Bawa pesan ini ke keluargamu!
Teruslah maju! Walau sudah engkau tidak temui senja esok hari. Ada harapan selama nafas masih berembus.
Bawa pesan ini lari ke keluargamu!
Siapa yang akan menunggu dalam hangatnya rumah? Berlindung dibawah atap dalam keceriaan. Keset selamat datang sudah dia buang jauh tanpa sisa. Hanya sebatang kara setelah kehilangan asa. Ada batu dijalanmu, jangan tersandung!
Bawa pesan ini ke keluargamu!
Kontrak mana yang sudah Si Lelaki Mata Sebelah ini buat? Tanpa sengaja menginjak nisan takdirnya sendiri. Tuan sedang bergairah untuk mengejar. Langkah kaki Tuan lebih cepat dari yang lelaki kira. Awas engkau sudah terjatuh, lelaki!
Jangan lelah kakimu berlari!
Jika lelah jangan berhenti, tempat yang lelaki tuju adalah persinggahan terakhir. Tuan dengan tudung merah mengejar kilat.
Tuan telah mempersembahkan kembang merah untuk Si Lelaki Mata Sebelah.
Sulur, rindang pohon liar, sayupnya bacaan doa, lumut sejati, juga angin dingin menjadi saksi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Indy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 Bunga Harapan
..."Dahulu ada yang pernah berkata, 'wewangian yang tercium tengah malam menandakan adanya makhluk ghoib yang hadir.' Tetapi, jika seseorang berdoa kepada Sang Penguasa Gelap maka keajaiban akan hadir berwujud perlindungan yang dahsyat." - Altar....
Dilihatnya dari atas sampai bawah. Kaki jenjang, keriput hampir tidak nampak, wajah apalagi. Mulus, halus, juga menggoda siapa saja yang menantikannya. Airis terkenal 'laku' sejak awal masuk ke rumah bordil. Menyingkirkan gelar pada bintang terdahulu dan menjadikannya wanita paling dihormati hanya dalam waktu setahun. Kemampuannya menjaga diri sehingga tidak memiliki anak kandung. Banyak yang berguru, berlutut meminta cinta kepada dirinya yang tidak tahu tubuhnya telah dimakan usia.
"Maaf membuat Anda menunggu Tuan Con." Menunduk hormat wanita, gaun merah disertai warna senada pas untuk rambut panjangnya. "Saya sudah menyiapkan diri saya dengan baik. Silakan gunakan saya sesuka Anda."
Kepada lelaki yang menyebut dirinya sendiri Tuan Con nampak menunjukkan ketertarikannya. Setelah mengunci pintu dan memasang tanda jangan diganggu, melangkahkan kakinya menuju wanita yang masih berada di depan pintu. "Berapa usia kamu?"
"48 tahun," jawab wanita itu seraya mendayu.
Bepindah Con menutup semua penerangan yang lewat. Jendela juga ventilasi, membuat seringaian berada di bibir manis manjanya. "Hm, kamu cukup dewasa."
"Yah, sepertinya Tuan Con juga tertarik dengan wanita dewasa."
Melipat kaki jenjangnya, mengisyaratkan untuk Airis duduk dihadapannya. "Duduklah, aku ingin mengajakmu berbincang terlebih dahulu."
Seperti yang disukai para lelaki kelas kakap, tidak akan terburu-buru dalam menikmati 'hidangan'. Semakin lama akan semakin menarik.
"Tentu saja," jawab Airis dengan manja. Belahan dadanya dia tonjolnya juga seraut wajah menggoda. Sedang kaki jenjangnya pamerkan.
"Kamu memiliki tubuh awet muda, jika aku boleh tahu bagaimana rahasianya? Apakah kamu menggunakan semacam ritual?"
"Apakah wajar menanyakan rahasia itu kepada saya?" tanyanya sembari mengetuk meja dengan pelan. Merambatkan tangannya menuju tangan Tuan Con perlahan.
"Aku memiliki istri, dan aku hanya tertarik dengannya. Hanya saja dia seperti terlihat banyak keriput. Aku melihat wajahmu di majalah berita. Untuk seusiamu jelas kamu begitu cantik."
Rasa kesal mampir dalam benak Airis. "Apakah Anda tidak berniat dengan saya?"
"Tidak," jawab Tuan Con. "Jika kamu bisa memberitahukan resep awet muda maka aku akan menambahkan angka 0 dipembayaran kita."
Dengan cepat Airis menarik tangannya menjauh dari meja. Menimbang penawaranyang di suguhkan oleh lelaki kaya raya. Tetapi, seumur hidup baru pertama kali dirinya ditolak oleh lelaki tampan. "Apakah itu perlu?"
