NovelToon NovelToon
3 IMPIAN

3 IMPIAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Duda / Mengubah Takdir / Chicklit
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Lel

Tiga gadis desa yang memiliki pemikiran sama, tidak mau menikah muda layaknya gadis desa pada umumnya. Mereka sepakat membuat rencana hidup untuk mengubah citra gadis desa yang hanya bisa masak, macak dan manak di usia muda, menjadi perempuan pintar, santun, dan mandiri.

Nayratih, dan Pratiwi terlahir dari keluarga berada, yang tak ingin anak mereka menikah muda. Kedua orang tua mereka sudah berencana menyekolahkan ke luar kota. Terlebih Nayratih dan Pratiwi dianugerahi otak encer, sehingga peluang untuk mewujudkan citra perempuan desa yang baru terbuka lebar.

Tapi tidak dengan, Mina, gadis manis ini tidak mendapat dukungan keluarga untuk sekolah lebih tinggi, cukup SMA saja, dan orang tuanya sudah menyiapkan calon suami untuk Mina.

Bagaimana perjuangan ketiga gadis itu mewujudkan rencana hidup yang mereka impikan? ikuti kisah mereka dalam novel ini.
Siapkan tisu maupun camilan.
Selamat membaca

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

FULL SENYUM

Mina melangkah menuju meja Bu Dyah full senyuman. Tak menyangka ia mendapat lowongan kerja secepat ini. Kata Mbak karyawan tadi besok diminta datang jam 10 pagi.

Mina pun sudah merancang, malam ini dia akan tidur di kosnya Tiwi, dan besok ia akan kembali ke toko ini dengan angkutan umum.

Bismillah lancar.

Benar saja, kalau hati tenang, pikiran rileks ia pun bisa tidur saat naik mobil. Menjelang isya, mereka sampai di tempat kos Tiwi.

Dari luar kos Tiwi tampak asri, sepertinya nyaman. Bu Dyah memencet bel rumah induk, mungkin rumah ibu kosnya. Tak butuh waktu lama, ibu kos keluar dan langsung memeluk Bu Dyah, ternyata Ibu Kos Tiwi adalah adik kelas Bu Dyah saat kuliah dulu.

Mereka basa basi yah temu kangen layaknya teman kuliah, Tiwi dan Mina juga sesekali ikut nimbrung, apalagi kalau sudah ada nasehat tentang pergaulan anak kuliah zaman sekarang.

Tepat pukul 10 malam, Tiwi dan Mina sudah bersiap tidur, keduanya saling menatap langit-langit kamar. Fokus dengan pemikiran masing-masing.

"Kita selamanya bakal satu frekuensi kan, Min?" tanya Tiwi mendadak melow. Mina menoleh sekilas, lalu tersenyum samar.

"Kenapa, Wi?"

"Hufh!" Tiwi menghembuskan nafas sebentar, sepertinya susah mengungkapkan kata-kata, tak seperti biasa.

"Ya gak bisa bayangin aja. Selama ini kita rebutan makanan doang, atau pensil. Bagaimana kalau semakin dewasa, kita malah rebutan cowok!"

Mina sontak tertawa, bahkan sampai bangun. Menatap Tiwi menabok kakinya pelan. "Lucu banget pikiran kamu, Wi!"

"Ya bisa saja kali! Cowok di sekolah kita mana ada yang beninh, Min. Makanya gak ada pertengkaran tentang cowok, tapi di kota ini kan banyak cowok ganteng! Bisa jadi playboy."

"Enggak lah! Kita kayaknya gak betengkar urusan cowok, karena kita beda tipe mungkin. Apalagi sama aku, daripada mikirin cowok mending pikirin perut biar kenyang!"

"Min?"

"Apa?"

"Kamu yakin mau kerja? Gak mau hutang orang tuanya Nay dulu?"

Mina kembali tersenyum samar, "Hutang? Terus aku bayarnya kapan? Sekaya-kayanya Nayratih, tetap saja mereka butuh uang, kebutuhan mereka jelas lebih besar!" jawab Mina bijak.

"Andai saja, warisanku banyak. Aku bakal kasih pinjaman buat kamu!"

Lagi-lagi Mina ngakak dengan ucapan Tiwi. "Emang warisan kamu berapa?"

"Kata ibu sih, sekitar 200 juta aja! Kalau dibuat kuliah jurusanku sih sisa banyak sampai lulus, cuma ibu gak mau memakai uang itu sembarangan, hanya untuk kebutuhan kuliahku sampai lulus. Takut ke depannya ada apa-apa, biar ada pegangan!"

"Betul, takdir orang ke depannya tidak ada yang tahu!" jawab Mina bijak.

"Kalau tahu mereka mau kasih warisan, aku pasti minta banyak, itung-itung gantinya nafkah lahir, nafkah perhatian buat aku yang selama ini gak pernah diurusin sama ayah maupun keluarganya!"

"Kok kamu gak pernah cerita?"

"Jangan cerita ke kamu, Min. Aku aja baru tahu soal ayahku malam setelah pengumuman kelulusan. Selama ini ya aku tahu, ayah meninggal sewaktu aku lahir. Ibu dan ayah kan bukan orang asli situ, pendatanglah. Ternyata beda cerita, untung saja aku anak halal!"

