Jika sebelumnya kisah tentang orang miskin tiba-tiba berubah menjadi kaya raya hanyalah dongeng semata buat Anna, kali ini tidak. Anna hidup bersama nenek nya di sebuah desa di pinggir kota kecil. Hidupnya yang tenang berubah drastis saat sebuah mobil mewah tiba-tiba muncul di halaman rumahnya. Rahasia masa lalu terbuka, membawa Anna pada dunia kekuasaan, warisan, dan cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichi Gusti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Target Bully
"Sudah datang?" Wanita cantik berambut lurus tampak masuk ke ruangan itu. Ia berusaha menyembunyikan rasa kagetnya karena tidak menyangka bahwa gadis cupu kemarin benar-benar datang sebagai sekretaris.
"Iya Mba Sherly. Perkenalkan ini karyawan baru di divisi sekretaris!"
Wulan memberi kode kepada Anna untuk menyalami Sherly.
Anna pun mengulurkan tangan yang hanya disambut dengan senyum dan anggukan kecil oleh Sherly.
Lalu muncullah bisik-bisik yang memang diinginkan oleh sekretaris utama direktur itu.
Huh! Mau mengambil posisi gue?! Jangan mimpi kamu ya! ucap Sherly dalam hati.
"Makasih Mba Wulan. Serahkan kepada saya, saya akan membina anak baru dengan baik."
"Baik Mba Sherly. Saya tinggal dulu ya, Anna!" Wulan pun berlalu meninggalkan Anna untuk melaksanakan tugas selanjutnya.
"Tempat dudukmu sudah disiapkan. Itu, meja di pojok sana!" tunjuk Sherly ke sebuah meja yang terletak terpencil di dekat pantry ruang sekretaris.
Para sekretaris yang ada di ruangan itu pun tampak menahan tawa.
Sebelumnya tidak pernah ada pembulian di ruang sekretaris, mereka biasanya bekerja secara profesional. Namun entah mengapa pagi ini sekretaris direktur membuat suasana baru.
Yah. Hitung-hitung hiburan, pikir beberapa orang yang ada di ruangan itu.
Anna nampak terdiam memandang posisi mejanya.
"Maksud ibu, itu meja saya?"
Sherly sempat terkejut sejenak karena Anna berani mempertanyakan ucapannya.
Sherly melipat kedua tangan di dada. "Ya! Apa kamu budeg?" ucapnya meremehkan Anna.
Anna melihat dan merekam reaksi orang-orang di ruangan itu. Ada yang tersenyum, ada yang pura-pura tidak mendengar dan ada yang merasa prihatin kepadanya.
"Tidak. Tentu saja tidak!" Jawab Anna tegas. "Lalu pertanyaan yang sama ingin saya tanyakan kepada ibu. Apakah ibu budeg?"
Wajah Sherly memerah. Rasanya ia ingin menampar mulut kurang ajar anak baru itu jika tidak mengingat wibawa yang harus ia jaga di kantor ini. Ia paham maksud Anna adalah ucapan William kemarin.
"Sungguh karyawan baru yang tidak sopan!" cela Sherly menyembunyikan harga dirinya yang terluka.
"Saya mendengar dengan jelas yang disampaikan Direktur kemarin. Anda juga mendengarnya kan, Mba Risha?" Pandangan Anna beralih kepada salah satu sekretaris di ruangan itu. Salah satu wanita yang kemarin bersama dengan Sherly.
Risha pun memucat. "Ah. Itu. Apa ya? Saya tidak tau apa yang kamu maksud!"
Huh! Anna mendengkus. Baru kemarin sudah lupa!
"Atau... meja di sudut itu. Meja yang disiapkan buat saya itu adalah meja Bu Sherly dulunya?" Kena Lo! Ga ingat apa, kemarin gue disuruh gantiin posisi elo!
Suara-suara bisikan pun mulai terdengar mempertanyakan apa maksud karyawan baru itu. Kenapa anak baru mempertanyakan meja Sherly.
"Jika ibu tidak ingat, biar saya ingatkan. Direktur menyuruh saya untuk-"
"STOP!" hardik Sherly dengan keras memotong ucapan Anna. Aku harus menghentikan bocah sialan ini . Dan jangan sampai yang lain tahu peristiwa memalukan kemarin. Sherly menarik napas seakan Anna hanya bicara omong kosong.
"Saya tidak tahu apa yang ingin kamu sampaikan dan apa yang ingin kamu dapatkan dengan membantah saya seperti ini!" seru Sherly, lalu ia berhenti sejenak. "Yang jelas, tingkah laku-mu kali ini akan menjadi catatan dan bahan evaluasi untuk karir mu ke depan!" Sherly mengacungkan telunjuk nya dengan tatapan menusuk.
