Pada hari pernikahannya, Naiya dengan kesadaran penuh membantu calon suaminya untuk kabur agar pria itu bisa bertemu dengan kekasihnya. Selain karena suatu alasan, wanita dua puluh lima tahun itu juga sadar bahwa pria yang dicintainya itu tidak ditakdirkan untuknya.
Naiya mengira bahwa semuanya akan berjalan sesuai rencananya. Namun siapa sangka bahwa keputusannya untuk membantu calon suaminya kabur malam itu malah membuatnya harus menikah dengan calon kakak iparnya sendiri.
Tanpa Naiya ketahui, calon kakak iparnya ternyata memiliki alasan kuat sehingga bersedia menggantikan adiknya sebagai mempelai pria. Dan dari sinilah kisah cinta dan kehidupan pernikahan yang tak pernah Naiya bayangkan sebelumnya akan terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon roseraphine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terpesona
"Aku bisa, kok. Nanti aku jemput," sanggah Azka. Ia heran mengapa kekasihnya itu tiba-tiba bersikap aneh. Biasanya Vira akan semangat jika dirinya bisa meluangkan waktunya.
Vira hanya tersenyum sekilas lalu pergi dari ruangan itu meninggalkan Azka yang menatapnya bingung.
Tak ingin berpikir yang tidak-tidak, ia segera menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk ini agar cepat pergi menghabiskan waktu bersama kekasihnya.
Tok tok tok
Baru saja Azka membuka kembali pekerjaannya, suara ketukan pintu itu mengalihkan atensinya.
"Masuk."
Seorang pria paruh baya serta wanita yang Azka ketahui merupakan staff baru di bagian operasional itu masuk ke dalam ruangan dan berdiri tepat di depan meja kerja Azka.
"Maaf Pak jika kedatangan saya mengganggu. Tujuan saya kesini ingin membicarakan tentang cuti saya yang berlangsung selama satu bulan kedepan untuk proses penyembuhan penyakit saya yang harus segera dioperasi,"
Azka menatap kedua orang yang ada di hadapannya ini bergantian. Sebenarnya dia sudah tahu maksud kedatangan pria bernama Dhani yang tak lain adalah sekretarisnya di kantornya ini.
Seminggu yang lalu, Azka telah menerima surat cuti Pak Dhani yang sedang menderita penyakit gagal ginjal untuk melakukan penyembuhan selama satu bulan kedepan. Azka akhirnya mengizinkannya namun dengan syarat Pak Dhani harus mencarikan dirinya sekretaris pengganti selama dia menjalani cuti.
"Dan saya telah menemukan sekretaris pengganti yang cocok untuk menggantikan saya sebulan kedepan, Pak," Pak Dhani menunjuk seseorang yang berdiri di sampingnya, "Namanya Nada, Pak. Sebenarnya dia staf baru di sini, tapi karena staf yang lain tidak bisa meninggalkan pekerjaannya, maka saya memilih dia sebagai pengganti saya untuk beberapa waktu ke depan."
Nada yang sejak tadi hanya diam itu pun memberikan senyuman canggungnya kepada Azka. Ia juga terkejut karena setelah sampai di kantor, Pak Dhani tiba-tiba mendatanginya dan meminta dirinya untuk menggantikan posisi beliau sebagai sekretaris direktur operasional untuk satu bulan ke depan. Padahal statusnya hanya pegawai baru di sini.
"Pak Azka tenang saja, walaupun Nona Nada ini pegawai baru, tapi dia sangat rajin dan berkompeten. Saya telah menyaksikan sendiri kinerjanya beberapa hari ini," ucap Pak Dhani meyakinkan.
"Baiklah, terima kasih atas kerjasamanya Pak Dhani. Semoga penyakit Bapak cepat sembuh dan dapat bergabung kembali di perusahaan ini secepatnya," kata Azka sembari tersenyum lembut kepada sekretarisnya itu.
Pak Dhani adalah salah satu pegawai senior serta sekretaris kepercayaannya yang telah mengajarkan banyak hal ketika ia mulai bergabung di perusahaan papanya ini. Maka dari itu ia sangat menghormati pria paruh baya tersebut. Azka juga sangat berharap beliau dapat sembuh seperti sedia kala.
"Aamiin...terima kasih, Pak."
"Karena Pak Dhani cuti mulai besok," Azka mengalihkan pandangannya kepada Nada,"Kamu bisa bertanya tugas kamu kepada Pak Dhani mulai sekarang. Dan jangan lupa menghubungi saya agar saya bisa menyimpan kontak kamu jika saya membutuhkan kamu sewaktu-waktu."
Nada mengangguk, "Baik, Pak."
"Kalau begitu kami permisi Pak Azka," pamit Pak Dhani.
Azka mengangguk dan keduanya pergi meninggalkan ruangan itu.
Kenapa gue benar-benar merasa gak asing sama cewek itu ya? Batin Azka.
Setelah melihat Nada dari dekat tadi apalagi menatap mata Nada, ia yakin pernah bertemu dan berinteraksi dengan staff barunya itu. Tapi kapan?
-o0o-
Dinginnya angin malam tak sedikitpun membuat Naiya berniat untuk beranjak dari tempatnya. Saat ini wanita itu sedang duduk termenung di sebuah sofa yang terletak di tepi kolam renang dengan perasaan yang tak menentu. Tangannya meremas kuat telepon genggam miliknya setelah mendapat panggilan dari papanya satu jam yang lalu.
