NovelToon NovelToon
Desa Terkutuk

Desa Terkutuk

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Rumahhantu / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror / Hantu / Roh Supernatural
Popularitas:13.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ady Irawan

Ini adalah kisah nyata yang terjadi pada beberapa narasumber yang pernah cerita maupun yang aku alami sendiri.
cerita ini aku rangkum dan aku kasih bumbu sehingga menjadi sebuah cerita horor komedi.
tempat dimana riyono tinggal, bisa di cari di google map.
selamat membaca.
kritik dan saran di tunggu ya gaes. 🙂🙂

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ke kota

1

Jam sembilan pagi, kami sekeluarga berangkat ke makam om Prapto, karena di desaku masih belum ada transportasi yang masuk, kita harus berjalan kaki dulu ke perbatasan desa Mulyorejo dan Tebo Utara. Perbatasan di tandai oleh jurang yang lebarnya sekitar 20 meter, dan di hubungkan oleh jembatan gantung dari kayu dan bambu. Tinggi jurang sekitar 70-100 meter, dan ini pertama kalinya aku melewati jembatan tersebut seumur hidupku.

Tebo Utara itu dari arah ke sekolahku, kami masih terus ke arah timur, di sana ada pertigaan jalan, yang lurus ke desa Tebo selatan, ke kiri masih desa Mulyorejo, dan sebelum jembatan persis, ada tikungan ke kanan menuju Tebo Tengah. Di Tebo selatan ada rumah Mbah Di, tempat Erni menginap beberapa hari yang lalu.

Baru di desa Tebo Utara itulah tranportasi bisa di akses, cuma delman saja sih yang ada. Ada dua jenis delman, Dokar (di tarik kuda) dan Cikar (di tarik sapi). Itu nama di tempat ku sih, ga tau kalo di tempat kalian namanya apa. Andong tidak ada, dan kami naik Dokar.

Aku dan Erni bersemangat sekali, karena ini pengalaman pertama kalinya kami ke kota. Di atas Dokar kita berdua bernyanyi sepanjang perjalanan. "Pada hari kamis kuturut ayah ke kota..." ( Lagu anak-anak tentang naik delman, kalian tau kok).

Duaratus meter kami naik Dokar, di depan ada tanda perbatasan desa lagi. Kami masuk desa bandulan, dan disini lebih ramai lagi. Ada bangunan cukup besar di pinggir jalan, sebelah kiri.

"Itu pabrik rokok." Kata bapak saat melihat aku dan Erni melongo karena takjub. Baru pertama kali aku lihat bangunan sebesar itu sebelumnya.

Satu kilometer berikutnya ada pertigaan jalan, kami berbelok ke kanan. Jalan ke kiri kecil, hanya bisa di lalui pejalan kaki dan sepeda ontel. "Kesana ke desa pandan." Bapak menunjuk ke arah jalan kecil itu. Kita pun lanjut terus.

Di ujung jalan ada turunan dan tanjakan yang cukup terjal, di tengah-tengahnya ada jembatan beton yang lumayan besar. Dan di tengah tanjakan ada belokan ke kanan, kita kesana dan jalan masih menanjak lagi. Setelah belok ke kiri sedikit, karena di ujung sebelum belokan ada rimbunan pohon besar. Setelah itu di sebelah kanan terlihat kompleks pemakaman yang sangat luas. Kita berhenti di depan gerbang pemakaman dan turun.

Pemakaman itu tepat di atas jurang yang sangat panjang, dari kiri ke kanan ada sekitar satu kilo meteran, tapi di sebelah kiri ada lapangan bola. Dan kanan ada pedesaan yang cukup padat penduduk. Kiri arah Utara dan kanan atas selatan. Jadi kami menghadap ke arah barat. Kami pun mencari kuburan om Prapto.

Pemandangan ini pernah aku lihat. Hampir mirip. Sebelah barat ada jurang, dan timur ada sungai kecil. Ya sama persis di mimpiku kemarin lusa. Yang membedakan, di arah barat terlihat gunung yang sangat indah gunung Kawi, atau di kenal juga sebagai gunung putri tidur. Karena bentuknya mirip perempuan sedang tidur. Di mimpiku tidak ada. Dan di timur yang membedakan adalah jalan setapak di sebelah sungai kecil itu. Lapangan bola dan desa di kanan kiri itu di mimpiku itupun tidak ada.

