NovelToon NovelToon
Lonceng Cinta

Lonceng Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / CEO / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Angst / Romansa / Slice of Life
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Alya harus menjalani kehidupan yang penuh dengan luka . Jatuh Bangun menjalani kehidupan rumah tangga, dengan Zain sang suami yang sangat berbeda dengan dirinya. Mampukah Alya untuk berdiri tegak di dalam pernikahan yang rumit dan penuh luka itu? Atau apakah ia bisa membuat Zain jatuh hati padanya?

Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....

yuk ramaikan....

Update setiap hari....

Sebelum lanjut membaca jangan lupa follow, subscribe, like, gife, vote and komen ya...

Buat yang sudah baca lanjut terus , jangan nunggu tamat dulu baru lanjut. Dan buat yang belum ayo buruan segera merapat dan langsung aja ke cerita nya, bacanya yang beruntun ya, jangan loncat atau skip bab....

Selamat membaca....

Semoga suka dengan cerita nya....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5

Satu minggu Zain di Pulau Sumba, ia menunggu surat nikah keluar. Sementara itu, ia masih belum satu rumah dengan Alya. Mengingat satu kamar di rumah kayu itu rusak, dan sedang diperbaiki. Tidak hanya kamar saja, hampir keseluruhan rumah diperbaiki.

Dengan bahan baku yang lebih kokoh, Zain mengeluarkan biaya yang tak sedikit untuk menikahi Alya. Gadis manis itu beberapa kali mengantarkan makanan untuk Zain, walaupun Alya merasa interaksi di antara mereka berdua sangat canggung.

Adam pergi bersama Yadi hari ini, mengambil surat nikah. Serta membeli beberapa bahan, Alya akan mengadakan syukuran nikahan. Semua biayanya ditanggung oleh Zain, pemuda itu tak keberatan dengan itu semua.

Sebelum membawa pergi Alya dari pulau, dan mencairkan semua warisan sang kakek. Mengingat Zain sudah memenuhi semua syarat dari sang kakek, menikahi cucu dari temannya.

"Ini!" Zain berseru menyodorkan sebuah berkas ke arah tangan Alya.

Kepala yang ditunduk terangkat perlahan, ia meraih berkas yang Zain sodorkan.

"Bukanlah," sambung Zain.

Alya menurut, gadis itu membuka. Membaca kalimat demi kalimat, hingga bibir tipis itu beristighfar. Manik matanya langsung bergerak, menatap Zain dengan ekspresi tak percaya.

"Kawin kontrak," gumam Alya melirih.

"Iya, sebagaimana yang sudah ada di sana. Aku memberikan uang 100 juta sebagai mahar, serta beberapa uang lagi untuk biaya hidup nenekmu setiap bulan di pulau ini. Kau hanya perlu menjadi istriku, istri di atas kertas. Kalau kau menolak, uang 100 juta yang aku berikan itu harus kau ganti 5 kali lipat dari jumlahnya," papar Zain menjelaskan.

"Aku tahu kau sama sekali tidak memiliki perasaan terhadapku. Dan begitu pula sebaliknya. Setelah pernikahan kita selesai, maka aku akan memulangkan kau. Tanpa cacat, hanya 1 tahun saja."

Bak disambar petir di siang bolong, ia menatap Zain dengan ekspresi wajah tak percaya.

"Mas menjebakku?"

"Ha? Ku rasa ini adalah hubungan simbiosis mutualisme. Kau tahu bukan? Hubungan yang saling menguntungkan. Kau lepas dari pria bangkotan itu, dan aku bisa memenuhi wasiat dari Kakek," sahut Zain penuh percaya diri.

"Ya Allah, pernikahan bukan sebuah kontrak manusia, Mas! Pernikahan itu sakral ," tukas Alya.

"Ah, iya kah? Kalau begitu. Kau kembalikan saja uangku. Dengan cara pergi ke kakek-kakek tua itu, minta uang 500 juta. Lalu kau menikahlah dengan dia, jadi istri ke- 5," cibir Zain dengan ekspresi dingin.

***

"Alya hati-hati di sana, ingat sekarang surganya Alya ada pada suami. Kalau suamimu, marah jangan pernah menjawab diam saja sampai amarahnya mereda. Sayangi keluarganya, ibunya jangan dianggap mertua tapi anggap ibu sendiri. Hormati kedua orang tuanya, sayangi adiknya. Salat 5 waktu jangan sampai telat apalagi ditinggalkan dengan sengaja, jaga diri di sana. Jaga marwahmu sebagai seorang wanita dan istri," nasihat Yati pada sang cucu.

