NovelToon NovelToon
Mengejar Cinta Gadis Bercadar Gamon

Mengejar Cinta Gadis Bercadar Gamon

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Duda / CEO / Cinta Paksa / Beda Usia
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Cengzz

KISAH PERJUANGAN SEORANG LAKI-LAKI MENGEJAR CINTA GADIS BERCADAR YANG BELUM MOVEON SAMA PRIA MASA LALUNYA.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12

"Bang gelas pecah!" Pekik Revan panik, matanya membelalak kearah lantai.

Sontak mereka menoleh, mengikuti arah pandangnya. Namun tak menemukan gelas pecah, hanya lantai bersih dan kinclong disana. Seperkian detik tawa pecah kala teringat insiden gelas pecah yang jadi bahan olokan.

"Emang Adek durhaka lu, lor." Ucap lucky setengah kesal. "Nggak digrup, nggak disini, nggak dimana-mana gelas melulu pembahasannya. Kalau bisa diungkit aja seumur hidup tuh gelas!" Oceh lucky menatap tajam Revan, sebelum melayangkan tonjokan pelan dilengannya.

"Wajib diungkit sih bang. Harusnya gelas bersejarahnya gue ukir. 'gelas pecah, hancur berkeping-keping seolah menggambarkan perasaan lucky Raze yang juga remuk tak tersisa setelah mendapatkan penolakan mentah-mentah didepan calon mertua.' terus dibawahnya gue kasih hastag gini." Revan mengangkat tangan menulis diudara dengan gaya dramatis."#RIPGELAS #RipPerasaanFromLuckyRaze #DiTolakDepanCalonMertua #GelasAjaMasihUtuhLuEnggak #TeamGelasOrLucky"

Sabrina terkekeh geli. Eva memegang perutnya terpingkal-pingkal. Bella ikut ngakak. Lucky yang ditertawakan hanya bisa menghela nafas, sabar-sabar. Orang sabar pantatnya lebar.

Livy tertawa sampai mukanya memerah. "Sumpah ini lucu banget. Gelas pecah, hati juga ikut pecah! Bisa gitu hahahah! Mulut Lo emang kagak ada remnya Gilak!"

"Kalau gelas itu bisa ngomong, dia bakalan bilang gini 'ya elah bang, gue aja retak, tapi kagak seretak Lo tuh' " tambah Revan dengan tawa khasnya, melengking.

Semua kecuali lucky langsung ngakak terbahak-bahak.

"Gelas aja ngeroasting kamu, kak lucky." Eva cekikikan. "Parah kamu, kak!" Ia menabok lengan suaminya.

"Are you okay, kak?" Tanya Bella, dengan raut wajah tanpa dosa.

Lucky menghela nafas, nyengir miris. "Gue nggak apa-apa.... Serius, Gue udah ikhlas. Toh, dari awal juga gue udah tau..... Gelas itu cuma alat minum, bukan alat ngikat hati orang yang belum move-on sama masalalunya." Jawabnya dan melanjutkan kalimat terakhir dalam hati. Bella merasa kasihan? Tidak, ia malah ketawa. Tawanya membuat hati lucky makin getir.

Revan tambah ngakak. "YA AMPUN BANG! GELAS AJA LEBIH BERFUNGSI, BISA DIPAKE BUAT MINUM!"

Lucky menepuk jidat, "gelas aja bisa nyajiin kopi, Lor. Beda sama gue yang nyajiin rasa, tapi ditolak!" Ia mencoba bercanda ditengah kesedihan yang melanda.

Bella terkekeh tanpa dosa. "Gelas plastik aja bisa nyajiin kopi. Berarti gelas lebih berguna daripada kamu, Lucky," ucapnya santai, tersenyum di balik cadarnya jelas-jelas mengejek.

Lucky mematung, bibirnya kaku. "Wah, langsung nusuk ke jantung, ya…"

Livy udah nggak kuat lagi, "kak, sabar. Itu bukan gelas lagi namanya, itu udah guci keramat. Isinya luka batin."

