Attention!! Lapak khusus dewasa!!
***
Vincent tanpa sengaja bertemu dengan Valeska di sebuah bar. Niat awalnya hanya untuk menyelamatkan Val yang diganggu laki-laki, namun akhirnya malah mereka melakukan 'one night stand'.
Dan ketika paginya, Vincent baru sadar kalau gadis yang dia ambil keperawanannya tadi malam adalah seorang siswi SMA!
***
Tolong bijak dalam memilih bacaan. Buat bocil gak usah ikut-ikutan baca ini, ntar lu jadi musang birahi!
Gak usah julid sama isi ceritanya, namanya juga imajinasi. Halu. Wajar saja kan? Mau kambing bertelor emas juga gapapa. :"D
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon agen neptunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Om-Om Pedo
Valeska turun dari mobil dengan semangat membara begitu mereka tiba di parkiran universitas. Matanya sibuk menyapu pemandangan para mahasiswa yang lalu-lalang dengan buku di tangan, laptop di bahu, atau sekadar duduk-duduk santai di bawah pohon rindang. Universitas ini adalah mimpinya. Tempat yang selama ini ia bayangkan bakal jadi awal mula perjalanan besar dalam hidupnya.
Sam yang baru keluar dari sisi kemudi, memperhatikan Valeska. “Senyum-senyum sendiri, kayak orang jatuh cinta,” celetuknya santai.
Valeska terkekeh sambil mengibas-ngibaskan tangannya. “Jatuh cinta sih nggak, tapi aku udah nggak sabar banget bisa kuliah di sini.”
Sam mengangguk, tangannya masuk ke saku celana jeansnya. “Nanti rencananya kuliah di sini?”
“Wajib itu hukumnya! Aku harus masuk universitas ini, Sam!” jawab Valeska dengan suara penuh tekad.
Sam tertawa kecil, lalu dengan lembut mengacak rambut Valeska. “Aku bantu doa, deh. Biar kita bisa sering-sering ketemu di sini nanti.”
Kata-kata itu seperti siraman rohani buat Valeska. Pipi gadis itu mendadak merona. Sentuhan kecil di kepalanya barusan? Ya ampun, baper tingkat dewa. Ia bahkan lupa cara bernapas dengan benar.
Tapi, momen manis itu nggak berlangsung lama. Mendadak, seorang mahasiswi dengan rambut panjang yang sehalus sutra dan outfit super fashionable berjalan mendekat ke arah mereka. Wajahnya cerah saat menyapa Sam, tapi mendadak berubah 180 derajat ketika matanya menangkap sosok Valeska.
“Hai, Sam,” sapa gadis itu dengan senyum manis, lalu matanya mengarah tajam ke Valeska. “Siapa dia?”
Valeska langsung tersenyum sinis. Sebelum ia sempat berpikir jawaban yang elegan, Sam justru dengan santai menjawab, “Dia Vals, adikku.”
Adik?!
Seolah waktu berhenti sejenak untuk Valeska. Kalimat itu langsung menusuk hatinya seperti pisau belati yang dingin dan tajam. Adik? Serius, Sam? Aku dikenalkan sebagai adik? Mending dikenalin sebagai teman aja.
“Oh, adiknya Sam,” ulang si gadis, nada suaranya berubah jauh lebih ramah. Ia bahkan tersenyum lebar pada Valeska, yang rasanya membuat gadis SMA itu semakin bete.
Valeska hanya memaksa senyum kecil sambil menahan rasa ingin muntah. Jelas banget, si mahasiswi di depannya ini merasa aman karena ia bukan ‘saingan’.
“Syila, kenapa ada di sini? Nggak ada kelas?” Sam mengalihkan pembicaraan dengan santai.
Syila menggeleng sambil mengibaskan rambutnya seperti di iklan sampo. “Nggak ada. Ini mau ke kafe seberang kampus. Mau ikut nggak?” tawarnya penuh harap.
Sam tersenyum tipis sambil menggeleng. “Aku ada urusan sebentar.”
“Oh.” Syila terlihat kecewa, tapi masih mencoba. “Kalau gitu, mau aku tungguin aja sampai selesai?”
Sam menahan tawa kecil. “Habis ini aku mau pergi sama Vals.”
“Oh ya?” Syila langsung memasang tampang kepo maksimal. “Kemana?”
Valeska yang sedari tadi hanya mendengarkan, akhirnya nggak tahan juga. Dengan suara manis tapi sarat makna, ia yang menjawab, “Kita ada urusan penting banget. Urusan pribadi antara kakak dan adik.” Tekanannya di kata terakhir sukses bikin Syila terdiam sejenak.
“Oh.” Nada suara Syila terdengar sedikit ketus, tapi ia tetap memaksa tersenyum. “Kalau gitu, sampai jumpa besok, Sam.”
Sam hanya melambaikan tangan santai sebelum menggenggam tangan Valeska dan mengajaknya masuk ke dalam kampus.
Sedangkan kondisi Valeska? Ia benar-benar butuh oksigen tambahan. Jantungnya berdetak seperti drum konser rock karena Sam menggenggam tangannya dengan begitu santai, seolah itu hal yang wajar.
