahku?" Widya bertanya balik, raut wajahnya tampak kebingungan.

Alexa mengangguk. "Suamiku, juga seorang Professor dan sahabat dekatnya Professor Arya. Namun, satu minggu lalu... dia berangkat ke luar kota, karena ada tugas dadakan di kota lain."

"Aku baru tau soal ini. Ya sudah, ayo kita makan dan beristirahat sampai matahari terbit," kata Widya, mengalihkan pembicaraan. Dia mengurungkan niatnya untuk bertanya lagi, karena dirinya sedikit lupa serta penasaran soal ekperimen yang berhubungan dengan dirinya.

Mereka kini, memakan semuanya dengan lahap. Beberapa menit kemudian, Alexa ketiduran sambil memangku anaknya. Sementara, Widya memasukan pisau ke saku celananya dan mulai memejamkan matanya. Akhirnya, dia ikut terlelap sambil memangku pipa besi dan tongkat baseball sebagai senjata jika ada zombie yang berhasil menyelinap masuk ke supermarket.

Sementara itu, di kampus, Dosen Efri, Alvin, Aldo, Eric, Erin, Lina, Chaca dan Dosen Anggun sedang berlari menuju perpustakaan. Namun, segerombolan zombie mengejar mereka dari segala arah. Mereka berlari cepat menuju pintu perpustakaan, tapi zombie semakin mendekat dan siap menyerang mereka.

"Alvin! Sebelah kiri!" Efri berteriak. Ada satu zombie, yang akan melompat ke arah Alvin. Dengan gesit, Alvin mengayunkan linggisnya dan menghantam ke kepala zombie itu. Ternyat zombie yang lain menyerang ke arahnya, tanpa rasa takut, Alvin memutarkan badannya ke segala arah dan menghancurkan satu persatu kepaa zombie hingga tengkorak mereka terbelah dua.

Sementara itu, Dosen Efri membantu Alvin untuk menyerang zombie yang sudah semakin dekat dengan jumlah banyak. "Kalian, jangan diam saja!" seru Efri, dan mengangkat kapaknya dengan semangat yang membara. "Aldo, kamu bantu kami... dan Eric, bawa semua temanmu ke perpustakaan!" perintah Efri, dengan suara lantang.

Eric mengangguk. Dia memimpin jalan, dan berlari sambil memukul zombie yang akan menyerangnya. Sementara, Erin dan Dosen Anggun membantu Eric dari belakang.

Dosen Efri, Aldo, dan Alvin melawan zombie menggunakan senjata masing-masing. Efri, menebas zombie dengan kapaknya, memotong kepala beberapa dari mereka. "Makhluk seperti kalian, pantas mati!" teriak Efri, terus menerus menebaskan kepala zombie.

Sementara Aldo, dan Alvin bergerak dengan sangat lihai dan menghancurkan tengkorak segerombolan zombie yang berusaha mencakar wajah mereka. Namun, Chaca dan Lina tersandung saat hendak ikut berlari dengan kelompok Eric.

Eric, Erin, dan Dosen Anggun baru tiba di depan pintu perpustakaan. Anggun yang menyadari, jika jumlah mereka berkurang. "Dimana, Chaca dan Lina?" tanya Anggun, dengan wajah cemas.

"Mereka di sana!" seru Eric, melihat mereka berdua dari kejauhan. Mereka berteriak histeris, dan meminta pertolongan. "Tolong! Tolong!" teriak mereka berdua, suaranya hampir tidak terdengar karena geraman zombie semakin banyak mengepung mereka.

Dosen Anggun, cemas, dan berlari menyelamatkan mereka berdua. Tanpa pikir panjang, dan rasa takutnya sudah hilang, Anggun memukul kepala zombie yang hendak mengigit kaki Lina. "Pergi jauh, dari mahasiswaku!" teriak Anggun, sambil mengkhatamkan tongkat besinya ke kepala zombie.

"Astaga, kenapa Dosen Anggun nekat menyelamatkan mereka?" tanya Erin, berdiri di samping Eric. "Entahlah, tapi kita harus tutup pintu ini sebelum zombie lain menyerang ke arah kita!" seru Eric.

