Seorang remaja benama Freis Greeya hari memikul takdirnya sebagai penerus dari WIND. Untuk menghentikan pertumpahan saran dan pemberontakan yang dilakukan Para Harimau.
Ini adalah kisah cerita perjalanan Freis Greeya dalam memenuhi takdirnya sebagai seorang WIND, Sang Pengendali Angin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MataKatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sang Burung Api yang Tersisa
Bulan ke 6, Tahun 1244
15 tahun setelah penyerangan Kerajaan Kokki'po
Sore itu, seperti hari-hari biasanya, Raya Reed bertemu dengan Frank. Raya tak pernah bosan mendengar cerita-cerita dari Frank. Bahkan terkadang ia diajak berlarian menyusuri hutan untuk berburu.
Frank selalu membawa pisau kecil yang tergantung di paha kaki kanannya. Dia berkata bahwa pisau kecil itu bernama Kerambit. Yang merupakan pisau khas di tempat asalnya, Kerajaan Aetoura.
Hari ini Raya telah cukup puas untuk menghabiskan waktunya dengan Frank. Ia pun memutuskan untuk kembali pulang.
Saat hampir mendekati rumahnya, dari kejauhan Raya melihat banyak orang yang berkumpul disekitar rumahnya. Kemudian terdengarlah di telinganya suara teriakan di tengah keramaian itu. Raya pun melangkah berusaha mendesak masuk di antara kerumunan penduduk itu untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Dan, dari celah-celah kecil itu, terlihat olehnya tangan beserta leher ayah berserta ibunya yang telah dibelenggu oleh kalung dan gelang yang terbuat dari besi. Kalung dan gelang itu terhubung satu dengan yang lainnya melalui sebuah rantai yang besar. Dengan kasarnya para prajurit menyeret kedua orang tua nya sambil berteriak memerintah para penduduk untuk memberi jalan.
Seketika tubuh raya bergetar ketakutan, serta-merta Raya berlari mendesak kerumunan di hadapannya. Ia berusaha dengan keras menggapai tempat ayah serta ibunya.
“I...”
Sesaat sebelum berteriak tiba-tiba mulutnya di bekap dari belakang. Bukan hanya itu, tubuhnya pun di dekap dengan sangat erat. Seakan orang dibelakangnya itu sedang berusaha menghentikannya untuk pergi berlari ke arah kedua orang tuanya.
Raya menoleh dan mendapatkan Paman Elias sebagai orang dibalik semua itu.
Raya terus meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari dekapan itu. Air matanya mengalir deras membasahi pipinya. Tanpa sadar, ia mengigit tangan yang membekap mulutnya hingga berdarah. Ia hanya ingin pergi, berlari untuk mencegah kepergian kedua orang tuanya.
Perlahan-lahan kedua orang tuanya mulai semakin menjauh. Tubuh Raya mulai lunglai, terjatuh, dan berlutut di tanah.
Kemudian di terdengar suara Paman Elias.
“Maafkan Paman, Raya. Kau harus mengerti bahwa itu keinginan kedua orang tua-mu. Mereka ingin menyelamatkanmu.”
Raya membalikkan tubuhnya dan kemudian berlari. Berusaha untuk mencari pertolongan.
Paman Frank pasti akan menolongku. Menolong ayah dan ibu.
Dia berlari dalam tangis dengan tubuh yang gemetar ketakutan mencari harapan terakhirnya
***
Saat itu, Frank yang sedang duduk bersandar di bawah pohon terkejut melihat Raya yang berlarian sambil menangis ke arahnya. Melihat hal itu, seketika ia berlari menghampir gadis kecil itu.
“Raya,” dia berkata sambil kedua tangannya memegang erat pundak-pundak gadis yang menangis dan ketakutan itu. Lanjutnya, “Apa yang terjadi... kenapa kau menangis?”