Tepat dimana om Prapto berdiri di mimpiku, disana lah kuburan beliau berada. Kami berdoa. Mendoakan beliau mendapat tempat yang layak disisi-Nya.

2

"Lho, Harianto?" Ibu-ibu dengan perawakan pendek dan bertubuh subur menyapa bapakku.

"Eh, lho. Siapa ya?" Jawab bapak.

"Masak lupa sama aku? Ini aku teman sekolah kamu. Luluk."

"Luluk? Ah. Yang pindah ke Makasar kan.?" Akhirnya bapak ingat sama temannya itu. "Kok sudah di malang lagi? Kapan baliknya? Sekarang tinggal di mana?" Dan beberapa pertanyaan lainya di lontarkan bapak.

Karena bosen, aku dan Erni main ke lapangan sepak bola. Main kejar-kejaran dan lain-lain. Beberapa menit kemudian, segerombolan orang dewasa masuk ke lapangan dan mereka main sepak bola. Kami pun minggir karena kalah pamor, eh..

"Yon, Er. Sini bentar." Panggil bapak. "Perkenalkan ini anaknya Bu Luluk. Roy Mattalatta." Bapak memperkenalkan anak seusiaku.

"Roy matilata? Saat aku ngomong 'matilata (mati\= meninggal. Lata\= terkejut / mati karena terkejut). Aku langsung si jitak bapak.

"Sembarang kamu kalo ngomong." Kata bapak setelah menjitak ku. "Roy, ini Riyono. Anaknya om." Bapak memperkenalkan aku.

"Salam." Jawab Roy. Sepertinya dia ga mengerti omonganku barusan.

"Salam." Jawabku. Bapak melanjutkan obrolannya, lantas aku dan Roy pun bermain di pinggir lapangan. Kami menemukan sesuatu yang mirip bola, benda itu penuh lumpur. Tapi kami masa bodoh, dan kami jadikan bola sepak.

3

Kami mampir ke rumahnya Bu Luluk. Rumahnya bagus, belantai dua bergaya Belanda. Ada dua obor besar di gerbang rumahnya, dan di depan rumah, ada taman yang cukup luas. Ada beberapa tanaman, adas, puring, dan pisang pisangan. Jalan menuju pintu depannya itu berupa batu-bata merah yang di tata sedemikian rupa sehingga terlihat sangat bagus.

Kami masuk ke dalam. Ruang tamunya hebat, perabotannya tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata, dindingnya berwarna merah dan ada motifnya.

"Ini suamiku, Edwin Mattalatta." Bu Luluk memperkenalkan suaminya.

"Salam. Aku Harianto, teman sekolah Luluk, dan ini istriku, Hartanti. Dan ini.... Ini.." bapak memperkenalkan keluarganya.

Setelah perkenalan itu, kami di suruh duduk di ruang tamu. Dan suguhan pun berdatangan.

Tak sadar karena keasyikan ngobrol. Adzan berkumandang, dikiranya masih Ashar, ternyata sudah Maghrib. Dikarenakan ruang tamu itu sangat terang, ada beberapa lampu gantung menyala. Bentuknya aneh buatku, rumbai-rumbai, dan kecil-kecil.

"Wah sepertinya sudah terlalu malam pak Harianto." Kata pak Edwin ke bapak.

"Benar, ga sadar tau-tau sudah malam." Jawab bapak. "Kalau begitu kami pamit pulang ya."

"Lho jangan, kalian menginap saja disini." Kata Bu Luluk. "Jam segini kan sudah tidak ada delman ke arah rumah kalian."

"Wah ga enak Luk. Mending kami menginap di rumah kerabat saja." Kata bapak. "Di Kasin masih ada saudara, jalan kaki cuma butuh 15menitan dari sini."

Dan singkat cerita, kami berpamitan. Dan kami berjalan menuju ke Kasin, arahnya pas di tanjakan tadi kan belok ke kanan. Kalau kasin itu lurus.