Sementara itu, Alvin, Aldo, Efri sudah kelelahan melawan zombie. Mereka berniat mundur, dan harus segera masuk ke perpustakaan. "Mundur, kita harus masuk! Eric sudah memberi kode!" teriak Efri, melihat Eric melambaikan tangannya, dan memberi kode untuk segera sampai ke perpustakaan.

Semuanya menganguk. Mereka bertiga mundur, dan berlari kencang ke perpustakaan. Sementara Dosen Anggun, melawan zombie itu sendiri. Lengannya sudah tergigit, dan membuat dirinya teriak kesakitan.

"Bu Anggun..." bisik Chaca dan Lina serentak, dengan suara bergetar. "Kalian... cepat... masuk ke perpustakaan..." Anggun berkata dengan suara yang hampir tidak terdengar.

"Tapi Bu..." kata Lina, yang kasihan melihat Dosennya terkena gigitan. "Lina, ayo... tinggalkan saja, dia!" teriak Chaca, sudah bangkit dan menarik lengan Lina.

Dengan buliran air mata yang menetes, Lina mencoba bangun dan lari sekencang mungkin hingga sampai ke perpustakaan. Kini, semuanya sudah masuk ke perpustakaan. Sedangkan Anggun, berdiri diluar menatap yang lain dari kejauhan.

"Dimana Anggun?" tanya Efri, menatap Chaca dan Lina hanya masuk berdua saja. "Dia... dia ada disana," tunjuk Lina, dengan raut wajah merasa bersalah.

Efri langsung melirik ke arah yang ditunjuk Lina, terlihat para zombie sedang menyerang Anggun dengan sangat ganas, merobek, menggigit, seluruh tubuhnya. Dosen anggun, tampak pasrah, dan segerombolan zombie terus mencabik dagingnya dengan sangat buas.

"Tidak!" teriak Efri, dan yang lain juga ikut berteriak, menangis, dan merasa bersalah tidak bisa melindungi Dosen Anggun. Sementara itu, Chaca menutup pintu perpustakaan dengan gerakan cepat dan mendorong beberapa meja untuk mengganjal pintu. Dia melakukan sendirian, ketika semuanya sibuk menangis dan menyaksikan Dosen Anggun yang sudah menjadi umpan zombie.

"Sudahlah. Kenapa kalian pada seperti ini, lebih baik bantuin aku tutup pintunya!" teriak Chaca, dengan suara ketus.

Seketika, semuanya menatap ke arahnya dengan tatapan tajam. Lina, yang berada di dekatnya, tiba-tiba menampar Chaca dengan sangat keras. "Ini semuanya, karena kamu," kata Lina, membentak Chaca. "Kalau bukan karena kamu menarik bajuku... mungkin kita tidak akan tersandung dan jatuh," Lina melanjutkan perkataannya.

"Seandainya... kita tidak terjatuh, pasti Bu Anggun tidak akan menyelamatkan kita dan sampai mengorbankan nyawanya..." lanjut Lina lagi, dirinya terisak pilu.

Chaca yang tidak terima dibentak, dan di tampar oleh sahabatnya. Mendorong bahu Lina, dengan tenaga yang kuat. "Iya, memang salah aku!" sahut Chaca, dengan nada yang semakin meninggi. "Karena bukan karena salahku, kau mungkin juga ikut tergigit!" kata Chaca melanjutkan perkataannya.

Dosen Efri yang mendengarkan pertengkaran dua mahasiswanya, langsung berteriak dan membentak dengan nada tinggi. "Cukup!" teriak Efri, matanya penuh amarah dicampur kelelahan. "Jika kalian berdua terus bertengkar, lebih baik keluar dari sini!" seru Efri, mengancam Lina dan Chaca.

Chaca langsung menundukkan wajahnya, setelah mendapatkan bentakan dari Dosen yang dia sukai. "Maaf... Pak, kami tidak bermaksud bertengkar," kata Chaca. Efri, menarik napasnya dengan berat dan melangkah jauh dari mahasiswa menjengkelkan seperti mereka.

Sementara itu, di pusat perkotaan, dekat rumah sakit, Sersan Arif dan tim militer memasuki kawasan yang sudah dipenuhi banyak zombie. "Sir, kita harus apa?" tanya Gio, melakukan komunikasi menggunakan Earpiece.

