Reinkarnasi Mafia Kejam

"Ini sudah jam berapa Max, kenapa kamu sangat santai, nanti kamu dihukum guru karena kesiangan loh," ujar Zivanna yang melihat putranya santai santai saja walau kesiangan.

"Tidak apa apa mam, guru mana yang berani menghukum ku," ujar max tidak peduli.

Zivanna menggelengkan kepalanya, memang putranya ini sangat cerdas dan pintar. Memiliki nilai sempurna serta Piala dan piagam penghargaan berjejer baik di rumah maupun di sekolah nya, Karena itu guru pun tidak pernah menegur Max walau sering kesiangan karena kontribusi nya yang sangat besar dalam mengharumkan nama sekolah nya.

"Baiklah putraku memang hebat, tetapi tetap saja kau harus cepat cepat pergi ke sekolah, max harus disiplin oke," ucap Zivanna tersenyum.

Max yang mendengar itu hanya bisa mengangguk pasrah.

Setelah sarapan nya habis, Max berdiri lalu pamit pada Zivanna

"Kalau begitu max berangkat dulu ya," pamit Max, tak lupa dia juga mencium pipi Zivanna seolah rutinitas nya setiap pergi ke sekolah.

Zivanna menggelengkan kepalanya, Max masih saja bersikap kekanakan saat bersamanya, dia juga heran kemana hilangnya sifat dingin dan cuek anak itu waktu masih kecil. Tapi yang Zivanna tidak tau jika Max hanya bersikap hangat dan baik hanya kepadanya seorang, jika dia keluar dari rumah dan jauh dari Zivanna sikapnya berubah 180°, menjadi dingin dan acuh pada semua orang.

Max berangkat dengan mobil sport hadiah ulang tahun kemarin dari mamanya. Jarak dari rumah Max ke sekolah tidak terlalu jauh hanya menempuh waktu 10 menitan sudah sampai disekolah nya.

Sesampainya di sekolah ternyata dia belum terlambat, saat dia parkir di parkiran sekolah, banyak mata tertuju padanya, Max memang siswa terpopuler disekolah nya, tak hanya rupawan, karena Max juga adalah murid paling berprestasi di sekolah nya.

Max keluar dari mobil dibawah pekikan kagum semua siswa perempuan yang melihatnya.

"Kyaa gak kuat, Max hari ini keren banget,"

"Tiap hari Max selalu keren kali,"

"Beruntung banget aku hari ini agak kesiangan, bisa ketemu Max yang ganteng paripurna di parkiran sekolah,"

Max mendengus kesal mendengar pekikan para siswi yang tertuju padanya. Sebagai pria dengan prestasi yang tinggi dan wajah yang sempurna, menjadi sosok yang di kagumi banyak wanita bukan hal luar biasa baginya, baik sekarang maupun masa lalunya sebagai Galileo, dia hanya menganggap hal itu sebagai hal remeh yang tidak berguna.

"Hei bro", ujar seorang laki laki yang menyapa Max dengan nada sok akrab.

Dia adalah Gio Alexander, seorang murid laki-laki yang selalu mengikuti Max dari awal masuknya sampai di tahun ketiga nya sekarang, dia sampai rela mati Matian ikut kelas akselerasi mengikuti Max walaupun tidak dipedulikan dan diacuhkan oleh max sendiri. Max juga sampai menjadi bingung dengan Gio, apa yang membuatnya begitu ingin mengikuti nya.

"Nasib ya punya temen yang lebih ganteng dan populer dari gue," ucap Gino menggerutu.

Max memutar bola matanya malas, dia sudah terbiasa dengan kehadiran Gio disampingnya, semua orang mengetahui jika dirinya dan Gio berteman baik, karena kebersamaan nya dari awal masuk sekolah hingga sekarang. Max tidak menghiraukan itu, karena biar banyak cara pun untuk mengusir Gio agar jauh darinya pun tidak akan pernah berhasil.

