Berawal dari sahabatnya yang fans sekali dengan seorang Gus muda hingga mengadakan seminar yang akan diisi oleh Gus yang sedang viral dikalangan muda mudi itu.
Dari seminar itulah, Annisa menemukan sosok yang selama ini dikagumi oleh banyak orang salah satunya Bunga, sahabatnya sendiri.
Awalnya, menolak untuk menganggumi tapi berakhir dengan menjilat air ludah sendiri dan itu artinya Annisa harus bersaing dengan sahabatnya yang juga mengagumi Gus muda itu.
Lantas gus muda itu akan berakhir bersama Annisa atau Bunga?
Ketika hati telah memilih siapa yang dia cintai tapi takdir Allah lebih tau siapa yang pantas menjadi pemilik sesungguhnya.
Aku mencintai dia, sedangkan dia sudah bertemu dengan takdir cintanya dan aku masih saja menyimpan namanya didalam hati tanpa tau bagaimana cara untuk menghapus nama itu.
Bukan hanya aku yang mengejar cinta, tapi ada seseorang yang juga tengah mengejar cinta Allah untuk mendapatkan takdir cinta terbaik dari yang maha cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sebuah Kata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nikahan Fatiyah
Satu minggu berlalu. Pagi ini adalah pagi yang amat teramat sakral bagi seorang gadis yang berumur 21 tahun itu. Dengan gaun putih cantik ala ala pengantin Malaysia itu membuatnya terlihat sangat menawan bagi siapa saja yang berhadapan dengannya.
Di dalam kamar yang berada di lantai dua itu terdapat tiga wanita yang terlihat sangat cantik dengan gaun mereka masing masing. Dua diantara tiga wanita itu tampak menggoda satu dari mereka. Sungguh, ini momen yang menegangkan.
"Bunga, Annisa. Acara akan dimulai, tolong tuntun Fatiyah yah!" pinta wanita paruh baya dengan kebaya modern berwarna coklat muda yang melekat indah dibadannya dan berlalu pergi meninggalkan tiga gadis itu.
Annisa, berdiri disebelah kanan Fatiyah sedangkan Bunga berdiri disebelah kiri Fatiyah. Mereka berjalan anggun keluar kamar menuju ruangan ijab qabul.
Annisa, Fatiyah dan Bunga sudah berada diatas anak tangga dan hendak menuruni satu persatu anak tangga yang akan membawa mereka kebawah. Semua mata tertuju kepada tiga wanita yang tampak anggun itu.
Annisa dan Bunga tersenyum ramah sedangkan Fatiyah hanya tertunduk malu. Mata Annisa menatap sosok Bisma yang tengah menatapnya dalam. Annisa, merasa aneh dengan tatapan Bisma yang berbeda dari Biasanya.
"Ya Allah, ciptaanmu sungguh cantik." Batin Bisma.
"Bisma, ngapain lihatin aku kek gitu ya? Ada yang aneh?" batin Annisa lalu memutus pandangannya dari Bisma.
Tiga gadis itu berjalan menuju area akad. Dimana calon pengantin pria sudah berada disana. Fatiyah, langsung duduk disebelah calon suami sedangkan Annisa dan Bunga ikut bergabung dengan yang lain.
Annisa, sengaja duduk didekat Bisma, "Bisma, lo ngapain liatin gue segitunya? Ada yang aneh?!" tanyanya penasaran.
Bisma hanya mengangkat bahunya acuh. Pria itu sengaja tidak merespon Annisa.
"QALBITU NIKAHAHA WATAZWIJAHA BIL MAHRIL MADZKUR HAALAN."
"Bagaimana para saksi? Sah?!"
"SAH..." teriak semua orang dengan penuh kebahagiaan.
"Alhamdulillah."
Selesai ijab qabul, selanjutnya Fatiyah dan suami saling memasangkan cincin setelah itu menandatangani buku nikah.
