Diputuskan begitu saja oleh orang yang sudah menjalin kedekatan dengannya selama hampir tujuh tahun, membuat Winda mengambil sebuah keputusan tanpa berpikir panjang.
Dia meminta dinikahi oleh orang asing yang baru saja ditemui di atas sebuah perjanjian.
Akankah pernikahannya dengan lelaki itu terus berlanjut dan Winda dapat menemukan kebahagiaannya?
Ataukah, pernikahan tersebut akan selesai begitu saja, seiring berakhirnya perjanjian yang telah mereka berdua sepakati?
Ikuti kisahnya hanya di lapak kesayangan Anda ini.
Jangan lupa kasih dukungan untuk author, ya. Makasih 🥰🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belum Halal
Setelah menemani Arsen tidur, Winda lalu masuk ke kamarnya. Gadis itu merenungi keputusan yang telah dia buat bersama Bisma. Hingga waktu menunjukkan pukul sebelas malam, Winda sama sekali tak dapat memejamkan mata.
Winda lalu beranjak untuk mengambil air wudhu. Dia memutuskan untuk menjalankan ibadah sholat Sunnah. Lalu, mengadukan permasalahannya pada Sang Pencipta.
Usai sholat dua rakaat, Winda bersimpuh. Dia menengadahkan kedua tangannya ke atas, lalu memohon pengampunan dari Tuhan-nya.
"Hamba tahu ini tidak benar. Pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan bukan untuk main-main. Hamba akan sangat berdosa jika mempermainkan ikrar suci yang diucapkan atas nama-Mu, Ya Rabb. Tapi sungguh, hamba tak punya pilihan lain. Ibu nggak mau mendengarkan penjelasan hamba dan beliau sudah menyiapkan semua. Hamba nggak mau membuat Ibu merasa malu dan terus-terusan menanggung lara seorang diri karena omongan para tetangga."
Winda menghela napas panjang, lalu menyeka air matanya yang berdesakan untuk keluar. Sejenak, gadis itu menangis sesenggukan karena tak menyangka jika dia akan menjalani pernikahan pura-pura. Pernikahan yang sangat jauh dari harapan dan impiannya.
Satu per satu momen manis bersama sang mantan kekasih muncul begitu saja dan itu membuat tangis Winda semakin pecah. Winda merasa menjadi orang yang paling bodoh sejagat raya. Bisa-bisanya selama ini dia percaya dan memberikan bukan hanya hati bahkan sampai ke jantung dan ginjalnya untuk lelaki yang salah.
Kebenciannya pada Leon semakin menjadi dan dia berjanji akan membuat lelaki itu menyesal karena telah mengecewakan dan menyakitinya. Membuat hatinya bukan hanya patah, tapi hancur berkeping-keping dan berserak tak karuan.
Lelah menangis, Winda kembali teringat dengan perjanjian pernikahannya dengan Bisma.
"Biarlah dosa ini hamba tanggung sendiri, Tuhan. Dan untuk meminimalisir dosa hamba, hamba akan benar-benar mengabdikan diri sebagai istri meski lelaki itu tetap menganggap pernikahan ini sebagai pernikahan di atas perjanjian. Bimbing hamba, Ya Rabb, agar hamba bisa menjadi istri yang baik untuk Mas Bisma dan menjadi Ibu yang penuh kasih bagi Arsen."
Menyebut nama Arsen, senyuman terbit di bibir Winda. Entahlah, berdekatan dengan bocah laki-laki yang menggemaskan itu, Winda merasa beban di pundaknya musnah seketika. Namun, ketika bayangan ayah Arsen muncul, air mata Winda kembali menyeruak.
"Sanggupkah aku hidup berdampingan dengan lelaki berwajah datar seperti Mas Bisma?"
"Hai! Saya bertanya padamu? Apa yang kamu tangisi?" Suara Bisma yang kembali bertanya, mengurai lamunan panjang Winda.