Revan nyengir sambil nimpalin, "Gelas: 1, Lucky: 0. Skor sementara." Bak komentator bola, mereka ngakak. Lucky hanya bisa geleng-geleng kepala dengan perasaan hancur yang ia tutup-tutupi.

"Ayo, masuk dulu! Pembahasan gelas bisa dilanjut didalem!" Ajak Sabrina berjalan. Dibelakang, mereka mengikuti, masih menertawakan lucky. Yang ditertawakan pura-pura tertawa. Menggangap lucu saja, lucu dengan dirinya sendiri yang ditolak dan disakiti sama bella namun masih berharap.

Semua duduk disofa masing-masing. Bella satu sofa sama Sabrina, livy sendiri, Eva dan Revan, menghadap lucky yang duduk disofa single.

"Hati-hati bang! Gelasnya pecah lagi!" Peringat Revan melihat lucky yang hendak menyesap air putih.

"Slow, aman. Ini bukan gelas, tapi botol. Kalo dibanting pun nggak akan pecah, paling ngereog!" Lucky menengak air minumnya, sembari menaik-turunkan alisnya, menatap mereka yang tertawa-tawa. Matanya tak sengaja menangkap Revan yang tiba-tiba mengangkat ponselnya, mengarahkannya ke muka lucky seperti orang selfie.

"Apaan woi!" Suara orang-orang mengangkat video callnya (vc grup).

"Wih! Ada babang uki nih! Gimana bang? Aman?" Tanya Aldo ramah, nyengir dilayar ponsel.

"Aman banget, do!" Sahutnya nyengir, menatap adik arhan beda ibu itu.

"Buset Luk! Sembab banget tuh muka? Ada ape? Jangan bilang lu habis demo.... Nuntut keadilan, bukannya dapet keadilan, malah dilempar...." Raka tak meneruskan kata-katanya.

"Dilempar gelas!" Celetuk revan membahas gelas lagi.

"Allahuakbar gelas Mulu yang dibahas! Ampe bosen gue dengernya! Tapi anehnya lucu, cok!" Gerutu Leon ngakak.

"Abang gue udah jadi duta gelas sekarang, gays!" Ucap Revan tiba-tiba, dengan raut wajah bangga.

"Really? Seriously?" Sahut beberapa dari mereka, terbelalak.

"Yoi! Nanti gue jadi ambassador gelas seluruh dunia!" Lucky menepuk dadanya, nyengir.

"Tapi dilihat-lihat cocok juga Luk! Nanti gue beli dah gelasnya. By the way, mbak Bella! Tuh Abang luckynya! Setelah ditolak dirumah calon mertua. Berkunjung kembali, mau ngelamar dirumah Sabrina. Siapa tau keterima lamarannya!" Cerocos Raka membuat beberapa orang ngakak.

"Iya, mbak. Terima aja tuh! Daripada bang lucky digaet orang!" Goda Sabrina menyenggol lengan Bella.

"Couple belluk!"

"Beluk any1ng! Beluk mah. Aneh, koplak!" Ceplos Revan. Tawa pecah, menggema dari ponsel.

"Ya udah, Belu aja! Mantep tuh!" Usul Raka, nyengir dilayar ponsel.

"Kenapa gak Sekalian belut aja, rak? Biar lebih aesthetic-aesthetic manja tralala gitu!" Jawab lucky memaksa tersenyum.

"Nggak ah, jelek Luk." Cengir Revan.

"Lak! Luk! Lak! Luk! Sopan bener mulut Lo!" Kesal lucky pura-pura sinis.

Revan dan yang lain ngakak melihat ekspresi lucky yang kesal namun terkesan lucu.

"Sini nih! Mampir ke mansion! Sepi banget bro, cuman ada gue, bang lucky, Bella, Sabrina, Eva sama livy!"

"Duluan/ Yo/ jojong/ nanti aja, bentar lagi tahun baruan kok! Libur panjang nih!" Kata beberapa orang digrup. Dan Sean mewakili yang mendapat anggukan dari Anggota mansion squad.

"Sini rak gc! Jangan aleman! Gak usah rebahan bae dikamar!" Paksa Revan.