Valeska memalingkan wajahnya ke arah lain, berusaha menyembunyikan rona merah yang pasti sudah memenuhi pipinya. Tapi dalam hatinya, ia nggak berhenti mengoceh. Percuma pegangan tangan kalau cuma dianggap sebagai adik doang!
***
Restoran Jepang pilihan Desta malam ini benar-benar bikin Vincent geleng-geleng. Mahal banget! Tapi, mengingat saldo rekening Vincent lebih stabil daripada mood orang kantoran di hari Senin, harga jelas bukan masalah.
Mereka sudah memesan makanan. Sekarang tinggal duduk menunggu pesanan datang, sementara Desta terlihat sibuk memainkan sumpit seperti drummer di konser rock.
“Jadi, lo dapet info apa tentang tuh bocah?” Vincent membuka percakapan dengan nada penasaran.
Desta meletakkan sumpit dan menyandarkan punggungnya ke kursi. “Hmm … gue mulai cari tahu setelah lo kirim kartu pelajarnya ke gue. Dari situ, gue tahu dia yatim piatu. Tinggal cuma sama kakaknya.”
Pernyataan itu sukses bikin Vincent terdiam. Rasa bersalahnya langsung menghantam seperti gelombang tsunami.
Seriusan? Anak yatim piatu? Lo gila, Vin, batinnya mengutuk diri sendiri.
“Tapi yang bikin lucu,” lanjut Desta dengan senyum setengah iseng, “kakaknya si Valeska itu kerja jadi security di kantor lo.”
“Hah?” Vincent nyaris tersedak udara. “Lo serius? Siapa namanya?”
“Keenan Pradipta.”
Vincent langsung mencatat nama itu di kepala, berniat mencari tahu lebih lanjut di kantor nanti. “Terus, ada info apalagi?” tanyanya dengan nada yang mulai serius.
Desta mengangguk pelan sambil menyusun ulang informasi di kepalanya. “Valeska itu pinter banget, Vin. Juara umum di sekolah.”
Vincent mengernyit. “Pinter, juara umum, tapi kok dia bisa ada di bar? Itu logikanya di mana?”
Desta mengangkat bahu. “Kalau itu, gue nggak tahu.”
Vincent mendengus kesal. “Bukannya tugas lo cari tahu semuanya? Masa itu aja gak tau?”
Desta hanya nyengir. “Tadi malam gue keburu digangguin sama Grace, njir.”
Vincent langsung melengos, setengah kesal, setengah pasrah. Emang nggak bisa berharap banyak kalau Desta sudah kena radar sange.
“Nah, sekarang giliran gue nanya,” Desta memiringkan kepala, sorot matanya penuh keisengan. “Lo ngapain repot-repot cari info soal dia? Ada masalah apa, Vin? Bukannya udah kelar ya tadi malam.”
Vincent terdiam sejenak, menarik napas panjang, lalu membuangnya dengan pelan. “Gue … kepikiran terus sama tuh cewek.”
“Kepikiran karena lo merasa bersalah?”
“I don’t know,” jawab Vincent ambigu. “Yang jelas … mukanya itu terus keinget waktu dia—” Ia buru-buru merapatkan mulutnya, nggak mau keceplosan.
Desta langsung terbahak keras. “Muka apa, Vin? Muka keenakan atau muka waktu dia mendesah pasrah? Hahahaha. Aduh, gila. Lo sakit jiwa!”
Vincent memutar mata sambil mendengus kesal. “Ya gue juga bingung, tahu! Makanya gue cerita ke lo, berharap dapet solusi. Gue nggak mau disangka pedofil!”
Kalimat itu sukses bikin Desta tertawa parah sampai menepuk meja. “Astaga, ini jokes terbaik sepanjang tahun!”
“Des, serius!” protes Vincent dengan nada setengah frustasi.
“Oke-oke,” Desta menenangkan dirinya sendiri sambil menghapus air mata akibat terlalu banyak ketawa. “Jadi, lo mau solusi?”
Vincent mengangguk.
“Simple. Ngaku aja. Bilang kalau lo yang beli keperawanannya. Terus terang itu adalah jalan ninja terbaik.”
Vincent langsung menggeleng sambil menatap Desta seperti dia baru saja menyarankan pergi ke bulan naik ojek. “Lo gila? Mana bisa gue bilang gitu! Yang ada dia shock trus ngelaporin gue ke polisi!”
Desta hanya mengangkat bahu. “Lah, terus kenapa kalau dia ngelapor? Backing-an lo kan kuat.”
“Des, nama baik gue, tahu! Nama baik!” gerutu Vincent sambil mengusap wajahnya yang mendadak panas.
Sebelum Desta bisa menjawab, tiba-tiba seorang perempuan cantik bergaun merah muncul entah dari mana. Tanpa aba-aba, ia langsung mendekati Vincent dan … mwah! mendaratkan ciuman di pipinya.
Vincent yang tidak siap langsung terkejut. “What the—”
***
bpak mau daftar??🙂