"Saya gak mau tahu, bagaimanapun caranya kamu harus bisa masuk ke perusahaan suami kamu itu!"
Suara Wira terdengar lantang di telepon, menandakan bahwa permintaannya itu tidak bisa dibantah.
"Naiya gak bisa, Pa. Apa gak ada cara lain?" tanya Naiya mencoba menolak permintaan papanya. Ia
"Berani kamu ngatur saya?! Kamu tidak lupa, kan? Jika saya bisa melakukan apa saja pada teman kamu itu," ancam Wira di seberang sana membuat Naiya panik.
"Jangan! Naiya mohon jangan sakitin Nada, Pa," mohon Naiya
"Makanya nurut! Pokoknya saya gak mau tahu, turuti semua perintah saya!"
Papanya, sosok yang seharusnya ada untuk dirinya, melindunginya, memberinya kenyamanan, serta menjadi tempatnya untuk pulang, malah memberinya luka yang teramat dalam hingga saat ini belum dapat Naiya sembuhkan.
Naiya memejamkan matanya sejenak untuk memberi ruang pada dirinya memutuskan sesuatu yang sulit seperti ini. Pria yang seharusnya menjadi cinta pertamanya itu memberinya pilihan yang teramat sulit. Ia sebenarnya tak mau lagi menuruti perintah dari papanya itu, namun disisi lain ia tak ingin kehilangan Nada.
Dan juga bagaimana caranya agar ia bisa bekerja di perusahaan Wijaya? Apa ia harus melamar di sana besok? Sebenarnya apa rencana papanya dan Tante Alya hingga menyuruhnya melakukan hal seperti ini. Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar bak kaset rusak di kepala Naiya hingga membuatnya pusing.
Karena tak tahan dengan dinginnya angin malam, serta tubuhnya yang mulai menggigil, Naiya berjalan gontai memasuki rumah mewah yang telah ia tempati selama seminggu ini. Tujuannya sekarang hanya ingin ke kamar dan mengistirahatkan tubuhnya.
Ketika kakinya baru menginjak anak tangga pertama, ia mendengar suara klakson mobil dari luar kemudian menepuk jidatnya. Bisa-bisanya ia ingin tidur disaat Shaka saja baru sampai rumah. Suaminya itu nanti bisa tantrum karena tidak ada yang melepaskan sepatunya.
Seminggu hidup bersama Shaka membuat dirinya mulai terbiasa dengan sikap pria itu. Shaka memang ketus, cuek, dan seenaknya sendiri jika bersamanya. Tapi Naiya sangat memahami hal itu. Pertemuan mereka pun juga diawali dengan sesuatu yang salah. Berlebihan namanya jika Naiya mengharapkan pernikahan yang indah.
Naiya berlari kecil menuju pintu utama rumah tersebut. Rambut panjang hitam legam sepinggang miliknya ikut bergoyang kesana kemari mengikuti guncangan tubuhnya. Entah mengapa dirinya jadi seantusias ini menyambut Shaka. Pintu kaca besar bergaya modern itu akhirnya terbuka lebar hingga memudahkan tubuh kecil itu keluar dari dalamnya.
Naiya menatap sosok pria yang telah resmi menjadi suaminya itu keluar dari mobil mewah berwarna hitam yang terparkir sempurna di halaman depan bersama jejeran mobil mewah lainnya.
Shaka berjalan tegap melewati halaman depan yang begitu indah dengan taman bunga serta air mancur di tengahnya. Membenarkan posisi kacamata hitam yang dipakainya, pria itu menyadari bahwa ada seorang wanita yang tengah berdiri di depan pintu sembari menatapnya.
"Ngapain kamu disini?" tanya Shaka dengan wajah datar di hadapan Naiya setelah tangannya melepaskan kacamata hitam yang sejak tadi bertengger di wajahnya.
Sedangkan Naiya hanya diam dan terus memperhatikan wajah Shaka. Sejak melihat suaminya turun dari mobil dan berjalan hingga saat ini berada di hadapannya, wanita itu tak melepaskan tatapannya sedikitpun. Harus Naiya akui, secara fisik pria di hadapannya benar-benar begitu sempurna.
"Woi! budeg ya?!" sentak Shaka geram karena Naiya tak kunjung menjawabnya.
"Eh, maaf, Kak. Tadi kamu tanya apa?" Naiya meringis malu ketika tersadar dari lamunannya. Lagipula kenapa tadi ia sebegitunya menatap Shaka. Seperti tidak pernah melihat pria tampan saja.
"Lupain! Emosi saya lama-lama ngomong sama kamu," ujar Shaka kemudian berlalu begitu saja dari sana memasuki rumah dengan Naiya yang mengikutinya.
Pria itu terus berjalan tanpa menghiraukan Naiya yang kesusahan mengikutinya langkahnya di belakang. Shaka memang sengaja mempercepat dan memperbesar langkahnya karena merasa risih diikuti oleh wanita itu.
Saat menaiki anak tangga terakhir, Shaka sengaja berhenti dan menoleh ke belakang untuk melihat Naiya yang sejak tadi mengikutinya. Sedangkan Naiya yang tak menyadari bahwa Shaka telah berhenti itu tetap melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga dengan sedikit berlari hingga...
Bruk!
"Awas!"