“Ibu... ayah… mereka… mereka, para prajurit itu, membawa pergi ayah dan ibu dengan… dengan kalung-kalung besi dan… dan rantai-rantai itu. Mereka menyeret ibu dan ayah, Paman!”
Kemudian kedua tangan kecil Raya memegang lengan-lengan milik Frank dengan gemetar.
“Paman, tolong!"
Raya berusaha memohon kepada Frank.
“Tolong selamatkan ayah dan ibuku. Tolong aku, Paman!”
“Tenanglah, Raya..."
Frank berusaha menenangkan Raya dengan mengusap kepalanya.
“Katakanlah, padaku. Kemana arah mereka membawa kedua orang tua mu?”
“Mereka dibawa… dibawa ke arah selatan, ke arah ibukota kerajaan. Tolong, Paman. Cepatlah tolong ayah dan ibuku!”
“Baiklah.”
Kemudian, Frank menggendong tubuh gadis kecil itu, dan berlari mengejar para prajurit itu. Di tengah langkah-langkah kakinya, dia dapat merasakan betapa cepatnya detakan jantung Raya, betapa panas pula tubuhnya. Selain itu, tubuh kecil itu tak berhenti bergetar dan air mata pun terus berjatuhan di kedua matanya.
Frank terus berlari, berharap dapat mengejar prajurit-prajurit itu.
Bagaimana mereka sampai memiliki masalah dengan para harimau gila itu? Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa orang tua Raya sebenarnya?
Akhirnya, terlihat lah para gerombolan prajurit itu. Mereka nampak menyeret seorang laki-laki dan wanita.
Frank pun berlari dan kemudian melompat di depan rombongan-rombongan itu.
Seketika terdengar suara salah seorang dari mereka, yang mungkin pemimpin mereka, berteriak kepada Frank.
“Hei, kau! Apa yang kau inginkan, sialan!” makinya.
Frank pun menoleh ke arah suara itu, dan dilihatnya seorang prajurit, yang mungkin berusia sekitar tiga puluh sampai tiga puluh lima tahunan. Prajurit yang membawa tombak Kamayari, yang merupakan ciri khas wilayah Lef’tigris. Prajurit dengan rambut yang sebagian besar berwarna hitam disertai corak-corak kuning menghiasinya.
“Half-blood Harimau di tingkat kedua,” pikir Frank dalam hati. (Tingkatan kekuatan Half-blood Harimau dapat terlihat dari corak warna tertentu yang menghiasi rambut hitamnya, urutannya adalah: merah, kuning, dan tingkat terakhir adalah putih.)
Frank pun berjalan dan meletakkan Raya di bawah pohon yang berada di belakangnya. Kemudian ia kembali ke hadapan para prajurit itu.
“Maafkan kelancangan saya ini, Tuan-tuan sekalian. Sejujurnya, teman saya di belakang ini,” sambil menunjuk ke arah Raya, “datang sambil menangis menghampiri saya sambil berkata bahwa kedua orang tuanya telah kalian culik dari ke rumahnya.”
Frank melemparkan senyum jenaka-nya ke arah para prajurit itu.
Tapi laki-laki (yang seharusnya adalah ayah dari Raya) menatap Frank dengan penuh kemarahan. Bukan hanya itu, bahkan wanita berada di samping laki-laki itu menundukkan wajahnya yang dipenuhi kesedihan.
Apa yang sebenarnya terjadi....
Lalu terdengar suara tawa dari prajurit itu.
"Aku seharusnya berterima kasih kepada Anda, Tuan, atau harus aku sebut ‘orang bodoh’. Karenamu kami tidak perlu repot-repot mencari keberadaan anak itu. Oh… bukan-bukan, kami bahkan tidak tahu bahwa mereka memiliki seorang anak.”
Frank terkejut mendengar perkataan kepala prajurit itu. Kemudian, dilihatnya kepala prajurit itu memberi isyarat pada bawahannya untuk maju. Melihat itu, dia berdiri dengan sigap dan bersiap menghadapi serangan-serangan para prajurit itu.