Gio memang kagum dengan Max karena bukan hanya populer, tampan dan kaya saja, pria yang sudah dia klaim sebagai temannya itu adalah pria yang serba bisa, Karena itu gio sangat mengagumi Max hingga mengikuti apapun yang Max lakukan.

Tringgg

Bel masuk berbunyi

Seluruh siswa berbondong bondong memasuki kelas nya masing masing begitu pun Max dan Gio.

Di kantin setelah istirahat, Max dan Gio duduk di tempat yang biasa mereka tempati.

Max memainkan handphone nya tidak peduli keadaan sekitar yang melihatnya dengan pandangan berbinar

"Hai Max," ucapnya dengan gugup.

Dia adalah primadona sekolah ini, Selina Caroline, seorang gadis cantik idaman banyak pria. Dari saat Max masuk ke sekolah ini, Selina langsung jatuh cinta pada Max yang mempesona, dia bertekad dari saat itu sampai sekarang akan mengejar Max, walaupun tidak pernah dilirik dan dipedulikan oleh Max.

Melihat max yang seakan tidak peduli dan hanya memperhatikan ponsel nya membuat Gio menepuk bahu Max

"Bro, ada Selina tuh," ucap Gio berbisik.

Max yang mendengar nya hanya mendengus acuh, siapa peduli pikir Max.

Selina yang hanya diacuhkan dan bahkan tidak dilirik oleh Max sedikit canggung.

"Eum kalau begitu, aku ke meja temanku dulu ya, dadah max dan Gio," ucapnya memaksakan senyum lalu pergi dari sana.

Gio yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepalanya tidak habis fikir dengan sifat Max yang terlampau sangat acuh itu, bagaimana mungkin max bahkan tidak tergerak dan tidak peduli saat bidadari sekolah ini selalu mengejar nya setiap hari.

Tak terasa sekarang Waktunya pulang sekolah

Max memasukan alat tulis nya pada ranselnya dan pergi dari sana tanpa menunggu Gio.

"Eh bro tungguin gue dong," ucapnya lalu terburu buru mengikuti Max.

Saat tengah berjalan menuju mobilnya, langkahnya terhenti karena melihat Selina yang berdiri di depan mobilnya.

"Max... Eum, bisakah kau mengantarkanku pulang, aku tidak bawa mobil hari ini," ujarnya pada Max.

Max yang mendengar itu hanya menatap datar Selina

"Bukan urusanku, minggir," ucap Max dingin, lalu hendak masuk kedalam mobilnya tetapi tangannya dicekal oleh Selina.

"Kenapa kau selalu menolak ku Max, apa kurangnya aku Di matamu... Aku cantik, kaya dan populer di sekolah ini, semua pria menyukai ku, tapi kenapa kau tidak pernah melirikku," ucapnya lirih pada Max

Max melirik Selina dan berkata acuh padanya

"Lalu?, aku tidak peduli dengan siapa dirimu, jadi menjauh dariku."

Max masuk kedalam mobilnya lalu meninggalkan Selina dan gio Disana.

Gio yang melihat Selina berlinang air mata, menjadi canggung dan simpati padanya. Dia juga heran pada Max, mengapa manusia itu sangat tidak peduli pada orang disekitarnya.

"Max memang orang yang seperti itu, jadi jangan diambil hati," ucap Gio lalu pergi dari sana setelah mengatakan itu.

Selina yang mendengar ucapan satu satunya teman dari orang yang sangat dia sukai itu termenung, memang selama ini dia tidak pernah melihat kedekatan max dengan siapapun kecuali Gio yang dia tau adalah teman satu satunya, apalagi wanita di sisinya.

Selina menghela nafas pasrah lalu pergi dari sana untuk pulang, tentu saja dia mengatakan pada Max bahwa dia tidak membawa kendaraan adalah kebohongan, karena dia ingin sekali saja merasakan semobil berdua dengan pria dingin itu.

.

.

.

.

.

.

.