"Eh, iya. Bukan apa-apa, kok, Mas. Saya hanya rindu pada Ibu."
Bisma tak lagi bersuara. Lelaki itu lalu mengambil air dingin dari kulkas dan membawanya ke meja makan. Bisma kemudian duduk di sana.
Winda tak ambil pusing dengan apa yang dilakukan Bisma. Gadis itu segera mengeksekusi bahan-bahan yang akan dia masak untuk membuat nasi goreng, request Arsen. Namun, ketika Winda tengah menggoreng, tiba-tiba dia merasa risih sendiri.
"Kayak ada yang memperhatikan," gumamnya, tapi tak berani menengok ke belakang, di mana Bisma duduk dengan anteng di meja makan.
Tatapan lelaki itu sedari tadi tak beralih dari Winda. Bisma bahkan bisa tak berkedip untuk waktu yang cukup lama. Sungguh, ini adalah rekor untuknya karena tak biasanya Bisma mau menatap wanita apalagi berlama-lama seperti ini.
"Mas mau makan juga?" tanya Winda tanpa menoleh setelah nasi gorengnya matang dan sudah dia plating sedemikian rupa di atas dua piring.
Setelah beberapa saat tak ada jawaban, Winda lalu menoleh ke arah Bisma. Gadis itu pun menghela napas panjang ketika menyadari jika Bisma sedang melamun. Winda lalu mendekat ke meja makan dengan dua piring di tangan.
"Hai, Mas! Mas mau makan apa, nggak?" ulang Winda bertanya sembari meletakkan piring dengan sedikit kasar sehingga menimbulkan bunyi berisik. Winda sengaja agar Bisma tersadar dari lamunan.
"Oh, iya. Kamu bilang apa tadi?"
"Mas mau makan, nggak?" ulang Winda untuk yang ketiga kalinya.
"Mas lagi ngelamunin Chef Winda, ya," goda Winda kemudian sembari tersenyum, membuat Bisma berdecak kesal.
"Udah, nggak usah ditekuk gitu wajahnya," protes Winda setelah melihat perubahan ekspresi Bisma. "Biar gantengnya maksimal, kalau wajahnya nggak ditekuk," lanjutnya.
Sedetik kemudian, Winda menepuk bibirnya sendiri karena merasa keceplosan. Bisa-bisanya dia memuji Bisma di depan orangnya langsung.
Ragu-ragu, Winda melirik Bisma. Dia berharap, Bisma tak mendengar perkataannya yang terakhir. Namun, harapan Winda sepertinya harus pupus karena Bisma menatapnya dengan senyuman tipis yang tak terbaca di sudut bibirnya.
"Duh, dia pasti ngeledek aku," batin Winda yang sangat menyesali kejujurannya.
Ya, Winda akui bahwa Bisma memang sangat tampan. Lelaki itu bahkan nyaris sempurna di mata Winda. Memiliki postur tubuh tinggi tegap, berkulit putih bersih, paras yang menawan, dan jangan lupakan suaranya yang terdengar seksi di telinga. Winda bisa saja langsung dibuat jatuh hati andai dia tak sedang patah hati dan sedikit trauma dengan lelaki.
"Bunda! Apakah nasi gorengnya sudah jadi?" seru Arsen sembari berlari mendekat ke meja makan.
Kehadiran Arsen, menyelamatkan Winda dari situasi canggung barusan. Gadis yang sedari tadi menahan untuk tidak menghirup oksigen itu, seketika bernapas dengan lega. Winda lalu membantu Arsen untuk duduk di sana.
"Yang ini buat Arsen, nggak pakai cabai," kata Winda sembari mendekatkan sepiring nasi goreng dengan porsi yang lebih sedikit.
"Terima kasih, Bunda," kata Arsen sembari mendekatkan wajah, lalu mencium pipi Winda.
Winda sempat terkejut, tapi kemudian membalas ciuman bocah laki-laki itu.