Yati tak menginginkan pergi dari pulau, lantaran ada tempat peristirahatannya juga di sana. Bersama ketiga orang yang paling ia sayangi, Yati bersikeras ingin tetap tinggal di Pulau.

Kepala Alya mengangguk.

" Insyaallah, Nenek. Aku akan terus mengingat nasihat Nenek," jawab Alya dengan nada suara yang pecah.

Beberapa warga mengantarkan kepergian Alya, sosok Alya perempuan yang hebat di mata masyarakat sekitar pulau. Gadis ini memberikan pendidikan gratis untuk anak-anak yang tidak memiliki biaya sekolah, Alya tak akan menghitung untung atau rugi membelikan buku untuk anak-anak.

Bahkan membantu warga sekitar untuk membuat proposal agar bisa menjadi Pulau Sumba semakin lebih maju lagi, mereka semua sayang sekali dengan Alya.

Yati mengusap perlahan pipi Alya yang basah, sebelum melangkah mendekat Zain. Pria itu menarik paksa kedua sudut bibirnya, di depan orang-orang Zain harus menjadi sosok yang ramah.

Demi membawa gadis yang kini sah secara agama dan hukum menjadi istri Zain, ia meraih tangan yang terulur.

"Tolong, jaga cucu Nenek, semarah apapun Zain pada Alya. Jangan pernah memukul Alya, hindari saja dia. Tolong bahagiakan Alya, dia tidak memiliki siapapun di sana. Seandainya pun, kalau Zain merasa bosan dengan Alya. Pulangkan saja dia ke sini, jangan biarkan dia terlunta-lunta di sana," ucap Yati dengan nada berat.

"Iya, Nek! Aku akan berusaha," sahut suara bariton itu sebelum kembali menarik garis senyum meninggi.

Yati mengangguk pelan, ia mengulas senyum. Ia kembali menghadap ke arah Alya, Zain melepaskan tangan Yati.

Tak ada janji yang bisa Zain utarakan pada wanita tua itu, lantaran memang Zain tidak memiliki niat untuk itu semua. Ia melirik orang-orang sekitar, yang terlihat bersalaman dengan Alya. Hanya para wanita saja, sedangkan untuk yang lelaki hanya mengatup telapak tangan, di depan dada.

Tidak bersentuhan, Adam sang pengacara sudah naik ke atas kapal nelayan. Barang bawaan Alya pun sudah diangkut ke atas kapal, Zain membatu sang istri naik ke kapal.

Mesin kapal menyala, mulai menjauh secara perlahan. Air mata Alya kembali deras jatuh, dengan tangan yang melambai ke arah orang-orang.

Berat untuk berpisah namun, Alya tak berdaya. Gadis itu harus memasrahkan diri pada Sang Maha Pencipta, garis takdir yang sudah ditulis harus tetap ia jalani.

Dengan percaya pada semua Allah. Pahit- manisnya kehidupan ini, Alya akan berjuang dengan sekuat tenaganya. sebagaimana ruh masih menyatu dalam raga, Alya akan tetap menegakkan kedua sisi bahunya.

***

Kedua bola mata Farah terlihat berotasi, sebelum berdecak kecil melihat tamu yang datang. Dilihat dari atas sampai bawah, sumpah! Gadis berjilbab panjang itu jelek sekali.

Dengan kulit sawo matang, pakaian sederhana, tanpa makeup, dan gaya yang bukan style Farah sekali. Sialnya lagi gadis bernama lengkap Alya Putri itu adalah kakak iparnya sendiri, semua bayangan memiliki ipar yang keren musnah sudah.

"Nah, sekarang Nak Alya istirahat, ya. Pasti capek banget perjalanan jauh dari Sumba ke sini," tutur Usman dengan sangat ramah.

Alya mengulas senyum lembut, kepalanya mengangguk.

"Iya, Pa," sahut Alya agak sedikit kikuk.

"Kalau gitu, aku antar Alya dulu ke kamar istirahat, Pa!" seru Zain.

"Ya," balas Usman.

"Permisi, Pa, Ma, dan Dik Farah," pamit Alya pelan.

Usman mengangguk, Farah mencabik, sedang Soraya hanya diam dengan mimik wajah tak suka. Soraya tak banyak bicara, lebih banyak diamnya. Keduanya berlalu dari ruang tamu, kini tinggal ketiganya di sana.

"Farah! Kenapa wajahmu masam begitu sama Kakak iparmu," tegur Usman melihat ekspresi wajah Farah. Ingin menegur si bungsu tak mungkin, malu dengan Alya.