"Sok lah! Mager pan!" Kata Raka menguap dilayar ponsel.

"Pura-pura ngantuk Lo?Padahal pengen ngocok kan?" Tuduh Revan frontal. Bella hanya bisa beristighfar sambil ngelus-ngelus dada.

"Nuduh Bae Lo! Gue kagak pernah ngocok ya!" Raka membantah tuduhan tersebut dengan nada canda.

"Yang bener?" Sahut beberapa orang memicing dari layar ponsel dan juga diruang tamu. Kecuali Bella, terdiam mengelus-elus dada, mengucap istighfar.

"Suer dah!" Raka mengangkat jarinya, memasang raut wajah meyakinkan.

"Raka mau aku bantu kocokin nggak!" Suara seseorang terdengar dari hp Raka. Semua orang terkejut bukan main. Sementara Raka menatap sengit sang pelaku yang tak lain dan tak bukan adalah Kevin. Pria itu tiba-tiba menindih tubuhnya dengan manja sambil mendusel-dusel pipi raka yang hanya bisa pasrah. Ekspresi mereka yang melihatnya : geli, ngakak, merinding sebadan-badan.

"Hay!" Sapa Kevin Dengan nada perempuan.

"Jijik sih bgst! Jijik!" Umpat raka keceplosan.

"Kamu kok gitu sama aku, Raka!" Dumel Kevin cemberut, lalu mencium pipinya.

"What? Hah?" Reaksi mereka terperangah.

"Allahuakbar! Kaum nabi Luth!" Celetuk Revan, memegang dadanya dramatis.

"Babay kalian semua! Aku mau pelukan dulu sama Raka!" Kevin melambai sebelum akhirnya mematikan video call di hp Raka. Revan juga ikutan mematikan video call.

"Merinding sekujur badan tuhan!" Lucky mengusap kedua lengannya, merinding sangat.

"Hiii takuuutnyeeee!" Ucap Revan dengan nada khas video meme.

Ruang Tamu penuh tawa riuh hanya karena mendengar suara Revan.

Sabrina tiba-tiba menyeletuk. "Mbak! Gak ada niatan Nerima lamaran kak lucky? HM?"

Raut wajah lucky seketika berbinar. "Direstuin nih sama adek ipar?" Tanyanya senang.

"Setuju aja! Gue dukung restu nih!" Kata Sabrina semangat.

"Dukung juga!" Kata Revan menimpali.

Lucky tak bisa menyembunyikan kesenangannya saat mendapat support dari Revan, Sabrina, Eva dan livy.

"Gimana mbak Bella? Mau sama Abang saya? Nanti kita bisa iparan, bisa jadi keluarga loh!" Revan antusias dan bertanya.

Mereka terlihat antusias menunggu jawaban Bella. Sejak tadi, hati lucky terus memekik, berharap Bella menerimanya lewat kenyataan, bukan angan-angan semata.

"Maaf, saya nggak bisa menerima lamaran dia. Saya tidak punya perasaan apa-apa sama Abang kamu."

Deg!

Suasana riuh sontak lenyap, harapan mereka semua langsung terkubur dalam-dalam.

Lucky membeku, jantungnya seolah berhenti berpacu. Namun, kalimat itu terus terngiang-ngiang dibenaknya. Wajahnya yang semula gugup, penuh harap, mendadak kosong. Senyum sumringah yang terukir diwajah tampannya seketika lenyap, tergantikan dengan tatapan hampa yang menyesakkan.

"Mbak? Seriusan mbak nggak punya perasaan apa-apa sama kak lucky?" Tanya Sabrina masih tak percaya.

"Demi Allah dek. Aku emang gak punya perasaan apa-apa sama dia. Sedikit aja nggak ada, bener-bener nggak ada. Aku nggak suka sama dia." Bella menoleh, menggelengkan kepalanya dengan cepat, tegas. Sorot matanya penuh keyakinan, tanpa ada keraguan, seolah tak menunjukkan sedikitpun perasaannya.

Ruangan hening kembali. Bibir lucky terbuka, tapi tak bisa berkata-kata. Ini Penolakan depan umum dan depan mata yang sudah ke berapa kali? Tidak ada perasaan apapun? Nggak suka sama sekali? What?

