Sungguh berat beban hidup yang di jalani Sri Qonita, karena harus membesarkan anak tanpa suami. Ia tidak menyangka, suaminya yang bernama Widodo pamit ingin mencari kerja tetapi tidak pernah pulang. Selama 5 tahun Sri jatuh bangun untuk membesarkan anaknya. Hingga suatu ketika, Sri tidak sanggup lagi hidup di desa karena kerja kerasnya semakin tidak cukup untuk biaya hidup. Sri memutuskan mengajak anaknya bekerja di Jakarta.
Namun, betapa hancur berkeping-keping hati Sri ketika bekerja di salah satu rumah seorang pengusaha. Pengusaha tersebut adalah suaminya sendiri. Widodo suami yang ia tunggu-tunggu sudah menikah lagi bahkan sudah mempunyai anak.
"Kamu tega Mas membiarkan darah dagingmu kelaparan selama 5 tahun, tapi kamu menggait wanita kaya demi kebahagiaan kamu sendiri"
"Bukan begitu Sri, maafkan aku"
Nahlo, apa alasan Widodo sampai menikah lagi? Apakah yang akan terjadi dengan rumah tangga mereka? Kita ikuti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Kamu itu sebenarnya suka lontong sayurnya atau orangnya sih Pras" ketus wanita yang duduk di samping Pras yang tengah menyetir.
"Jangan ngawur Belinda, makanya kamu coba dulu masakan Mbak Sri, nanti akan tahu rasanya" Pras geleng-geleng kepala menghadapi sikap Belinda yang cemburuan itu.
"Soalnya kamu aneh Pras, punya restoran sendiri kok malah sarapan di tempat seperti itu" Belinda tidak habis pikir dengan kekasihnya itu.
"Lalu di mana salahnya Bel" Pras menoleh sekilas lalu fokus ke depan. Pikiran Belinda ia rasa sempit, karena punya restoran sendiri masa harus makan di tempat itu terus.
"Lihat apa penjualnya tadi, senyum-senyum terus" Belinda kesal ingat Sri yang senyum-senyum kepada pembeli. "Janda kali Dia, jual senyum dulu, lama-lama jual tubuh" Lanjut Belinda hingga mobil Pras berhenti mendadak.
"Astagfirullah Bel, bisa kontrol bicaramu tidak?" Prasetyo terpancing emosinya.
"Dahlah, aku turun sini saja" Belinda ngambek membuka pintu mobil kemudian turun.
"Masuk Bel, jangan seperti anak kecil" Pras menjalankan mobilnya pelan mengikuti Belinda berharap wanita itu masuk. Namun, Belinda justru menyetop taksi.
"Masa bodo Bel" Pras menutup kaca mobil lalu meninggalkan Belinda yang masik membuka pintu taksi.
"Mau ke mana Non?" Tanya supir taksi.
"Antar saya ke jalan xx"
Taksi mengendara sedang hingga tiba di salah satu rumah mewah, Belinda pun turun. Setelah membayar taksi, ia masuk ke rumah mewah tersebut.
"Kok tumben pagi-pagi kamu ke sini, memang nggak kerja Bel. Mentang-mentang bekerja di kantor pacar sendiri enak banget" kelakar wanita yang mengajak sahabatnya itu ke kamar.
"Aaagghhh... aku kesal, Pras itu semakin hari semakin nyebelin tahu tidak" Belinda berteriak sembari menjatuhkan badanya di kasur sahabatnya.
"Hus, jangan teriak-teriak. Momy aku lagi nggak enak badan" Wanita yang tak lain adalah Sally itu mengingatkan.
"Maaf, Tante lagi sakit? Boleh aku menjenguk?"
"Nanti saja" Sally tidak mau tidur momy terganggu karena habis minum obat. Sally justru beralih menanyakan ada masalah apa Belinda dengan Prasetyo.
"Aku kesal tahu nggak, masa setiap hari Pras itu makan lontong sayur di kontrakan kumuh sih" Belinda juga bercerita tentang penjualnya yang selalu tersenyum, khawatir Pras kecantol.
"Sudahlah, cuma masalah seperti itu saja kamu besar-besarkan Bel, Andai kamu tau persoalan yang aku hadapi saat ini" Sally menarik napas panjang.
"Memang kamu lagi ada masalah apa Sal?" Belinda mendadak bangun dari tidurnya.
"Parah banget" Sally blak-blak-an menceritakan tentang Widodo jika ternyata diam-diam mempunyai istri selain dirinya.
"Kan-kan, gitu yang aku takutkan Sel, laki-laki itu semuanya sama tahu tidak" Belinda menyiram api dengan bensin. "Kalau aku yang dikhianati gitu langsung minta cerai Sal"
"Karena kamu belum punya anak Bel, jika sudah nenyangkut anak, tidak semudah itu kita main cerai gitu saja" Sally mendengus kesal kala ingat masalah ini.
"Nggak tahu Sal, pusing kepala aku" Belinda menjadi takut jika Pras akan berbuat seperti suami sahabatnya.
"Sekarang sudah jam 10 lebih Bel, aku mau menjemput Ara, kamu mau nunggu disini atau bareng aku terus turun di kantor Prasetyo" Sally membeli pilihan.
"Aku ikut bareng pulang saja" Belinda sudah tidak semangat untuk bekerja, kemudian nebeng Sally yang kebetulan melewati rumah Belinda.