"Maksud kamu?"

"Ayah dan Ibu kawin lari. Keluarga ayah gak setuju, karena keluarga ibuku keluarga petani. Beda kasta."

"Terus?"

"Ya ayah dan ibu udang kadung cinta mati gitu kan ya, nekad saja. Alhasil, saat ibu mengandung aku, mulailah gonjang ganjing keluarga, ayah disuruh menceraikan ibu, dan dikasih rumah yang sekarang aku tempati itu. Miris ya berhubungan sama orang kaya. Dengan tega memisahkan ayah dan anak!" Mina menatap Tiwi dengan intens, ia tahu Tiwi sangat kangen pada ayahnya.

Tiwi selalu bilang ingin diantar jemput sang ayah, namun tidak akan mungkin, dan itulah satu-satunya alasan yang membuat Tiwi menangis.

"Tapi kok kasih uang buat kamu?"

"Kata ibu sih, sebelum kakekku meninggal menuliskan warisan 200 juta untuk aku! Aku juga gak tahu benar atau tidak alasan ibu, yang jelas ibuku sangat tertutup masalah asal usul ayah!"

Mina mengangguk, "Kita punya cerita masing-masing tentang keluarga. Kita bisa mengambil pengalaman orang tua kita, dan berusaha untuk memakai logika dalam mengambil keputusan apalagi dalam membina rumah tangga. Kita ambil bagusnya mereka, dan kita jauhi apa yang kurang baik."

Giliran Tiwi yang mengangguk. "Kamu tahu gak apa yang aku khawatirkan?" tanya Mina. Tiwi menggeleng.

"Kita beda pendapat! Bahkan sampai bertengkar memegang ego masing-masing."

"Maksudnya?"

"Kita semakin dewasa, Wi! Kita pasti punya keinginan tertentu layaknya kepentingan orang dewasa. Bisa jadi kepentingan itu memicu beda pendapat di antara kita. Mungkin bagi ku baik, tapi bagi kalian enggak, dan kita gak mau mengalah."

"Bisa jadi sih!"

"Yang jelas, Wi. Kalau menurutku jangan sampai kita terpecah hanya urusan cinta!"

"Setuju sih!"

"Aku pernah baca dalam sebuah buku, kalau kamu sukes mencapai cita-cita, singkirkan urusan hati terlebih dulu."

"Setuju pakai bingit! Relate lah sama yang diucapin Bu Kos tadi!" keduanya mengangguk setuju.

"Ouh ya, Wi!" ragu-ragu Mina mau memberi tahu soal lowongan kerja tadi siang. "Bu Dyah bilang gimana soal aku?"

"Teman aku!"

"Bukan itu, urusan tidurku!"

"Hem, ibu belum bilang sih!"

"Kayaknya aku tidur sini cukup malam ini aja kok?"

"Maksud kamu?" tanya Tiwi kaget.

"Toko roti yang kita singgahi tadi buka lowongan kerja, besok aku diminta ke sana jam 10 pagi?"

"Waoooow! Selamat!" ucap Tiwi bahagia sembari memeluk Mina.

"Lepas ah!" ujar Mina yang gak suka dipeluk-peluk. "Doain aku diterima ya, biar bisa segera nabung untuk kuliah!"

"Aamiin! Aku doain kamu segera bisa kuliah, Min!"

"Makasih!"

"Kamu udah punya baju buat daftar kerja besok?" inilah Tiwi, sahabat yang memang sangat peduli dalam keadaan apapun. Sejak tadi, Mina tak terpikirkan urusan baju, mungkin ia terlalu euforia karena menemukan lowker dengan cepat.

"Astaghfirullah, aku gak kepikiran, Wi!" ujarnya sembari menepuk jidat.

Tiwi bangkit dari kasur. Baju yang sudah tertata rapi di lemari terpaksa disortir kembali. "Kalau daftar kerja itu outfitnya harus sopan dan terlihat elegan. Kamu mau pakai rok atau celana panjang?"

"Bayanganku sih kulot aja, aku gak mau terlalu menampakkan tubuhku, dikira bukan ngelamar kerja tapi mau hang out lagi!"

Tiwi setuju, ia pun mengambilkan kemeja soft blue polos, dan kulot warna navy. Tiwi juga mengambilkan flatshoes miliknya warna navy. Tiwi meletakkan outfit buat Mina di meja rias, agar besok pagi tidak bingung mencarinya lagi.

Mina tertegun, ia hanya bisa diam, mengamati Tiwi yang mempersiapkan kebutuhan untuknya, sepatu, baju, aksesoris rambut, dan juga mini back, sambil mengomel ini itu Tiwi tak tahu kalau dirinya sedang dikagumi oleh Mina.

Aku hanya temanmu, Wi. Tapi kenapa kamu bisa seperhatian ini melebihi keluargaku sendiri. Batin Mina.

"Makasih, Wi!" ucap Mina sambil memeluk Tiwi yang pasti akan meronta dilepaska .

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!