"Masa sih, bel? Kalo Abang saya nanti dimilikin sama orang lain gimana? Awas cemburu loh!" Goda Revan bergurau, mencoba mencairkan suasana. Dalam hati ia bisa merasakan bagaimana rasanya ditolak didepan umum, sakit banget.

"Saya nggak cemburu." Bantahnya tegas, Bella menghela nafas singkat. "Ya, kenapa? Silahkan aja, itu hak dia. Saya nggak punya hak buat ngatur hidupnya, apalagi soal hati dan pilihan. Kalau ada yang bisa bahagiain dia, ya kenapa nggak? Bukankah bagus? Setidaknya, dia bisa nemuin orang yang bisa membalas perasaannya."

Kata-kata itu bagai benda tajam yang mencabik-cabik hati lucky, menggoyakkan pertahanannya.

Disofa, Revan terbungkam nyaris tak menyangka. Begitu pula dengan Sabrina, Eva dan livy yang terpaku sesaat.

"Bener nih, mbak? Kalo mbak ngelepasin kak lucky, mending dia buat saya aja deh!" Livy menatap lucky yang tengah menatapnya, satu anggukan kecil diberikan, pertanda mengisyaratkan lucky tuk mengikuti arahnya. Paham maksudnya, lucky manut-manut saja.

"Silahkan aja, mbak livy!" Jawab Bella bener-bener tak peduli.

"Kak Lucky. Mulai sekarang kamu sama aku aja, biar aku rawat, aku jaga, aku suapi kalo perlu!" ucap Livy setengah bercanda, namun dengan tatapan serius penuh empati.

"Ya udah, kamu sama saya saja liv. Saya siap membahagiakan kamu," Lucky tersenyum sumringah, sengaja mengikuti permainan livy.

Seketika, ruangan dipenuhi tawa dan sorak menggoda dari yang lain.

"Eh-eh, cepet banget move on-nya, kak!" seru Eva sambil menepuk bahu Revan.

"Fix! Hati bang Lucky tuh kayak WiFi, cepet nyambung ke jaringan baru!" celetuk Revan. "Kecuali. wifi tetangga yang dipassword!" Tambahnya membuat Livy, eva tertawa terpingkal.

Namun disisi lain, Bella masih tetap diam. Jangankan cemburu. Panas saja tidak. Seolah bodoamatan. Toh, dia memang tidak pernah cinta sama lucky. Jadi untuk apa cemburu? Gak guna.

'seriusan mbak Bella gak cemburuan?' batin Sabrina, terkejut. Bukannya ia sok tahu atau mengada-ada. Tapi setelah menelisik mata Bella, memang tak ada tanda-tanda kecemburuan. Tak ada sorot luka atau sekadar gelisah. Setidak peduli itukah?

"Gas bang, lamar tuh si livy! Iket Bae! Kalo perlu gantungin dijemuran!" Celetuk Revan sengaja memanas-manasi. Pasalnya, sejak tadi Bella hanya diam, tak bereaksi seperti wanita yang cemburuan.

"Waduh, bisa cembukor tuh si Kevin!" Celetuk Sabrina terkekeh. Dia tahu bahwa Kevin ini mantannya livy yang belum move-on sampe sekarang.

"Hati-hati pas nikahan nanti, bang. takut dibom doang tuh gedung sama Kevin perkara ditinggal nikah sama mantan. Kevin berdiri seorang diri, menyaksikan mantan di pinang orang lain, dia bahagia mencium tangan suami, sedangkan gue mencoba teguh sendiri, bersama kenangan yang dia beri, namun sulit buat dilupain!" Kata Revan dramatis, ngakak.

Mereka ngakak terbahak-bahak membayangkan Kevin yang menghancurkan gedung perkara cemburu melihat mantan menikah dengan orang lain. Emang parah si Revan.

"Mbak kamu gak cemburu sama sekali nih? Kamu perempuan atau wonder woman?" Tanya Revan ngelantur. Eva menggeplak lengannya, meralat.