Di waktu yang sama, jika Sally dengan Belinda sedang kesal. Lain halnya dengan Sri dan Laras, anak dan ibu itu tengah menghitung uang hasil jerih payahnya. Memisahkan antara dua ribu, lima ribu, sepuluh ribu, dua puluh ribu, bahkan ada yang lima puluh ribu rupiah, walaupun tidak banyak.
"Alhamdulillah uangnya banyak Bun" Laras berseru.
"Ini berkat doa anak Bunda yang sholehah" Sri tersenyum menatap putrinya. Sri wanita sederhana itu selalu bersyukur seberapa pun rezeki yang Allah beri. Setidaknya di Jakarta pendapatan Sri lebih baik daripada di kampung.
"Bunda ada sesuatu" Sri berdiri meninggalkan Laras, hanya beberapa menit lalu kembali. "Ini Bunda belikan celengan" Sri mengajarkan putrinya untuk menabung walaupun hanya seribu perhari.
"Yai... celengan kucing" Laras menimang celengan itu lalu hendak memasukkan uang sepuluh ribu yang Sri beri.
"Jangan semua sayang..." Sri minta Laras memasukkan lima ribu saja, sementara yang lima ribu untuk Laras jajan.
"Laras nggak pernah jajan kok Bun" Laras memang tidak pernah jajan walaupun selalu diberi uang Sri setiap kali jualan.
"Loh, kenapa?" Sri kaget karena ia ingin Laras jajan seperti teman-teman kontrakan yang lain.
"Laras itu selalu kenyang di rumah Bun, di kampung dulu kan Laras juga nggak pernah jajan" jujur Laras membuat mata Sri mengembun. Ia pandangi Laras yang berlari ke kamar berkaca-kaca, ia tidak pernah berpikir jika Laras sangat mengerti kesulitanya.
"Ini Bun, uangnya aku taro di tengah buku" Laras membawa beberapa lembar uang lima ribuan memasukkan ke dalam celengan, rupanya tanpa Sri ajari Laras sudah belajar menabung.
"Tapi kalau seandainya Laras ingin membeli sesuatu bilang sama bunda ya"
"Siap Bun"
Sri meninggalkan Laras yang memasukkan uang ke dalam celengan, ia lantas menyikat pakaian yang sudah direndam sejak pagi.
Hari terus berjalan hingga tiga bulan sudah, Sri berjualan di kontrakan. Selama itu tidak ada kata-kata nyiyir selain Belinda. Namun, bagi Sri tidak pernah ambil pusing, yang penting ia tidak pernah berbuat salah. Namun, pagi ini Pras datang hanya sendirian.
"Mbak Sri, masakan yang Mbak buat semakin hari semakin enak saja, bagaimana kalau kita bekerja sama?" Tanya Prasetyo setelah selesai sarapan.
"Kerja sama? Emm... maksudnya apa Mas?" Sri tidak mengerti.
Prasetyo mengatakan jika mulai besok pagi akan memesan lontong sayur dan nasi uduk masing-masing 500 porsi karena akan Pras jual di restoran miliknya.
"Mas yakin?" Sri ragu apakah masakannya di restoran nanti akan selaris di perkampungan.
"Kalau saya yakin Mbak, tapi sepertinya Mbak Sri sendiri yang kurang yakin" Pras menasehati Sri, dalam bisnis untung dan rugi sudah biasa, yang penting yakin akan makanan yang ia buat dijamin masakan Sri mampu bersaing dijual di manapun.
"Siap Mas" Sri tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu.
"Okay... besok jam 8 pagi ada stap saya yang akan mengambil ke sini" Pras rupanya yakin jika masakan Sri akan laris di restorannya, maka minta nomor rekening Sri.
"Saya belum sempat membuka rekening Mas" jujur Sri.
"Baiklah, kalau begitu saya bayar setengahnya, dan setengahnya besok stap saya yang melunasi"
"Terima kasih Mas" Sri menerima uang tersebut, kemudian Pras pun pergi. Malam itu Sri rela lembur merebus lontong dibantu salah satu tetangga.
Keesokan paginya, stap Pras datang tepat waktu ambil pesanan dan melunasi sisa uang pembayaran.
"Terima kasih Pak, semoga laris" Sri menerima sisa uang tersebut.
"Sama-sama Mbak" stap minta tanda tangan Sri kemudian menjalankan mobilnya dibantu satu teman yang mengawasi masakan di belakang.
"Tunggu" seorang wanita menyetop dua orang yang tengah menggotong lontong sayur ke dapur restoran. Dua orang itu pun berhenti.
"Dari mana masakan ini?" Tanya wanita itu memperhatikan nasi uduk dalam wadah besar. Namun, dua orang yang menggotong masakan itu hanya saling pandang.
"Oh, saya tahu, masakan ini dari luar restoran ini bukan? Kalian juga harus tahu restoran ini tidak menerima masakan dari luar. Bawa keluar masakan ini!"
...~Bersambung~...
Semoga kamu dan Laras selalu bahagia ya Sri dan dijauhkan dari perkara” yang menyulitkan kamu 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
udh blik aj ma bini mu kng dodol dn coba bgun bisnis mu yg lain stlh sukses bhgiain larass ank mu....
mknya cuss krja bikin kmu sukses dn bhgiain laras....doll...
sekarang baru merasakan widodo, dulu kemana hati nuranimu menelantarkan sri n laras anak kandungmu