"Selamat menempuh hidup baru, Fatiyah dan Fajri. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Sekarang kalian sudah menjadi suami istri dimana suami memiliki tanggung jawab penuh terhadap istrinya. Dan buat, Fatiyah. Surgamu sekarang ada pada suami. Berbakti lah kepadanya selagi apa yang dia perintahkan masih dijalan Allah. Sebagai suami istri kalian memiliki hak dan kewajiban." ucap pak penghulu sebelum pergi meninggalkan area akad.
"Terimakasih pak." ucap sepasang kekasih yang baru saja melangsungkan akad nikah.
Tentunya setelah menikah suami istri memiliki hak dan kewajibannya. Suami istri memiliki hak yang sama. Hak yang seimbang. Qs. Al-Baqoroh : 228 : wanita memiliki hak yang diimbangi dengan kewajiban laki-laki. (Misal, hak wanita dinafkahi maka kewajiban laki-laki menafkahi, hak laki-laki ditaati maka kewajiban wanita menaati, dll).
Di dalam rumah tangga, pemimpin hanya satu, yakni laki-laki. Ia, memiliki hak satu derajat diatas wanita. Yaitu kepemimpinan. Hal ini mengisyaratkan suami untuk bersikap lapang terhadap anak dan istrinya. Maka karena itu, Ia menjadi pemimpin, Ia dituntut untuk mampu menjaga, melindungi anak istrinya serta memberi nafkah kepada mereka. Emosional dan kasih sayang dari wanita merupakan kelebihan wanita dalam membina anak anaknya.
Acara sudah selesai beberapa jam yang lalu, Annisa dan Bunga sudah berpamitan pada Fatiyah dan suami. Dua gadis itu berjalan beriringan menuju halaman luar rumah Fatiyah.
Namun, baru saja sampai didepan pintu, langkah mereka dihentikan oleh panggilan Bisma, "Icha, tunggu!" panggil Bisma sedikit berteriak dan berlari kecil kearah mereka.
Annisa dan Bunga saling bertatapan, "Kalian mau pulang?" tanya Bisma saat sudah berada didekat mereka.
Annisa, mengangkat kedua alisnya, "Menurut penglihatan ngana gimana?" ucap Annisa.
"Oke, yuk pulang!"
"Kita udah pesan taxi online kok." tolak Bunga.
"Taxinya udah datang, kita duluan." ucap Annisa saat melihat taxi pesanan mereka baru saja datang.
Annisa dan Bunga bergegas menghampiri taxinya sedangkan Bisma yang memiliki kesempatan berlari pun memanfaatkan kesempatan itu.
Pria berkemeja abu-abu yang dilapisi jas hitam itu berlari menuju taxi pesanan Annisa. Ia terlihat sampai terlebih dahulu dan mengeluarkan dompet dari saku celananya. Bisma, mengeluarkan beberapa lembar uang pecahan seratus ribu dan memberikannya kepada sang sopir.
"Maaf pak, taxinya saya batalkan ya, tapi bapak gak usah khawatir, saya akan bayar ongkosnya kok." ucap Bisma sembari memberikan uang tadi kepada sang sopir.
"Bisma, lo apa apaan sih?! Kenapa lo batalin?! Orang bapaknya udah sampai juga."
Bisma mengedipkan sebelah matanya pada sang supir, "Terimalah pak!" ucap Bisma. Mau tak mau Sang sopir taxi pun menerima uang tersebut dan kembali meninggalkan area rumah Fatiyah.
Melihat taxinya pergi begitu saja membuat, Annisa menatap Bisma kesal sebelum Ia pergi meninggalkan Bisma dan Bunga. Gadis berhidung minimalis itu berjalan sembari menghentak-hentakan kakinya.
"Icha, mau kemana?" teriak Bisma sembari mengejarnya diikuti Bunga.
"Ini semua gara gara kamu!" ucap Bunga yang sedari tadi hanya diam saja.
Bisma, tidak merespon ucapan Bunga dan fokus berlari mengejar Annisa.