"Ngapain cemburu? Saya tidak memiliki perasaan apa-apa sama dia. Saya nggak cinta sama dia, saya cintanya sama orang lain!" Kata Bella tenang, suaranya datar tanpa ragu.

Namun kata-kata itu bukan hanya sekedar penolakan. Tetapi bagai peluru tajam yang melesat cepat, langsung menusuk jantung lucky tanpa ampun.

"NT bang! NT!" Revan akhirnya menyerah sambil merangkul pundak abangnya.

"Ternyata percuma kak! Sabar ya!" Livy menatap kasihan lucky.

"Kamu suka sama siapa mbak?" Tanya Sabrina penasaran, dengan laki-laki yang disukai Bella.

"Dia suka sama si Ammar! Suami orang!" Ucap lucky spontan. Nadanya terdengar jelas, menunjukkan kekesalan yang tak terbantahkan.

"Kamu suka sama suami orang mbak? Ammar siapa?" Tanya livy mengintrogasinya.

"Itu loh, pemuka agama di pesantren! Dia suka sama si ammar-ammar itu. Padahal, dia sudah memiliki istri. Tapi Bella gak masalah, meskipun ujung-ujungnya diduakan!" Ungkit Lucky bergidik jijik kala menyebut nama Ammar.

Bella mendengus pelan, mendelik tajam lucky yang tengah menatapnya dengan kesal. "Kamu jangan fitnah ya. Gak usah mengarang-ngarang cerita. Saya tidak pernah suka sama dia. Demi Allah saya gak suka sama dia. Jangan pernah percaya sama dia yang bilang saya suka sama laki-laki yang bernama Ammar tadi. Itu semua fitnah dan karangan dia doang!" Tegas Bella meyakinkan sampai-sampai bersumpah buat meyakinkan mereka, mereka terdiam percaya dan yakin.

Tapi tidak dengan lucky, ia tak percaya. Bisa saja Bella berbohong mengenai perasaannya. Orang mana sih yang mau mengakui dirinya menyukai suami orang? Gak ada. Pikir lucky logic.

"Wah si Abang ini! Gak boleh gitu bang! Jangan bawa-bawa nama orang untuk ngarang-ngarang cerita. Khawatir jadi isu-isu gak beres!" Tegur Revan serius, dengan nada bercanda.

"Tadi gue ketemu orang yang suaranya mirip sama arhan loh!" Malas di ceramahi, segera lucky mengalihkan pembicaraan.

Sontak membuat mereka terdiam, menatapnya intens, antara ragu dan rindu.

"Hah? Yang bener? Mirip banget?" Bella langsung bertanya dengan nada yang lebih tinggi dari biasanya, terlihat antusias.

Lucky heran dengan bella, namun tak curiga. Toh arhan memang dirindukan sama mereka-mereka.

"Seriusan bang? Lo gak bercanda kan?" Tanya Revan tak menerima candaan.

"Mirip banget? Plis, jangan bercanda dengan orang yang masih larut dalam Duka!" Lirih Sabrina dengan sorot mata penuh kerinduan.

"Beneran! Gue gak bercanda. Gak guna bercanda tentang hal ini. Terlalu sensitif." Lucky menarik napas panjang, menatap mereka satu persatu. "Suaranya mirip banget, persis sama. Nadanya berat, serak, cara dia natap, perlakuan dia. Bahkan cara dia nyusun-nyusun kata-katanya juga sama. Sumpah, gue sampe syok pas ngobrol sama dia tadi, bahkan gue nyebut dia arhan. Tapi dia jawab, bukan arhan!" Kata lucky serius.

"Nadanya mirip? Perlakuannya mirip? Tatapannya mirip?" Tanya Bella tercekat, hatinya bergejolak hebat.

"Bukan cuman itu doang. Matanya juga sama, arhan mata biru kan? Dia juga mata biru! Cuman kata dia pake softlens. Gue mau percaya juga malah dilema. soalnya dia pake masker sama tudung jaket, nutupin wajahnya. Selain itu, dia lebih tinggi daripada arhan." Lucky menggaruk kepalanya, bingung.