"Serang mereka!" Arif menjawab dengan suara tegas, yang tengah duduk di bangku depan truk bersama Bryan. Dengan gerakan cepat, Gio meletakkan senapan mesin besar di tengah truk yang terus berjalan melewati segerombolan zombie. Dia segera mengoperasikan senapan itu, menembakan peluru besar dan memuntahkan hujan peluru ke arah zombie dari sisi belakang truk.

Sementara itu, anggota yang lain dalam posisi siap tempur dan memegang senjata dengan mantap. "Buka tembakan!" teriak Gio, dengan suara lantang sambil terus menembak zombie.

Tanpa henti, Gio menekan pelatuk senapan mesin besar itu, peluru-peluru melesat deras dan menghancurkan tubuh zombie menjadi potongan-potongan kecil, dan memunculkan suara ledakan yang menggema. Anggota lain, menembak di posisinya masing-masing.

Sementara, Sersan Arif mengambil kendali di posisi depan. Dia memposisikan senjatanya di dekat kaca pintu truk militer yang sedikit di buka, dan mengarahkan senjatanya ke salah satu zombie dari kejauhan.

Arif mengarahkan tembakan ke kepala zombie itu, tetapi pelurunya meleset, dan menghantam tubuh zombie. "Kenapa, tidak mati?" tanya Arif, bingung, saat melihat tubuh zombie itu hanya sedikit terguncang.

"Tembak saja ke kepalanya, Sir!" teriak Gio, suaranya terdengar dari Earpiece yang ada daun telinga sersan Arif. Dengan cepat, Arif melakukan tembakan ke kepala zombie itu. Berhasil, namun dirinya harus menembakkan beberapa kepala zombie dari kejauhan.

Sementara Bryan, terus menekan pedal gas truk militer dan berbelok ke arah jalan yang lebih sepi. Dengan kecepatan kencang, truk militer masuk ke jalan yang gelap, tidak banyak zombie berkeliaran pada jalan tersebut.

1
Pompon
lanjut kak, btw semangat berpuasa ya kak
Pompon
alah mimpi kirain beneran udah tegang bet tadi cak🥴
🟢Widya Dya: jangan lupa sediakan air putih/Facepalm/
total 1 replies
Bluery
jangan-jangan Roger sudah terinfeksi? tapi bukannya dia belum terkena gigitan zombie?😱🤔
Bluery
Alur ceritanya menarik, ada bagian part tersedih,. menegangkan, dan novel ini sangat keren karena banyak sekali cerita aksinya yang membuat pembaca semakin penasaran dan suka/Rose/
Bluery
siapa yang naro bawang disini/Cry//Scowl/
Bluery
😱😱
Bluery
Beautiful/Drool/
Bluery
uwuuu/Chuckle/
ESdoger
bikin merinding
ESdoger
keren ceritanya
ESdoger
Beneran menegangkan dan ceritanya menarik untuk di baca👍 alurnya keren, susah di tebak dan banyak misteri yang belum terpecahkan.
ESdoger
lari ada zombie😱
ESdoger
Jadi ini prof yang menciptakan virus zombie itu?
ESdoger
baru 2 bab udah bikin penasaran
Lovely
Nah, Caver Utama sangat mendukung.
Syari Andrian
Waahhh.. Jangan sampai Laura itu nyerang mereka pas di mobil... Aku curiga kalau dia juga hasil eksperimen dari ayahnya Widya dan ayahnya ana
Pompon
bagus banget, updatenya jangan terlalu lama semangat terus buat author nya 😁😆
🟢Widya Dya: makasih, sorry agak lama updatenya krns Authornya sibuk kerja jarang ada waktu luang🙏🏻😇
total 1 replies
Pompon
langsung buang aja tu orang tendang dari truk biar mampus/Hammer//Hammer/
BuayaMT🐊
Ceritanya bagus, alurnya sangat bagus. Di karya "PLAGUEHART" ini menceritakan sebuah wabah dari ekperimen yang tidak manusiawi, namun penuh banyak misteri. Ekperimen itu dilakukan oleh Professor Arya, tapi tidak menemukan obat penawar dan malah ikut terinfeksi menjadi zombie.
🟢Widya Dya: makasih
total 1 replies
BuayaMT🐊
Seru banget Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!