apa jadinya kalau seorang istri dari CEO ternama selalu dipandang sebelah mata di mata keluarga sang suami.
kekerasan Verbal sekaligus kekerasan fisik pun kerap dialami oleh seorang istri bernama Anindyta steviona. memiliki paras cantik ternyata tak membuat dirinya di hargai oleh keluarga suaminya.
sedangkan sang suami yang bernama Adriel ramon hanya mampu melihat tanpa membela sang istri.
hingga suatu hari Anin mengalami hal yang membuat kesabaran nya habis.
akan kah Anin dapat membuat keluarga suaminya itu menerima balasan dendam darinya. semua jawaban itu terkuak dari novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifa Riris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Cek lekk
Pintu kamar pun terbuka.
Anin terfokus pada buku yang kini ia baca.
Melihat gelagat Anin akhir-akhir ini seakan tak banyak bicara. Dan lebih sering mengalah untuk melakukan semua tugasnya. Membuat Adriel merasa penasaran akan apa yang di fikirkan oleh istrinya itu.
Langkah kaki Adriel melangkah ke arah ranjang. Sambil matanya yang masih tertuju pada Anin.
"Gimana?" Suara Anin tiba-tiba menyeruak begitu saja.
"Apanya?" Adriel bertanya balik pada pertanyaan Anin yang tiba-tiba.
Buku yang tadi Anin pegang. Kini ia taruh di meja, pandangan matanya ia arahkan pada Adriel. "Aku sudah mengizinkan mas untuk menikah lagi, kapan mas akan menikahi Jessica."
Merasa tak tahu lagi dengan gebrakan sikap Anin. Yang mampu Adriel ucapkan sekarang hanyalah. "Apa?"
"Aku wanita bodoh, tamatan SMA, ibumu juga sering menghinaku di rumah ini. Kita buat perjanjian saja, aku minta jangan ceraikan aku selama satu tahun ini. Dan selama itu kau bebas menikah dengan wanita mana pun."
Mendengar hal itu. Adriel beranjak dari tempatnya. Tubuhnya menyambar tubuh Anin. Hingga gadis itu merasakan debaran jantung yang tak karuan.
"A-apa yang mas lakukan?" Anin bertanya dengan nada bicara yang terdengar gugup.
Tubuh Anin berada di bawah kungkungan tubuh Adriel.
"Kenapa? Apa kau selama ini tidak puas dengan tubuhku? Sampai kau ingin aku menikah lagi dan menceraikan mu setelah itu."
Bukankah seharusnya Anin yang bertanya seperti itu? Tapi mengapa kini Adriel yang malah seakan menjadi korban dalam rumah tangga ny itu? Mata Anin menatap Adriel tak percaya akan pertanyaan yang pria itu lontarkan.
"Kenapa diam? Apa kau bisu?" "Apa kau ingin mencoba malam ini? Agar kau tak berisik lagi, kau tau ucapan mu yang sejak pagi mengatakan tentang poligami. Membuat ku merasa rendah."
Anin merasa muak dengan Adriel. Pasalnya pria itu yang memulai bersikap kasar dan dingin terhadapnya. Akan tetapi ketika Anin mulai angkat bicara, pria itu merasa paling tersakiti sekarang.
Dengan tegas Anin mengatakan. "Mas ingin tau apa yang kini aku fikirkan?"
Mata Adriel menatap lekat kearah mata Anin. Hembusan nafas mereka saling terpaut satu sama lain.
Tubuh Adriel seakan enggan untuk menjauh kan tubuhnya dari tubuh istrinya.
"Aku istri yang nggak kau harapkan ini, melihat mas. di ruang kerja tadi, dengan wanita yang mas cintai itu." Imbuh Anin.
Deg
Adriel terdiam.
"Kenapa? Mas heran kenapa aku diam saja. Karna aku tidak ingin mas menceraikan ku untuk saat ini. Dan sebagai balasannya aku..... "
Belum sempat Anin melanjutkan ucapannya. Bibir gadis itu di sambar secara kasar oleh Adriel.
"Mmmm... "
Seakan tubuhnya ingin memberontak akan sikap kasar Adriel terhadapnya. Akan tetapi nihil, kekuatan Adriel yang memang lebih kuat dari pada dirinya.
Bibir adriel mencumbu seluruh bagian tubuh Anin dengan sangat kasar. Baju yang di kenakan Anin pun ia robek secara paksa.
Tubuh Anin mengerang kesakitan. Sudah hampir 4 tahun lebih Adriel tak pernah menyentuhnya lagi. Terakhir kalinya sejak neneknya pergi ke luar negeri.
Tapi sekarang malah perlakuan kasar pria itu yang ia dapatkan.
"Mas aku mohon lepasin! Apa yang kamu lakukan?" Rintih Anin, karna tubuhnya sudah mulai merasakan sakit.