"Coba katakan! Kenapa kamu bisa beranggapan itu dia? Dan kamu bertemu dia dimana?" Bella meminta penjelasan dengan raut wajah bersungguh-sungguh tanpa memperdulikan tatapan Sabrina dan livy yang terheran-heran.

"Gue ketemu dia di taman, bel. Disitu gue lagi santai, sendirian. Kebetulan bawa miras, gue orangnya suka mabok, jujur ini mah. Nah saat gue nyaris nengak miras itu, botol gue tiba-tiba diambil orang dan dibanting ketanah. Gue ngamuk disitu, dan marah sama dia. Tapi dia dengan nada yang mirip-mirip arhan, bilang gini. 'jangan hancurin diri lo sendiri dengan minuman keras. Lo lebih berharga dibandingkan itu!" Ujar lucky agak dramatis, menceritakan semuanya dari awal sampai akhir dengan suara bergetar, nyaris nangis.

Mereka yang menyimak penjelasan lucky secara jelas, perlahan-lahan wajah mereka berubah, antusias, redup, murung dan beberapa hampir nangis.

"Dia datang secara tiba-tiba ngebawa kata-kata bijak dan ketulusan yang gak bisa gue bantah!" Kata lucky setelah menjelaskan. "Dia baik, peduli. Padahal, dia orang asing!" Lucky agak menyindir.

Kepala Bella tertunduk. Matanya berkaca-kaca, menyorotkan kerinduan yang mendalam terhadap pria itu. "Dimana dia?" Nada Bella bergetar hebat.

Revan menoleh bingung, livy mengerjab-ngerjab matanya, merasa heran, Sabrina terpaku dengan dahi mengerut. Disamping Revan, Eva terdiam lemas.

"Katakan! dimana dia?" Tanya Bella lagi. Suaranya bergetar, masih menunduk, mendesak lucky yang diam saja tak menjawab pertanyaannya.

Lucky memejamkan matanya, menarik napas berat. "Dia sudah pergi! Hilang tanpa jejak! Sebelum gue bisa ngejarnya!" Jawabnya sedih bercampur sesal.

"Kenapa nggak kamu kejar? Kenapa nggak kamu cari?" Suaranya meninggi. Bella mengangkat kepalanya, matanya memerah, penuh amarah yang terpendam.

Lucky menatap sendu. "Dia lebih dulu hilang! Bella!"

"Kamu kan orang hebat. Seharusnya kamu gunakanlah informasi lewat perusahaan kamu!" Sentak Bella bangkit dari duduknya, marah. membuat beberapa orang terkesiap. Sabrina menariknya lembut. hingga terduduk kembali.

"Gue udah nyari informasi tentang dia lewat asisten gue. Tapi tetap aja gak ada hasilnya! Bukan karena pencaharian dari perusahaan gue payah ya! Tapi emang orang itu gak punya jejak." Lucky mengeraskan rahangnya, namun ia masih lembut, mencoba menahan amarahnya.

Gak boleh bentak wanita, batin lucky. Petuah dari mendiang kakeknya.

Bella menggeleng, seolah tak terima dengan kenyataan ini. "Tapi dia nyata kan?"

"Nyata banget! Bisa gue sentuh! Bukan hantu" Canda lucky, nyengir.

"Gak lucu! Kalau bercanda minimal lihat situasi dulu!" Bentak Bella melengking, marah.

Senyum lucky memudar, ia menyesal melempar candaan. Semua terdiam tegang dan tak menyangka. Bella yang dikenal lembut, bisa marah juga?

"Kamu memiliki banyak kesempatan loh disitu. Kalau kamu berpikir aja, bisa kamu kejar, ikuti dia. Bukan hanya diam ditempat!" Bella bangkit dari duduknya, wajahnya merah padam. Tatapannya tajam mengarah tepat ke Mata lucky. "Kamu sangat mengecawakan, lucky. Menyia-nyiakan kesempatan yang tidak akan datang dua kali!" Setelah mengucapkan itu, Bella pergi meninggalkan ruangan dengan perasaan kecewa dan marah.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!