"Pulang sama gue!" ucap Bisma terdengar dingin membuat Annisa yang biasanya membantah kini terdiam mendengar nada bicara seorang Bisma.
Annisa, menatap bola mata indah berwarna coklat itu begitupun dengan Bisma. Ia menatap tajam bola mata Annisa. "Naik!" perintah Bisma.
Posisi mereka berada tepat disebelah mobil milik Bisma yang membuat Bisma sedikit mudah meminta Annisa untuk naik kedalam mobilnya.
Saat Bisma ingin membuka pintu mobil dengan cepat Annisa menepis tangannya, "Gue gak suka dibentak! Lo gak ada hak buat ngatur hidup gue!" ucap Annisa marah.
"Lo mau gue paksa naik atau lo naik sendiri? Hmm?"
Tatapan mereka belum terputus, hingga mata Annisa puas menelusuri semua penjuru bola mata milik Bisma, "Annisa Mardhatillah, naik!" ucap Bisma sekali lagi dan kali ini menyebutkan nama lengkap sang gadis.
"Gue mau pulang sendiri!" tolaknya.
Bisma memasukan kedua tangannya kedalam saku celana dan menyandarkan badannya dimobil sembari tersenyum manis sangat manis sampai Annisa takut melihat senyumnya dengan satu alis mata dinaikan, "Pulanglah, nona!" usir Bisma.
"Oke!" ucap Annisa dan berjalan meninggalkan Bisma dan Bunga.
"Icha! Kamu yakin mau pulang dengan keadaan seperti itu?" teriak Bunga sedangkan Bisma masih dengan mode tidak pedulinya.
Annisa memutar badannya menghadap Bunga, "Yakinlah! Kenapa emangnya? Kamu gak mau pulang sama aku?" ucap Annisa merasa Bunga tidak ingin pulang bersamanya.
Sahabat macam apa Bunga ini? Begitulah pikir Annisa.
Bunga, berlari kecil menuju Annisa, "Cha, kamu haid?" bisik Bunga.
"Gak lah!"
"Liat belakang deh!"
Karena penasaran Annisa pun mengikuti perkataan Bunga dan ternyata benar. Gaun bewarna putih itupun sudah bercampur dengan noda berwarna merah.
Annisa langsung menutup nya dengan kedua tangan mungil miliknya. Sedangkan Bisma, pria itu hanya tersenyum tipis walau dihatinya sangat bahagia karena Ia tau Annisa pasti memintanya untuk mengantar pulang.
Annisa, hanya bisa berdiri ditempat dan tak berani melakukan apapun. "Bunga, tolong bilangin Bisma dong, aku takut kalau aku jalan yang ada orang orang pada ngeliatin aku." ucap Annisa putus asa.
Mau tak mau Bunga kembali berjalan menuju Bisma, "Ngapain?" tanya Bisma berusaha cuek.
"Bisma, tolongin Icha ya." ucap Bunga.
Bisma melirik Annisa yang sudah memasang wajah memohonnya dan itu terlihat sangat menggemaskan bagi Bisma.
Bisma berjalan menghampiri gadis itu, "Hmm" deham Bisma.
"Bisma, gue minta tolong. Lo mau nolongin gue gak?" tampak wajah Annisa sudah memerah. Memerah karena malu dan perutnya juga sudah terasa sangat sakit hingga matanya berkaca kaca.
Bisma membuka jasnya dan memakaikan kepinggang Annisa. "Pakailah! Biar gue antar lo pulang." ucap Bisma.
"Makasih Bis, maaf tapi ini buat hari ini doang hari berikutnya gak." ucapnya memperingati Bisma agar pria itu tetap sadar bahwa dirinya tidak akan pernah berteman dengan Bisma.
Bisma hanya mengangguk dan berjalan menuju mobil diikuti Annisa dan Bunga. Didalam mobil Bisma hanya diam tidak seperti biasanya.
"Bisma, lo masih marah?" tanya Annisa sedikit merasa bersalah.
"Gak, cuman lagi puasa bicara aja." ucap Bisma ngasal.
