Follow IG @ersa_eysresa
Bagaimana jika kekasih yang kamu cintai ternyata bermain hati dengan adikmu. Dan di hari pertunanganmu dia membatalkan pertunangan kalian dan mempermalukanmu dengan memilih adikmu untuk dinikahi.
Malu sudah pasti, sakit dan hancur menambah penderitaan Rayya gadis berusia 23 tahun. Gadis cantik yang sudah mengalami ketidakadilan di keluarganya selama ini, kini dipermalukan di depan banyak orang oleh adik dan kekasihnya.
Namun di tengah ketidakadilan dan keterpurukan yang dia alami Rayya, muncul sosok pangeran yang tiba-tdi berlutut di depannya dan melamarnya di depan semua orang. Tapi sayangnya dia bukanlah pangeran yang sebenarnya seperti di negeri dongeng. Tapi hanya pria asing yang tidak ada seorangpun yang mengenalnya.
Siapakah pria asing itu?
Apakah Rayya menerima lamaran pria itu untuk menutupi rasa malunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Terkuak
Saka menggenggam tangan Rayya dan membawanya masuk ke dalam Kantor Urusan Agama. Hanya mereka berdua, tanpa keluarga, tanpa wali dari pihak Rayya maupun Saka. Pernikahan ini berlangsung sunyi, tanpa saksi dari orang-orang terdekatnya, tanpa doa restu dari kedua orang tua mereka masing
Rayya menunduk, hatinya terasa kosong. Beberapa jam lalu, ia berdiri di sebuah pesta pertunangan dengan pria yang sangat dia cintai, Namun pada akhirnya berakhir dengan penghianatan. Tunangannya, Putra, lebih memilih adiknya sendiri, Livia, di depan banyak orang. Penghinaan dan penghianatan itu masih terasa di dadanya, seperti bara api yang belum padam.
Namun di saat yang sama ada sosok Saka yang tiba-tiba datang dan menyelamatkannya. Entah kenapa pria itu memilihnya. Mereka bahkan tidak saling mengenal satu sama lain. Namun, kini mereka telah sah menjadi sepasang suami istri meski tanpa restu orang tua.
Di dalam mobil yang membawa mereka pulang dari Kantor Urusan Agama, Rayya akhirnya bertanya, "Kenapa kamu mau menikah denganku, Saka?"
Saka yang sedang fokus mengemudi, meliriknya sekilas. Hening sesaat sebelum dia menjawab, "Karena aku kasihan melihatmu dihina di depan banyak orang. Dan... aku juga butuh istri."
Rayya menoleh, matanya menyipit, "Butuh istri?"
Saka mengangguk. "Aku sudah cukup umur untuk menikah, dan orang tuaku menuntutku segera memiliki pasangan. Tapi Aku belum menemukan wanita yang tepat. Lalu aku melihatmu hari ini, dalam keadaan paling buruk. Aku berpikir, mungkin kita bisa membantu satu sama lain."
Rayya terdiam. Sekarang semuanya masuk akal. Ini adalah pernikahan yang didasari kebutuhan, bukan cinta. Dia tidak tahu harus lega atau justru sedih. Karena bagaimana pun juga Saka sudah menyelamatkan nya dari penghianatan dan penghinaan itu.
Saka mengantar Rayya sampai di depan rumahnya dan, mereka sepakat berpisah sementara untuk mengambil barang-barang pribadi sebelum mulai hidup bersama dirumah yang sudah mereka sepakati.
Namun, saat Rayya membuka pintu rumahnya, keempat orang yang paling tidak ingin dia temui sudah berdiri di sana.
Ayah dan ibunya, serta saudaranya Livia dan Putra. Heh, apa wanita seperti Livia masih pantas untuk di panggil saudara.
Mereka menatapnya dengan pandangan merendahkan.
"Kamu masih punya muka untuk kembali ke sini?" suara ibunya, tajam seperti belati.
Rayya tidak menjawab, Dia hanya berjalan lurus melewati mereka menuju kamarnya. Dan mengabaikan tatapan mereka yang penuh ejekan dan kebencian.
Begitu masuk kamar, ia langsung mengemasi barang-barangnya. Pakaiannya, dokumen penting, dan barang-barang yang benar-benar ia butuhkan. Setelah semuanya siap, Rayya menarik koper dan berjalan keluar.
Namun, begitu hendak melewati ruang tamu, kembali ayahnya menghadang.
"Kau pikir bisa pergi begitu saja?" suara pria paruh baya itu terdengar dingin.
Rayya menatap ayahnya dengan penuh luka. "Aku sudah menikah. Aku tidak punya alasan lagi untuk tetap di rumah ini."
Ibunya tertawa sinis. "Menikah tanpa wali? Tanpa restu? Kau pikir itu pernikahan yang sah?"
Rayya mengepalkan tangannya. "Sah atau tidaknya, itu bukan urusan kalian lagi. Kalian sudah membuangku, menghinaku dan mempermalukanku di depan semua orang."
"Karena kamu pantas mendapatkannya. " jawab Livia dengan nada mengejek.