"Bukankah kita sudah sepakat?" Tuan Con mengeluarkan secarik kertas yang ada di saku kanan jasnya. Sejumlah nominal uang tertera di sana.
"Baiklah aku akan memberitahukannya. Apakah Anda percaya jika saya memiliki gadis perawan ratusan?" Tangan disangga didagu, melihatkan senyuman indah dibibir. "Saya menggunakan darah keperawanaan mereka untuk membasuh muka saya. Berdoa kepada leluhur lalu menjadikan saya awet muda. Sejatinya tidak ada yang bisa melakukannya selain saya. Jadi, jika Anda berkenan maka bawalah istri Anda ke rumah persinggahan saya."
"Apakah kamu membual?" Tuan Con mengernyitkan keningnya.
"Oleh karnanya apakah Anda percaya dengan apa yang saya katakan?"
"Aku akan membawa istriku ke rumah persinggahanmu. Jika kamu tidak menepati janjinya akan aku gunakan sesuatu yang lebih keras."
"Saya akan menunggu," ujarnya.
Sesingkatnya menulis sebuah alamat yang hafal diluar kepala. Setelah mendapatkannya, perbincangan mereka hanyalah seputar kosmetik. Tuan Con mengernyit ketika menangkap sesuatu yang ganjil.
Bekerja sama dengan rumah sakit untuk membuat bedak?
...***...
Kaki menyapa keset selamat datang pada rumah yang sudah menjadi persingghananya sejak menginjakkan kaki di Kota Homura. Rumah Dinas Detektif yang dibangun dekat dnegan kantor kepolisian juga dekat dengan Kantor Forensik dimana Julian bekerja.
Dilihatnya Clause yang menyelesaikan gambaran, mencoba mencocokkan dengan mengobrak-abrik dokumen orang hilang. Sedang, Julian masih setia dengan dokumen miliknya sendiri. "Apakah kalian tidak kembali ke kantor?"
"Diamlah Julian. Suaramu terlalu dibuat-buat." Clause berkata tanpa menoleh.
"Aku tidak berbicara sialan. Lihat kaptenmu ada di sini."
Pada akhirnya hanya helaan nafas yang diterima oleh Clause. Mengintip sejenak siapa yang pulang dengan wangi mawar yang menyebalkan. Clause mengernyit, dihampirinya lelaki bertubuh kekar itu lalu menelisik semua tubuhnya. "Kamu betulan bersenang-senang."
"Tidak," jawab Tuan Zion.
Kewaspadaan Clause enggan dilonggarkan. Pada akhirnya memberikan sebungkus makanan yang dia bawa. "Sudah makan malam?"
"Belum," jawab Clause seperti anak kucing yang kelaparan.
"Julian?" tanpa menoleh dari dokumennya.
"Makanlah, aku akan berganti baju."
Wajah cerah Julian menghampiri Tuan Zion yang membawa banyak makanan juga jajanan malam. Kedua wajah berseri berpandangan lalu berteriak girang.
"Ada makanan kesukaanku."
"Aku juga," jawab Julian tidak mau kalah.
Piring penuh dengan jajanan belum dihabiskan. Sisa bungkus makanan juga belum dibersihkan. Tuan Zion menuruni tangga setelah menyelesaikan mandinya. Membereskan segera apa yang membuat dua anak manusia mengacaukan rumahnya. "Clause," panggil Tuan Zion membawa secangkir teh hangat.
"Hm?"
"Apa yang kamu kerjakan?"
Clause mengangkat dokumennya. "Lokasi pertama sudah ditemukan, dan orang hilang dengan sketsa gambar yang aku buat mirip dengan seorang wanita bernama Zilvania."
Name : Zilvania
Usia : 20 tahun
Latar Belakang : Dilahirkan di Kota X pada tahun XX, orang tuanya meninggal dalam gempa bumi 5 tahun kemudian. Pada akhirnya keluarga yang tersiisa membawa Zilvania ke Panti Asuhan untuk dirawat. Selama 2 tahun awal, Zilvania disokong oleh keluarga pamannya yang memberikan uang bulanan, namun, suatu puncak pamannya meninggal dan membebankan seluruh biaya perawatan kepada panti asuhan. Memilih untuk putus sekolah dan bekerja sebagai bersih-bersih kuil pada usianya yang ke 15 tahun.