“Tiga, lima, tujuh ya..."
Frank menghitung jumlah musuh yang akan di hadapinya.
Tiba-tiba dari arah kanan Frank terlihat salah satu prajurit yang meloncat menerjangnya. Tapi dengan sigap Frank mencabut pisau Kerambit yang tergantung di bagian luar paha kanan miliknya. Disusul dengan gerakan cepat tangan kanan, yang menyayat leher penyerangnya. Yang berakhir dengan terkaparnya tubuh prajurit itu dengan bersimbah darah ditanah.
Prajurit lainnya terlihat terkejut melihat pemandangan di hadapan mereka.
“Apa yang?” terdengar seru yang terhenti dari mulut kepala pasukan itu. Kemudian ia menatapnya dengan heran, “Siapa kau? Dan bukankah itu? Bukankah itu adalah kerambit? Kenapa orang Elosy ada disini? Dan kau, bukankah itu Kristal Enichtis?"
“Ah, ini,” Frank menjawab acuh tak acuh, “ya ini adalah Kerambit. Dan ini,” sambil melihat ke arah prajurit itu dengan tatapan merendahkan, “memang Kristal Enichtis, berelemen alam. Apa kau takut?”
“Serang dia!” kepala pasukan itu berteriak lantang memerintah bawahannya untuk maju.
Dengan secara cepat Frank menancapkan Kerambit-nya ketanah. Terlihatlah akar-akar tumbuh merambat di dalam tanah. Yang kemudian menjalar ke atas melalui kaki-kaki para prajurit. Lalu menjerat tubuh mereka hingga tak bergerak. Kemudian Frank melompat dan menyayat leher mereka satu per satu.
Setelah itu, Frank melangkah dengan tegap dan tenang ke arah prajurit terakhir yang ada di hadapannya, kepala prajurit itu.
“Bajingan!" maki prajurit itu.
Terlihatlah tangan prajurit itu telah diselimuti aura yang berwarna kuning pekat, yang berbentuk cakar harimau. Ia pun melempar tombak Kamayari yang ada di tangan kanannya ke arah Frank.
Dan, dengan sigapnya Frank mampu menghindari tombak itu dengan cara meloncat ke sisi kiri.
Melihat itu, sang prajurit yang kedua tangannya telah diselimuti aura berbentuk cakar harimau, dengan cepat mencoba menyergap Frank.
Tapi dengan kemampuan serta ketrampilan yang telah diasahnya, Frank dengan mudah mampu menghindari serangan kejutan itu. Frank memutar rendah tubuhnya ke arah kiri untuk menghindari serangan. Dan dengan cepatnya ia bangkit serta menerjang prajurit yang tersisa itu dan menancapkan pisau di pundaknya.
“Kau tahu,” katanya dengan tatapan yang dingin, k, dari lubang-lubang hidungnya, dari sela-sela telinganya. Dan berakhir dengan secara paksa mendesak bola-bola mata Sang Prajurit hingga mencuat keluar dari tempatnya.
Lalu, Frank dengan dinginnya mencabut pisau miliknya dari pundak prajurit itu dan berjalan menghampiri kedua orang dihadapannya yang merupakan orang tua dari Raya, gadis cilik yang ia kenal.
***
Lisa sedikit terkejut melihat laki-laki itu, yang datang bersama putrinya. laki-laki itu berjalan menghampirinya. Dan suaminya. Dia mulai menyadari bahwa laki-laki itu bukan sembarangan orang mengingat ketrampilannya dalam bertarung.
“Raya... ya... dimana raya?”
Dengan panik Lisa menengok ke segala arah mencari keberadaan putrinya. Ia pun menemukan putrinya yang berdiri jauh di belakang, dengan isak tangis yang tertahan, melihatnya tapi terlalu takut untuk mendekat. Saat ini mungkin putri yang dicintainya itu terlalu takut melangkah melewati tempat pertarungan laki-laki yang membawanya.