Putra yang sejak tadi diam, kini ikut berbicara. "Kau memang pantas dipermalukan. Dari dulu kau selalu bertingkah seperti anak baik-baik padahal kau adalah wanita munafik, dan sekarang kita semua tau pada akhirnya kau hanya wanita murahan yang menikah sembarangan bahkan dengan pria yang tidak kamu kenal sama sekali–."
Sebuah tamparan dari Rayya mendarat di pipi Putra sebelum pria itu sempat melanjutkan kata-katanya. Semua orang terdiam melihat hal itu.
"Jangan berani menghinaku lagi, kau tidak berhak sama sekali, " Tunjuk Rayya di wajah Putra dan berkata dengan suara bergetar menahan amarah.
Livia menyeringai. "Kamu marah? Kamu pantas mendapatkan ini, Rayya. Ayah dan ibu saja tidak peduli padamu." cibirnya
Rayya menatap orang-orang yang selama ini ia anggap keluarganya. Matanya berkaca-kaca, tetapi ia tidak ingin menangis. Tidak di hadapan mereka.
Lalu ayahnya, dengan nada penuh kebencian, berkata, "Memangnya siapa kau sampai berani bicara seperti itu kepada kami dan Livia? Kau bukan siapa-siapa di keluarga ini. Jadi kamu tidak berhak menuntut apapun dari kami."
Rayya menegang, " Apa maksud kalian? " tanyanya dengan suara tercekat tak percaya dengan apa yang dia dengar.
Ibunya melanjutkan dengan suara dingin, "Kami menemukanmu di pinggir jalan saat ada kecelakaan. Tidak ada yang peduli padamu, karena itu kami membawamu pulang. Kami mengasihanimu dan membesarkanmu, tapi kau tidak pernah benar-benar menjadi bagian dari keluarga ini."
Rayya merasa dunianya runtuh setelah mendengar kebenaran dari kedua orang tuanya. Dia tidak menyangka jika dia bukanlah dari darah daging dari mereka. Pantas saja–
Selama ini, ia selalu bertanya-tanya mengapa ia diperlakukan berbeda. Mengapa ia selalu menjadi anak yang dikucilkan. Sekarang, semuanya jelas.
Ia bukan bagian dari mereka.
Air mata akhirnya mengalir di pipinya. Namun, ia segera menghapusnya dan menarik napas dalam-dalam.
"Terima kasih karena sudah memungutku dari jalanan, terima kasih karena sudah memberiku makanan walau itu makanan sisa kalian, memberiku pakaian walau tidak layak dan membesarkanku sampai aku menjadi seperti sekarang. Dan aku rasa aku tidak perlu membalas budi kepada kalian lagi atas apa yang sudah kalian berikan padaku. Karena selama ini aku juga bekerja keras untuk memenuhi semua kebutuhan dirumah ini, bahkan membiayai kuliah Livia, aku yang melakukannya. Jadi, aku anggap semuanya impas." ucap Raya dengan dingin.
"Kau–, "
Ibunya seolah tidak terima dengan semua ucapan Rayya, tapi apa yang dikatakan olehnya itu benar. Rayya selalu mendapatkan jatah makanan jika semua orang sudah makan dan dia hanya diperbolehkan untuk makan makanan yang tersisa di meja.
Pakaian pun Rayya dapatkan dari tetangga yang memberikan pakaian sisa kepada Arin untuk anak angkatnya itu. Dengan alasan sedekah. Sedangkan untuk Livia mereka selalu memberikan pakaian yang masih baru dan bagus.
Dengan wajah dingin dan tanpa sepatah kata pun, Rayya mengambil kopernya dan berjalan keluar.
Mereka sama sekali tidak mencoba menghentikannya lagi. Karena memang itu yang mereka inginkan sejak dulu. Mengusir Rayya pergi dari rumah mereka.
Begitu keluar dari rumah itu, Rayya merasa udara di luar lebih ringan. Beban yang selama ini menghimpit dadanya perlahan menghilang.
Ternyata Saka sudah menunggunya di mobil. Saat melihat wajah istrinya yang pucat dan mata yang sembab, pria itu tidak bertanya apa pun. Ia hanya membuka pintu mobil dan membiarkan Rayya masuk.
Di dalam perjalanan, Rayya menatap keluar jendela, mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi. Kejutan besar dalam hidupnya.
Saka akhirnya berbicara, dengan suaranya yang lembut. "Apa kamu baik-baik saja?"
Rayya menggeleng pelan. "Tidak. Tapi mungkin nanti aku akan baik-baik saja."
Saka tidak memaksa Rayya bercerita. Ia hanya mengemudi dalam diam, membiarkan wanita itu menghadapi lukanya dengan caranya sendiri. Jika ingin, Rayya pasti akan bercerita kepadanya.
Mereka telah menikah. Namun, pernikahan ini bukan tentang cinta. Ini tentang dua orang asing yang saling membutuhkan. Dan perjalanan mereka baru saja dimulai.
NB ; Bantu Likenya jika kalian suka cerita ini. Karena Like dari kalian adalah penyemangat othor 🌹