"Iya gue tau gue salah, lagian gue udah minta maaf juga kan? Kok lo gini sih?"
"Gini gimana? Gue lagi pengen diam doang."
"Lo ikhlas ga sih? Kalau gak ikhlas turunin gue aja. Gue bisa cari taxi kok."
"Gak usah marah marah, Cha!'
"Lo yang buat gue kesal. Gimana gue gak marah coba?"
Bisma menarik nafasnya gusar dan membuangnya dengan pelan, "Oke, maafin gue." ucapnya mengalah. Berdebat dengan wanita yang sedang PMS sama dengan bunuh diri.
Mendengar ucapan Bisma membuat Annisa tidak lagi berbicara. Rasa nyeri diperutnya semakin menjadi-jadi. Keringat dingin juga sudah mulai membasahi badannya. Wajahnya terlihat pucat dan tangannya meremas perut yang nyeri. Gadis itu memang selalu merasa sakit yang berlebihan saat datang bulan.
Annisa, menyandarkan kepalanya dijendela sambil memejamkan mata menahan sakit. Merasa sunyi, Bisma pun melirik Annisa lalu Bunga melalui spion depan. Terlihat Bunga tengah tertidur lelap sedangkan Annisa, gadis itu terlihat pucat.
Panik?!
Tentunya.
"Cha, Icha!" panggil Bisma yang tak digubris oleh Annisa. Gadis itu hanya membuka mata trus menutupnya kembali.
Bisma menepikan mobilnya saat merasa tidak ada respon dari Annisa, "Cha! Sakit?" tanyanya khawatir.
Annisa menggeleng lemas, "I'm oke." ucapnya meyakinkan.
"Tapi--"
"Bisma, gue cuman nyeri doang dan itu hal biasa yang gue alamin tiap bulan. Lo gak usah lebay gitu deh." ucap Annisa.
Bisma hanya pasrah dan kembali melanjutkan perjalanan mereka. Sesampai dirumah Annisa, Bisma membantu gadis itu untuk turun. Sedangkan Bunga langsung lari masuk kedalam rumah dan meninggalkan sahabatnya diluar.
"Bis, makasih ya. Maaf kalau gue bikin lo kesal." ucap Annisa kembali merasa bersalah.
Rasa bersalah itu muncul disaat Bisma sudah dengan senang hati menawarkan tumpangan tapi Annisa menolaknya dengan semena mena dan ternyata Ia yang membutuhkan bantuan Bisma. Bak menjilat ludah sendiri. Emang itu hobinya.
"Santai aja, udah biasa kok."
"Bis, jas lo?"
"Simpan buat kenang kenangan aja."
"Lo pasti gak ikhlas minjamin jas lo buat gue kan?"
"Bisa positif dikit gak sih?!"
"Iya, secara jas lo kan mahal banget."
"Trus?! Lo mau ganti gitu?"
"Bis, gue gak ada uang buat gantiin jas lo."
"Ya trus?!"
"Gue gak enak hati aja, jas lo kan mahal tapi malah gue rusakin."
"Trus, Cha! Terus merasa bersalah sampai larut malam." ucap Bisma karena tidak ada pengakhiran dari obrolan mereka.
"Yaudah, pulang sono!"
"Lo ngusir gue?"
"Kan lo yang mau!"
"Yaudah gue pulang, awas rindu." goda Bisma.
Annisa berdecak kesal, "Amit amit! Yaudah, pulang sono, katanya mau pulang."
"Ya, ini gue mau pulang."
Bukannya Bisma tak mau berlama-lama bersama Annisa hanya saja Bisma tau gadis itu sedang datang bulan dimana baju yang Annisa pakai sudah ternodai dan harus segera dibersihkan. Lagian gadis itu harus istirahat juga.
"Hmm, sekali lagi terimakasih." ucap Annisa berlalu pergi. Setelah kepergian Annisa, Bisma pun melajukan mobilnya meninggalkan perkarangan rumah gadis itu.