"Ayah," panggil Arsen. "Ayah nggak berterima kasih sama Bunda?"
"Terima kasih," kata Bisma datar.
"Kok, cuma makasih doang," protes Arsen.
"Lalu?" Bisma mengernyit.
"Cium Bunda, dong, Yah. Kayak Arsen tadi," pinta bocah itu.
"Eh, nggak boleh, Sayang," sahut Winda cepat.
Winda tentu khawatir Bisma akan menuruti keinginan Arsen. Karena yang sudah-sudah, Bisma selalu mengiyakan apa pun yang diminta bocah laki-laki itu. Sementara Bisma hanya mengedikan bahu.
"Kenapa nggak boleh, Bunda?"
Winda terdiam. Dia terlihat kebingungan untuk menjawab pertanyaan Arsen.
"Ssstt ... Mas! Jawab, dong!" pinta Winda dengan pelan ketika Bisma meliriknya.
"'Kan, kamu yang ditanya," balas Bisma tanpa rasa berdosa, membuat Winda berdecak.
"Benar-benar nggak punya empati, nih, cowok! Calon istri lagi kebingungan bukannya bantuin jawab, malah cuek dan nggak peduli!" gerutu Winda.
Arsen yang masih kebingungan, menoleh ke kiri dan ke kanan, menatap Winda yang masih ngedumel dan Bisma yang bersidekap sembari menikmati lucunya wajah Winda yang sedang ngoceh, secara bergantian.
"Bun, kenapa nggak boleh?" desak Arsen setelah beberapa saat menunggu, tapi kedua orang dewasa itu tak ada yang menjawab pertanyaannya.
"Dimakan dulu nasi gorengnya, Sayang. Nanti keburu dingin," saran Winda, mencoba mengalihkan pembicaraan.
Arsen lalu mulai menikmati nasi gorengnya. Begitu pula dengan Bisma yang telah membagi nasi goreng miliknya menjadi dua, lalu dia berikan pada Winda.
Ketika tengah asyik menikmati nasi goreng, Arsen kembali menuntut jawab. "Kata Dio, papanya sering mencium mamanya, tuh, Bun. Lalu, kenapa Ayah nggak boleh cium Bunda?"
Winda sampai tersedak mendengar pertanyaan Arsen barusan. Bisma dengan sigap memberikan air putih miliknya. Lalu, Winda menenggak habis minuman dingin tersebut.
"Arsen. Udah, ya, Sayang. Jangan tanya macam-macam lagi sama Bunda. Ayah belum boleh cium Bunda karena kami belum halal. Nanti jika kami sudah halal, Ayah pasti akan —"
Bisma buru-buru menghentikan ucapannya. Lalu, laki-laki itu berdecak pelan. Seperti menyesali apa yang barusan dia katakan.
"Akan apa, Ayah?" kejar Arsen.
Sama halnya dengan Arsen, Winda pun diam-diam berdebar menanti kelanjutan perkataan Bisma.
bersambung ...
***
Cie ... ada yang gak sabar nungguin 🥰
Emangnya mau ngapain, Bis, kalau udah halal?
Emak-Mak kepo, nih? 🤭
Bebas, ya, Bis, mau ngapain aja. Jungkir balik, silakan ...
Mau salto, yo, monggo 😁
Yuk, sambil nunggu Bisma yang mau guling-guling, baca dulu karya keren punya temanku 🥰
Judul : Transmigrasi Agen Rahasia Kesayangan CEO
Karya. Yakasa
orang begitu kok d dkasih nafas.. 😠 semoga ada balas ats perbuatan mereka.
Semoga Bisma segera menyadari, biar gak usah bertanggungjawab atas dasar janji kepada orang tua Lisa.
Jgn smp deh Bisma kelamaan percaya sm perempuan ulet kadut modelan Lisa begini.. Cepet kebongkar deh kelakuannya.. 😡😡😡