Seakan tak mengindahkan ucapan Anin. Kini Adriel seperti kerasukan setan, serasa ingin menerkam dan menelan tubuh Anin hidup-hidup.
Ritme tubuhnya semakin ia alunkan bersama buah zakar yang sudah masuk ke lubang gua milik Anin.
Gigitan Adriel berikan pada leher, buah dada Anin, hingga perut Anin telah memar akibat paksaan dari Adriel.
"Mas! Ah ah ah.... Sakit mas! Ampun!"
Rambut Anin di tarik oleh Adriel. Seketika suara Anin menggema di kamarnya pada malam itu.
"Ahhh.... Mas!" Rintihan hingga tangisan Anin keluarkan.
Akan tetapi tak membuat Adriel iba sedikitpun.
Malam itu Anin menyadari sesuatu. Kalau dirinya memang jalang, bukan seorang istri. Selama ini Adriel menganggap nya hanya jalang pemuas nafsunya saja.
Bibir Adriel mendekat kearah telinga Anin dan berbisik. "Sekali lagi lagi kau berisik, akan aku lakukan hal ini lagi."
Seluruh tubuh Anin merasakan sakit. Akan tetapi rasa sakit hatinya semakin sakit karna ucapan Adriel.
Dalam diri Anin merasa sangat tak mengerti akan perlakuan Adriel. Ingin dirinya tetap menjadi istri untuknya, akan tetapi semua siksaan nya dan keluarganya itu benar-benar hampir ingin membuatnya mati setiap harinya.
*****
Pukul 04.00
Adriel tertidur lelap di samping Anin.
Sedangkan Anin tak dapat memejamkan matanya sejak perlakuan kejam Adriel tadi malam. Tatapannya kosong. Air matanya bahkan telah mengering.
Tubuh yang tadinya merasa kan sakit, kini telah terduakan oleh rasa sakit dalam hatinya.
Kringgg
Suara alarm pun terdengar.
"Nin! Matiin cepet! Berisik." Sentak Adriel.
Perlahan tangan Anin meraih jam yang masih saja terus berbunyi. "Awww.... " Rintih Anin dengan pelan.
Dan akhirnya jam pun dapat ia raih dan Anin segera mematikan.
Tubuhnya serasa ingin remuk. Anin mencoba meraih pakaiannya, yang kini telah tercecer di lantai.
Sisa-sisa ingatan tentang kejadian semalam, akan Anin ingat hingga kapanpun. Untuk pertama kalinya dalam hidup ia di perkosa oleh suaminya sendiri.
Hingga dapat dibilang seperti kekerasan seksual yang kini ia dapat kan dari semua kesabaran yang ia berikan pada keluarga suaminya itu.
"Boleh kah aku berdoa untuk meminta keajaiban mu Tuhan, aku ingin membalas semua perlakuan mereka terhadap ku. Boleh aku memohon untuk engkau menolong untuk kali ini aku benar-benar tak tahan." Ucap Anin dalam hatinya.
Dengan mata yang menatap kearah Adriel yang kini telah tertidur lelap. Dan Anin yang bertelanjang bulat memunguti pakaiannya di lantai.
******
Pagi harinya
Adriel telah berangkat kerja. Seperti biasa tanpa berpamitan dengan Anin. Nita pun telah berangkat kuliah dan mertuanya sedang pergi jalan-jalan bersama teman-teman arisan nya.
Dengan wajah yang pucat. Anin tetap berusaha untuk menahan nya dan memilih mengerjakan semua pekerjaan rumah hari itu.
"Huffttt...." Hembusan nafas berat Anin keluarkan.
Matanya menatap kesemua jemuran pakaian yang masih belum ia lipat.
Anin menggigit bibir bawahnya. Air matanya menetes tanpa diminta. "Aku capek! Aku bene-bener nggak kuat." Gumam Anin.
Sesekali Anin memukul dadanya. "Sakit! Tubuh, hati, bahkan semua nya dalam diriku sakit."
Tangisan Anin lagi-lagi terisak terdengar cukup pilu. Untung saja sekarang di rinya sedang ada di dalam rumah sendiri.
"Eyang! Anin mohon kembali kesini. Anin nggak kuat. Anin pengen mati rasanya." Isakan tangis Anin, diimbangi dengan ucapan nya pada sosok Eyang sastro yang tak berada di tempat itu.
Tak lama.
Suara telfon pun berdering.
Kringg
Kringg
Anin melangkah kan kakinya dengan pelan kearah telfon rumah berada.
Tak ingin membuat orang yang menelfon menunggu terlalu lama. Anin mengangkat panggilan itu dengan cepat.
"Hallo!"
"........ "
Sontak Telfon pun langsung terjatuh ke lantai begitu saja.
Dengan lirih Anin berkata. "Eyang!"
Bersambung.