Di tengah perjalanan kami mampir ke warung, kita makan rawon. Alhamdulillah, sudah lama ga makan enak. Jarang-jarang aku bisa makan daging, apa lagi daging sapi. Sruup mantap.

"Mau minum apa?" Tanya penjual.

"Aku kopi, ibu? Teh hangat? Teh hangat dua. Kamu Yon?" Tanya bapak. Didepanku ada botol sirup rasa jeruk. Aku menunjuk itu. "Oh itu? Sama limonnya satu"

Karena haus aku pun segera meminum sirup itu. Minuman itu terasa sangat aneh, seperti banyak semut yang menggigit di dalam mulut. Lantas aku berteriak.

"Haduh, haduh, haduh. Ini minuman apa sih? Kok banyak semut nya." Mendengar itu bapak sama ibu malah tertawa terbahak-bahak.

"Itu namanya minuman soda Yon." Kata bapak.

Jujur deh kalian hai para pembaca yang Budiman. Saat pertama kali minum minuman soda, kalian pun juga kaget seperti aku tadi kan? Hehehee.

4

Rahmat Putra Zimen nama panggilannya gimen. Nama kerabat kami, kerabat dari ibuku. Setelah menjelaskan kenapa kami mau numpang menginap, kami di sambut hangat sama dia.

Obrolannya sama bapak ibu, aku tidak paham samasekali. Jadi yang kulakukan hanyalah duduk mengantuk sambil memeluk Erni.

"Kayaknya kalian sudah terlalu capek, lebih baik kalian segera tidur." Kata pak Gimen.

Dan  di antarlah kami ke kamar yang kebetulan saat itu kosong. Karena beberapa saat yang lalu, pemilik kamar itu -(anaknya)- sudah menikah dan punya rumah sendiri. Pak Gimen sekarang tinggal sendirian.

Karena selama ini aku tinggal di desa, aku tidak paham yang namanya barang elektronik, bohlam dan sebagainya. Maka dari itu saat aku di suruh mematikan lampu. Lampu itu aku tipu-tipu seperti aku mematikan lampu templek. Dan kebetulan lampu bohlam itu di tempel di dinding, aku naik kursi untuk mencapainya.

"Pak, Lampunya kok ga mati mati sih." Kataku masih sambil meniup lampu bohlam itu.

"Halah, gitu aja ga bisa." Kata bapak sambil ancang-ancang menekan saklar lampu. "Gini lho. Fuh.!" Sekali tiup sambil menekan saklar, Lampunya pun mati.

Aku bengong lama, dan bapak ibu cekikikan bareng.

1
Neo Kun
anjirrr pocong item. seperti apa nyereminnya ya?
Ady Irawan
oh nooo 😭
Neo Kun
cilok.. cilok.. aku mau ciloknya
Ryuu Ajaa
Jadi keinget abis tarawih ngumpul bareng sepupu bakar singkong ama jagung didepan rumah nenek sambil Cerita2 pengalaman horror.
Ady Irawan
terima tengkyu. 😍😍
Ryuu Ajaa
Mantapp, horrornya dapet komedinya juga. Semangatt thorr
Ryuu Ajaa
kok geting Aku
Ady Irawan: piye to kiih.. 🤣
total 1 replies
Ryuu Ajaa
nuansa kampungnya Ngingetin masa kecil dehh, Mantapp Thor
Ady Irawan: iya. itu gambaran tahun 90an. saat saya masih jadi bolang. bocah ga pernah pulang. 🤣
total 1 replies
Neo Kun
apakah tidak bisa update 2bab perhari?
Ady Irawan: di usahakan 😭😭
total 1 replies
Mursidahamien
itu Efa
Ady Irawan
Kritik dan saran di tunggu ya gaes.
silahkan komen, dan share. tengkyu ferimat. 😁😁
Neo Kun
ayu baru muncul langsung meninggal 😭
Neo Kun
bagus. ceritanya nyeremin, tapi lucu, apalagi saat riyon kecirit. 😂
Neo Kun
duh ga bisa bayangin jadi si Roy 😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!