Mungkin ia adalah laki-laki yang sering diceritakan oleh Raya selama ini, Frank Sang Pengembara.
“Apa yang telah kau lakukan?” suaminya membentak Frank dengan geram.
Tapi Frank dilihatnya tidak menghiraukan perkataan suaminya. Frank pun menunduk dan membuka borgol milik nya, serta suaminya.
Lalu dengan lembutnya lisa menatap Frank sambil berkata.
“Tahukah Anda siapa kami sebenarnya? Hingga membuat kami harus ditangkap.”
“Tentu saya tak mengetahuinya, nyonya.”
Frank berbicara sambil menatap Lisa dalam-dalam.
“Dan, itulah yang membuat saya ingin bertanya kepada Anda dan suami Anda, apa yang menyebabkan tuan serta nyonya ditangkap oleh…”
Belum sempat Frank melanjutkan perkataannya, mereka semua dikejutkan dengan suara derak langkah-langkah kaki yang berlarian dari kejauhan. Terlihat para pasukan dari The Tiger Kingdom dalam jumlah yang besar berlarian ke arah mereka. Saat itu, secara spontan Lisa menengok ke arah Raya, putrinya, dan dilihatnya tubuh putrinya itu semakin gemetar ketakutan.
Kemudian berkata lah Lisa kepada Frank.
“Pergilah, bawalah putriku pergi dari sini.”
Kemudian secara serentak, Lisa beserta dengan suaminya memungut tombak Kamayari, yang bergelimpangan dijalan akibat pertarungan sebelumnya, dan berjalan ke arah para prajurit itu.
“Pergilah!”
Lisa berteriak dengan lantang kepada Frank.
Meskipun memiliki keraguan di awal, tapi Frank mulai menyadari situasi saat ini. Sudah tidak ada pilihan lain. Ia pun berlari dan membawa pergi Raya dalam dekapannya.
Raya yang terkejut dengan tindakan Frank berusaha meronta-ronta untuk melepaskan diri.
Frank pun sama sekali tak menghiraukan Raya yang meronta-ronta. Ia pun tetap berlari menjauh.
Dan disaat Frank berbalik, terlihatlah sosok Lisa dan suaminya yang telah diselimuti oleh aura berbentuk seekor burung yang tertelan dan terbakar oleh api. Akhirnya pertanyaannya terjawab, kedua orang tua Raya adalah Half-blood Burung Api. Dan mungkin satu-satunya yang tersisa dari peristiwa pembantaian Ras Burung Api di Izois.
Akhirnya Frank mengerti kenapa laki-laki itu begitu marah melihat keberadaan Raya disini. Raya merupakan Ras Burung Api yang tersisa. Yang ditakuti oleh para harimau. Yang diburu oleh mereka yang ketakutan oleh kekuatannya.
Frank melihat laki-laki itu menundukkan kepalanya, tanda salam perpisahan.
Setelahnya, Lisa serta suaminya berlari menuju para prajurit itu. Dilihatnya Raya yang menangis, sembari meronta-ronta, di pelukan Frank sambil memanggil-manggil dirinya dan suaminya.
Tapi mereka adalah orang tua...
Dan dia yang menangis meronta itu adalah putri mereka...
Ini lah keputusannya Lisa dan suaminya.
Dan Frank berlari pergi menghormati keputusan itu.
****
“Suara kecil itu terdengar di belakang telingaku,
Terus menggema memanggil namaku,
Bahkan dibalik dentuman-dentuman dan hentakan-hentakan segala senjata dan perisai ini,
Suara itu menggema begitu keras di telinga ini, di hati ini,
Suara malaikat kecil yang telah menghiasi kehidupanku,
Serta mimpi-mimpi malamku,
Hidupku telah diakhiri oleh senyuman,
Tanpa sedikitpun tergores oleh penyesalan.”
😂
😂