Diusianya yang tak lagi muda, Sabrina terpaksa mengakhiri biduk rumah tangganya yang sudah terajut 20 tahun lebih lamanya.
Rangga tega bermain api, semenjak 1 tahun pernikahnya dengan Sabrina. Dari perselingkuhan itu, Rangga telah memiliki seorang putri cantik. Bahkan, kelahirannya hanya selisih 1 hari saja, dari kelahiran sang putra-Haikal.
"Tega sekali kamu Mas!" Sabrina meremat kuat kertas USG yang dia temukan dalam laci meja kerja suaminya.
Merasa lelah, Sabrina akhirnya memilih mundur.
Hingga takdir membawa Sabrina bertemu sosok Rayhan Pambudi, pria matang berusia 48 tahun.
"Aku hanya ingin melihat Papah bahagia, Haikal! Maafkan aku." Irene Pambudi.
..........................
"Tidak ada gairah lagi bagi Mamah, untuk menjalin sebuah hubungan!" Sabrina mengusap tangan putranya.
Apa yang akan terjadi dalam kehidupan Sabrina selanjutnya? Akankah dia mengalah, atau takdir memilihkan jalannya sendiri?
follow ig @Septi.Sari21
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6
Setelah pertemuan singkat itu, Sabrina pulang dengan menaiki taxi online, karena dia menolak untuk diantarkan Revan pulang.
Begitu dia sampai didalam rumahnya, Sabrina sempat berhenti beberapa detik didepan teras. Dia memandangi cukup lama bangunan dua lantai itu. Air matanya kembali luruh, namun dengan cepat dia mengusapnya.
Dan mungkin setelah ini, rumah megah itu akan terasa hambar. Rumah mewah itu sudah tidak lagi memberikan rasa hangat untuknya. Yang ada, hanyalah rasa kebencian yang baru saja terpupuk oleh kenyataan. 20 tahun sudah dia bagaikan orang gila, yang hanya bersikap ceria, tanpa tahu ada kehidupan lain yang tersembunyi rapat.
Sabrina mencoba tabah, tersenyum getir, sambil melanjutkan kembali jalannya masuk kedalam.
Dan tepat pukul 5 sore, kini putra tercintanya baru pulang. Terdengar suara motor Haikal yang baru saja memasuki garasi.
Pemuda tampan itu segera melepas helmnya, dan langsung bergegas masuk kedalam.
"Mah ... Haikal sudah pulang! Mamah, dimana?" teriak Haikal berjalan kearah dapur. Namun dia tidak mendapati Sabrina ada disana.
Dua pelayan muda, yang bernama Nur dan Ana, mereka tampak saling melempar tatap, karena sejak tadi mereka juga belum melihat majikannya keluar dari kamar.
"Ibu sejak tadi belum turun, Mas Haikal!" beritahu Ana, saat dia tengah selesai mencuci piring.
Ana~pelayan muda itu, hanya berselisih 3 tahun saja dari usia Haikal. Karena keterbatasan biaya, Ana memutuskan merantau, hingga bertemu Sabrina.
Haikal segera naik keatas. Dia membuka kamar Ibunya. Dan benar, Sabrina memang ada didalam. Namun, begitu dia melihat aktivitas yang dilakukan sang Ibu, kedua mata Haikal membola terkejut. Dia lantas segera masuk kedalam, menghentikan upaya Sabrina.
"Mamah, apa yang mamah lakukan?" tegur Haikal, menarik lengan Mamahnya, hingga tubuh Sabrina berbalik.
"Apa yang terjadi, Mah? Kenapa Mamah seperti ini?" Haikal sedikit menaikan suaranya, karena saat ini penampilan Brina tampak kacau. Mata Haikal memanas, hingga air matanya sudah menggenang dipelupuk.
Sabrina mencoba melepaskan cengkraman tangan putranya. Bibir pucatnya tertarik, hingga membentuk senyum paksaan.
"Mamah hanya merapikan baju-baju Mamah, yang sudah tidak kepakai saja!" gumam Brina menatap kosong kedepan.
Haikal menggelengkan kepala. Dia yakin, Mamahnya saat ini tengah tidak baik-baik saja. Dia tahu betul, karena tidak biasanya Brina bersikap seperti saat ini. Tatapanya kosong, wajah cantiknya tampak pucat, seakan tidak ada gairah kehidupan yang terpancar.
"Jangan bohong dengan Haikal, Mah! Katakan, apa Papah yang membuat Mamah seperti ini? Ayo katakan, Mah ... Biar Haikal buat perhitungan sama Papah!" Haikal terusa saja membujuk Mamahnya, agar Sabrina dapat bercerita.
"Nggak, Papah nggak berbuat apa-apa! Mamah tadi kecapean, tadi soalnya Mamah habis olahraga!" dalih Sabrina, mengerjabkan matanya, mencoba membuyarkan lamunannya saat ini.
Haikal agak ragu. Matanya masih memicing, dengan beberapa pertanyaan berputar dalam kepalanya. Mungkin setelah ini, dia akan mencari tahu, sebab apa Mamahnya seperti ini.
*
*
*
Mobil Rangga baru saja memasuki gerbang rumahnya, tepat pukul 9 malam.