Dinilai memiliki paras yang rupawan, Zilvania ditaksir oleh pedagang yang mampir selalu ke kuil dan dilamar ditahun berikutnya. Merecanakan pernikahan di usia 19 tahun karena suatu hal diputuskan secara tiba-tiba. Membuat Zilvania terpuruk dalam depresi. Kondisi tubuhnya melemah di usia 19 tahun dan dirawat setelah pingsan tanpa sebab sehari sebelum dberitakan hilang pada tanggal 21 januari.
Pasien masih membawa gelang rawat dari rumah sakit sehingga pencarian dilakukan secara menyeluruh. Dua bulan semenjak diberitakan hilang, penggalangan dana dilakukan. Dikarenakan kurangnya donasi mengakibatkan panti asuhan mencabut paksa berita kehilangan dan memutuskan untuk menguburkan Zilvania tanpa jasad.
Tuan Zion menutup dokumen. "Hm, kisah yang begitu tragis."
"Yah, aku juga sudah membaca penjelasannya. Clause mencoba menghubungi panti asuhan tetapi tidak dijawab." Julian menyomot donat, menghampiri Tuan Zion yang duduk di dekat Clause. Lelaki itu mengobrak-abrik dokumen dilantai beralaskan karpet. "Aku tidak bisa memastikan apa yang berada di hidung kedua mayat korban. Sementara pradugaku adalah itu serbuk besi. Jika dilihat dari struktur tanah yang penuh dengan unsur hara. Daerah pegunungan, memang memungkinkan adanya serbuk besi yang mencemari."
"Jenis tanah yang banyak mengandung zat besi tinggi adalah Laterit. Sedangkan, tanah seperti itu banyak dijumpai di daerah tropis. Musim yang kita punya tidak menunjukkan adanya tanah sesubur itu," sangkal Tuan Zion.
Clause pada akhirnya berpindah ke samping Tuan Zion. "Meski begitu banyak tumbuhan yang berada di sekitar titik penguburan. Unsur hara pasti tinggi, sehingga zat besi dapat larut oleh mineral atau air tanah yang terbawa melalui hujan."
Tuan Zion menyetujui obrolan Clause. "Berapa banyak panti asuhan yang kamu temukan di kota kelahiran gadis ini?"
"Ada 2," jawab Clause.
"Kita akan mengunjunginya dan menyampaikan berita ini. Setidaknya mayatnya haeus dikuburkan dengan layak."
Clause dan Julian mengangguk menyetujui rencana Tuan Zion.
Tangan Tuan Zion mengeluarkan sekotak hiasan dari saku baju tidurnya. Menatap bergantian pada Julian dan Clause dengan wajah membingungkan. Seraut wajah heran mampir dikedua bocah yang melongo. Hendak Julian memaki lelaki itu ketika Tuan Zion mengisyaratkan untuk diam.
"Apa kamu akan menikah?" tanya Clause penasaran. Jelas saja kotak hiasan itu berisikan dua cincin.
Tuan Zion melihat manik mata Clause, membuat yang memiliki tidak nyaman diantara duduknya. "Maukah kamu menjadi istriku?"
Julian melongo, matanya melotot sempurna. Pernyataan cinta yang membuat jantungya berhenti selama mungkin. Donat jatuh mengenai karpet. "Tuan Zion?" gagap Julian berbicara.
Clause tanpa kata, bersemu merah kedua pipinya. Apa yang dilakukan kaptennya diluar batas kewajaran.
"Bukan istri yang sesungguhnya. Aku memerlukan bantuanmu."
...***...
Lumut juga tanaman pagar alami terpapang nyata didepan mata. Hamparan padi yang menggenang dalam lautan tanah. Gemerisik dedaunan banyaknya angin. Ada ribuan rumput ilalang yang memenuhi kebun tidak terpakai dari belakang gedung sebuah panti asuhan.
Dari kejauhan dua lelaki yang terus memandang anak-anak berusia 5 sampai 15 tahunan. Hatinya bergetar menyaksikan perjuangan seorang nenek dan juga para perawat panti asuhan. Ada seonggok kereta mesin yang terparkir sudah lama tidak dicuci.
Hanya sekitar 12 anak yang mereka lihat, bermain bersama secara sederhana. Mereka meminta belas kasih untuk diasuh dengan baik. Setelah dewasa anak harus menentukan dirinya sendiri. Bekerja dan menjadi tulang punggung bagi adik-adiknya- yang bahkan tidak mereka kenal sebelumnya.
Clause mendekati bangunan tua, menemui sepasang perawat muda berusia sekitar 17 tahunan. Menunduk hormat ketika melihat seragam detektif mereka.
"Selamat datang di gubuk kami, Tuan."
Clause dan Tuan Zion menundukan - membalas sapaan wanita itu. "Saya Zion Connelius, Kepala Detektif, dan wakilku, Clause Zegar."