[The end!]
[Mampus itu anak baru]
[Hari pertama aja udah bikin yang mulia nona Sherly marah, gaes!]
Grup sekretaris bergetar.
[Iya. Berani sekali si cupu itu!]
Jawab yang lain.
[Tapi, kalian liat deh gaes! Wajah Miss Sherly. Kwkwk.]
[Iya. Liat]
sambung yang lain.
[Hei! Kalian boleh ngegosip soal cw itu. But jangan bicara jelek tentang k' Sherly]
Risha ikut mengetik balasan. Marah.
[Eh. Iya. Maaf y k' Risha!]
[Penasaran deh. Anak baru itu bawa-bawa direktur kan, ya?]
[Iya. Emang direktur bilang apa?]
...
tidak ada lagi ketikan di grup.
Anna tetap tenang meski mendapat ancaman dari Sherly. Gadis berkaca-mata itu mendorong kacamata nya dengan ujung telunjuk. "Sebaiknya anda yang berhati-hati Bu Sherly! Saya dengar, direktur utama di kantor ini tidak suka adanya bullying !"
"Bullying?! Shits! Masih bisa ngebantah juga kamu?!" Sherly naik pitam. Beraninya cewek culun ini ngebantah!!!? Tidak seperti yang dibayangkan oleh Sherly, ternyata karyawan baru ini terlalu berani, jadi agar tidak mengulangi kesalahan, maka harus dihukum. "JONGKOK!!" hardik Sherly dengan suara tinggi. Kedua matanya melotot di bawah alis yang digambar tipis.
Hening.
Aura di ruangan sekretaris itu menjadi suram dan dingin.
Telunjuk Sherly mengarah ke lantai. Apa katanya? Bullying?! Huh. Belum tau aja dia lagi berurusan sama siapa. Pake bawa-bawa direktur dan bullying segala!
Anna sempat bergetar mendengar hardikan Sherly. Matanya menatap tajam ke arah telunjuk Sherly yang mengarah ke lantai. Ia pun merasakan tatapan semua orang mengarah kepadanya.
"M-mba Sherly ... mohon ga usah sampai begitu," sebuah suara lemah terdengar dari salah satu meja sekretaris di ruangan itu.
"Jangan ikut campur kamu Vita! Atau kamu mau ikutan jongkok?"
"Huuu!!" terdengar seruan cemooh dari rekan mereka yang lain.
Anna menarik napas. Jika memperturutkan ego, maka bisa saja Anna kembali membantah dan melawan ucapan Sherly. Namun, ini baru hari pertama nya kerja. Ia punya misi yang lebih penting daripada melayani orang-orang sombong seperti Sherly dan teman-temannya. Anna tersenyum miring lalu perlahan menurunkan lututnya ke lantai.
Nyeri.
Lutut Anna yang terluka kemarin serta hatinya terasa nyeri. Ingin rasanya menangis saja.
***
"Kenapa Bapak hanya melihat saja?" Putra- asisten sekaligus supir William bertanya kepada pria yang hanya terdiam menatap layar monitor yang menampilkan ruangan sekretaris.
Kursi yang diduduki William bergoyang ke kiri dan ke kanan. Ia sudah menyampaikan kepada Sherly bahwa pagi ini ia akan meninggalkan kantor sebentar untuk urusan pribadi. William sempat keluar ruangan, lalu kembali untuk mengambil sesuatu hingga akhirnya melihat tontonan di layar monitor cctv.
"Seorang Wijaya harus memiliki jiwa yang kuat." William tersenyum lalu berdiri dan meninggalkan ruangan nya.
***
Sherly merasa di atas awan saat Anna sudah berlutut di depan nya. Namun ia belum puas. Masih ada dendam akibat dirinya sudah dipermalukan di depan karyawan toko kemarin. Lalu sebuah cangkir kopi menarik perhatiannya.
Berani sekali seorang cewe cupu mengharapkan sesuatu yang hanya Sherly yang boleh memiliki! Sherly mengambil gelas berisi kopi di depannya itu. Ia pun melihat tatapan terkejut para sekretaris di ruangan itu.
Syuuuuuur.
Air kopi yang meskipun tidak panas lagi, terasa hangat membasahi kepala Sherly.
Ya. Gelas kopi di tangan Sherly masih dalam genggaman nya ketika ia merasakan kepalanya basah.
"Pa-Pak William?!" Sherly tercekik saat menyadari seseorang lebih dulu menyiram kepalanya.