"Lalu aku harus melihat bahagia? Mas Zain nikahi gadis desa kampungan begitu, lebih cocok jadi pelayan rumah ini. Eh, nggak deh. Mbak Sri aja lebih oke, gayanya daripada itu orang," sahut Farah.

Nggak boleh ngomong begitu. Nggak baik. Sekarang dia adalah Kakak iparmu, perlakuan Alya dengan baik," nasihat Usman.

"Ogah, dia jelek gitu. Baunya aja bau amis," tolak Farah yang langsung mendapatkan pelototan dari sang ayah.

"Udahlah, Pa! Kalau Farah nggak suka ngapain dipaksa, sih," sela Soraya.

"Astaghfirullah! Bukannya ngajarin anaknya menghargai yang lebih tua. Kenapa malah mendukung sikap nggak sopan begitu," tutur Usman menatap kesal ke arah sang istri.

"Ih! Kok Papa malah nyalahin Mama," protes Soraya.

"Ya, kalau anaknya nggak suka nggak bisa dipaksakan dong, Pa! Anak sekarang itu cerdas. Punya hak untuk berpendapat, nggak bisa di batasin kayak gitu dong," lanjut Soraya.

Embusan napas berat mengalun dari bibir Usman, pria itu bangkit dari posisi duduknya. Tidak akan ada habisnya kalau ia berdebat dengan sang istri, apalagi sang putri yang makin terlindas zaman. Semakin maju pemikirannya, maka makin mundur adab.

Usman bahkan tak mengerti kenapa anak zaman sekarang seperti itu, entah karena Usman gagal dalam mendidik anak-anaknya. Atau ia salah memilih Soraya sebagai istrinya, terpikat karena kecantikan Soraya di masa muda. Usman tak bisa protes akan sikap dan gaya hidup Soraya, karena ia sendiri yang dengan keras membangkang pada ayahnya.

Mengatakan pada sang ayah, ia akan merubah Soraya menjadi istri yang Sholehah.

Puluhan tahun Usman terbuang percuma, karena keangkuhan di masa muda. Ia lupa kalau hidayah itu datangnya dari Allah, manusia tidak bisa merubah manusia lainya. Kalau Allah mengatakan tidak, hal hasil tetap akan. Usman miliki hanya sesal di kemudian hari.

***

Azan subuh telah selesai dikumandangkan, Alya menutup al-qur' an yang ada di tangan. Mengecup permukaan al-qur'an, ia bangkit dari posisi duduknya. Meletakkan kitab suci itu ke tempatnya semula, melangkah kecil ke arah ranjang.

Di atas ranjang berukuran king size itu, Zain masih tertidur dengan pulas. Alya untuk sesaat meragu, apakah ia harus membangunkan sang suami. Agar bisa salat di awal waktu, atau membiarkan Zain tidur beberapa menit lagi.

"Gak, kalau Mas Zain bisa salat awal waktu akan lebih baik. Apalagi bisa salat berjamaah," gumam Alya.

Gadis ini baru selesai salat tahajud, dan membaca al-qur'an. Alya menggoyangkan perlahan pundak lebar Zain, pria itu mengerang dalam tidurnya.

"Mas! Bangun, salat subuh," ujar Alya lembut.

"Argh," gumam Zain pelan.

Alya kembali mengguncang kecil bahu Zain, tepisan di tangan Alya membuat gadis itu terkejut. Mata Zain terbuka perlahan, ia sontak saja menatap Alya dengan mata tajam.

"Apakah kau, gila? Ini masih pagi-pagi buta," sahut Zain serak.

"Ya, tapi, kan-"

"Sssttt! Berisik. Kau mau salat maka, sana, jangan menggangguku!" ketus Zain.

Ia membalikkan tubuhnya, memejamkan kedua kelopak matanya. Alya tertegun, tangannya itu diturunkan perlahan. Mata teduhnya, terlihat sendu punggung belakang sang suami.

Bagaimana jodohnya seperti ini? Tidak sesuai dengan apa yang Alya bayangkan. Cerminan jodohnya retak seribu, Alya mengigit pelan bibir bawahnya. Apakah Allah ingin Alya meraih surga dengan bersabar dan memperjuangkan pria ini?

"Ya Allah," gumam Alya lirih.

"Jika ini adalah takdirku, kuatkan hatiku. Dan permudahkan segala urusanku, berikan kun fayakun untuk kehidupan rumah tanggaku. Aamiin."

1
Annisa Rahman
Mari mari yuk mampir kesini ditinggu kedatangannya
bolu
selama baca dari chapter 1-22 jalan ceritanya sangat bagus dan fresh, tolong secepatnya update chapter ya kak ✨🌼
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!