Wanita nampak begitu senang dengan kedatangan dua lelaki itu, alih berharap akan memberikan sesuatu dengan melirik sebuah kotak yang dibawa oleh Clause.
Ruangan sederhana dengan sediikit retak pada dinding. Seorang nenek menyambut mereka dengan tongkat kayu. Perawat itu nampak membantu mendudukkan nenek. "Saya tidak mendengar kabar Anda akan kemari, Tuan."
"Saya memang tidak mengirimkan surat. Clause telah menelepon panti asuhan ini berkali-kali. Apakah pesawat teleponnya rusak?"
"Ah sudah lama dicabut. Kami terbilang susah memperpanjang masa kontraknya."
"Saya mendengar jika panti asuhan disokong dana oleh keluarga Zilvania. Apakah saya benar?" Clause mengonfirmasi.
"Itu sudah lama putus. Kami juga bisa bertahan karena beberapa masyarakat yang iba dan saya masih memiliki sawah untuk dikelola."
"Saya bersyukur karenanya. Saya juga ingin mengabarkan sesuatu. Sebelumnya bolehkah saya bertanya?" Tuan Zion memulai pembicaraan. Sekilas matanya tertuju pada gadis berusia 2 tahunan yang mengintip dari balik jendela. Sang nenek peka dengan apa yang dilihat Tuan Zion.
"Dia adalah adik kecil kami." Beralih pandang kepada Tuan Zion selanjutnya. "Silakan jika ingin bertanya."
"Apakah Zilviana sudah lama meninggal?"
Seperti membuka luka lama, nenek hanya mengedipkan matanya yang memanas. "Dia anak yang sangat berbakti. Kami juga sering merindukan kehadirannya."
Sang perawat hanya memandang cemas. "Nona Zilviana sudah dinyatakan meninggal dua tahun lalu."
"Kami sedang menyelidiki sebuah kasus yang belakangan ini beredar. Salah satu nama Nona Zilviana masuk dalam daftar pencarian. Dan kami membawakan bukti atas ditemukannya jasad dari Nona Zilviana. Saya berharap bisa dikuburkan dengan layak walau sudah termakan usia."
Clause memberikan sekotak pakaian juga beberapa perhiasan manik dari yang ditinggalkan sang jasad. Nenek dan perawat itu membukanya. Tidak kuasa menahan air matanya. "Terima kasih," ucap nenek.
"Kami juga akan membantu penguburannya." Tuan Zion melihat keluar jendela, mendengar deru kereta mesin yang engantarkan peti juga sejumlah anggotanya.
Sebuket bunga sudah kami persembahkan akan sebuah janji yang baru saja terpenuhi. Malam ketika senyap akan datang, seseorang akan dengan indahnya memberikan lantunan doa. Kepada anak yang juga ikut melayat untuk sang kakak bagi adik-adik.
"Terima kasih Tuan Zion."
Tuan Zion mengisyaratkan untuk Clause memberikan dokumen kepada sang nenek. "Didalamnya ada sebuah surat kerja sama."
Sang nenek membuka isinya dan membaca sekilas dengan perawatnya. Kontrak yang dibuat dengan Perusahaan Connelius. "Saya akan menggantikan donatur yang telah lama hilang, sebagai balas jasa atas pengorbanan Zilvania selama ini."
Mungkin untaian kata sudah tidak bisa mewakilkan suara terima kasih. Kepada anak yang berseru semangat atas bebasnya kemiskinan, bersekolah hingga mereka akan mendapatkan gaji yang layak.
"Apakah tidak berlebihan Tuan Zion?" bisik Clause.
"Aku tidak akan miskin karena membantu."
Sedangkan, didalam kereta duduk seorang lelaki yang memegang surat perjanjian yang sama. Mengatasnamakan dirinya sebagai Connelius dan membagi uang untuk anak-anak. Lelaki dengan jas merah tua itu tersenyum.
"Kamu akhirnya mau membantu." lelaki dengan mata Emerald mengejek temannya.
Manik mata merah kecoklatan, emas kemerahan, atau indahnya sebuah berlian permata disandang oleh lelaki melihat dari kejauhan. "Yah, jika Julian yang meminta bantuan maka aku akan peduli."
"Setidaknya kamu tidak perlu takut kebanyakan uang, Tuan Muda Bryan Rall."
...***...
Bersambung....
Meski hati terserang rindu akan rumah tapi canda teman sesama menjadi penghangat lara, namun mereka tak tau ada sesuatu yang tengah mengincar nyawa.~~ Samito.
numpang iklan thor/Chuckle/
Iklan dikit ya thor🤭