Tidak biasanya pria matang itu pulang telat, jika tidak meminta ijin Istrinya terlebih dahulu. Sebelum benar-benar turun, Rangga memejamkan mata sejenak. Dia terlihat mengatur nafasnya, membuang hal negatif, agar disaat dia memasuki rumahnya, hanya kebahagiaan yang dia rasakan.
Begitu sepatu hitam mengkilat itu menapakan ujung teras dalam. Baru kali ini Rangga merasakan sesuatu yang jarang sekali dia temui selama pernikahannya.
Biasanya, Sabrina sudah berdiri didepan pintu menyambutnya, mau selarut apapun pulangnya. Tapi, entah mengapa perasaan Rangga mendadak cemas, karena perubahan sikap istrinya seharian tadi.
Saking sepinya, hingga suara pijakan sepatu terdengar begitu nyaring, menggema diseluruh ruang.
Semakin masuk kedalam, Rangga sempat tertegun, disaat melihat televisi besar itu tampak hidup. Pikirnya, mungkin Sabrina saat ini tertidur karena terlalu lama menunggunya. Tetapi, semakin dia mendekat,
Sabrina tampak duduk tenang, membaca majalah ditangannya, tak bergeming, padahal mendengar langkah kaki suaminya mendekat.
"Dek, belum tidur? Kok, Mas pulang nggak disambut?" tanya Rangga dengan hati-hati. Dia meletakan tas kerjanya diatas meja, lalu ikut duduk disebelah Sabrina.
"Ini rumahmu, bukan hutan! Tanpa kusambut pun, kamu tidak akan tersesat," cetus Brina, dengan pandangan masih melekat kearah majalah.
Degh!
Hati Rangga mencoles, kala mendengar suara dingin sang istri. Dia yang sejak tadi sudah lelah menghadapi Aruna, berharap pulang akan lebih tenang dengan sambutan hangat Sabrina. Kini malah semakin membuat emosinya kembali memuncak, hingga tangan kekar itu langsung menyambar majalah sang istri.
"Sejak kapan kamu mengabaikan suamimu ini, Sabrina!" sentak Rangga.
Dada Brina mulai bergemuruh kuat. Dia spontan menoleh dengan lirikan tajamnya. Tak lama kemudian, Brina bangkit dari sofa empuk yang tadi dia duduki. Namun setelah itu, Brina kembali menormalkan raut wajahnya.
"Aku lelah, istirahatlah jika kamu juga lelah!" setelah mengatakan itu, Sabrina langsung melenggang pergi dari hadapan Rangga.
Rangga termenung sendirian, duduk dengan menunduk sambil mengacak kepalanya. Pikirannya bertarung kuat, antara melepaskan Aruna, atau mempertahankan keluarga cemaranya.
4 jam yang lalu,
Begitu keluar dari lobi kantor, ponsel Rangga yang berada disaku jas hitam miliknya, kini bergetar kuat.
Dia berhenti untuk menjawab panggilan tadi.
"Sudah aku katakan sama Mika, jika aku tidak dapat pulang, Aruna! Jadi jangan memperkeruh keadaan!" tekan Rangga, sambil berjalan menuju mobilnya.
Rangga menekan remot kecil, lalu segera masuk kedalam. Satu tangganya masih menggantung ditelinga, karena panggilan Aruna belum juga berakhir.
📞 "Kamu keterlaluan, Mas! Aku sudah sabar menghadapi kesibukanmu. Hingga aku rela merendahkan harga diriku didepan istrimu juga-"
Hah!!!
Rangga mendesah kasar. Setelah itu dia langsung memutus panggilan Aruna, dan segera melanjukan kembali mobilnya.
Jika bukan karena putrinya, Mika. Rangga tidak akan pernah menghiraukan ucapan Aruna. Biar bagaimanapun, ada Mika yang berhak mendapat kasih sayang, walaupun gadis cantik itu hanya mendapat sebagian saja.
Tak berselang lama, mobil Rangga memasuki sebuah rumah lantai satu, yang kini terletak didalam komplek cukup mewah. Rangga membeli rumah itu dulunya, sebagai hadiah atas kelahiran putrinya~Mika.
Rangga bergegas turun, berjalan cepat dengan wajah menahan geram.
Melihat kekasihnya pulang kerumah, Aruna langsung menghampiri Rangga, setelah tadi dia selesai memasak.
"Mas Rangga, kamu ternyata kesini. Ayo makan dul-"
"Dimana, Mika?" sentak Rangga menampakan wajah bengisnya.
Semenjak kesalahan fatal yang dia buat dengan Aruna, tidak pernah sekalipun Rangga dapat bersikap manis, sama seperti yang dia tunjukan dengan istrinya~Sabrina. Malah, Aruna kerap kali mendapat siksaan, bahkan pukulan, jika dia meminta waktu Rangga, hanya demi Mika.
Rangga merasa muak, karena waktunya harus tersita, jika bukan sesuai keinginannya. Betul Mika adalah kesalahan yang ia buat, tapi adanya Mika, Rangga merasa lebih bahagia.
...lanjut thor 💪🏼
di tunggu boncapnya thor lanjut.
lanjut thor💪🏼