NovelToon NovelToon
Lovestruck In The City

Lovestruck In The City

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Kantor / Keluarga / Karir / Romansa / Bapak rumah tangga / Office Romance
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

Bagi beberapa orang, Jakarta adalah tempat menaruh harapan. Tempat mewujudkan beragam asa yang dirajut sedemikian rupa dari kampung halaman.

Namun, bagi Ageeta Mehrani, Jakarta lebih dari itu. Ia adalah kolase dari banyak kejadian. Tempatnya menangis dan tertawa. Tempatnya jatuh, untuk kemudian bangkit lagi dengan kaki-kaki yang tumbuh lebih hebat. Juga, tempatnya menemukan cinta dan mimpi-mimpi baru.

“Kata siapa Ibukota lebih kejam daripada ibu tiri? Kalau katamu begitu, mungkin kamu belum bertemu dengan seseorang yang akan membuatmu menyadari bahwa Jakarta bukan sekadar kota bising penuh debu.”—Ageeta Mehrani, 2024

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Absences

Salah satu kelebihan Ageeta adalah pengendalian dirinya yang cukup baik. Gadis itu memiliki kemampuan yang cukup mumpuni dalam hal memosisikan diri. Sehingga, meskipun sudah dibuat meleyot dan salting brutal oleh Reno pada weekend kemarin, Ageeta bisa kembali ke kantor dengan setelan awal yang profesional.

Dia tinggalkan debar-debar jantungnya di laci meja belajar, memasang topeng Ageeta si office girl panutan dan mengerjakan job desk-nya dengan baik dan benar.

Pagi ini, dia sudah berhasil menyediakan berbagai macam kebutuhan pada karyawan. Beragam pujian dan ucapan terima kasih dia terima, disimpan di dalam dada untuk diproses lebih lanjut hingga menjadi energi untuknya lebih bersemangat menjalani harinya.

Sampai sejauh ini, semuanya terasa lancar dan menyenangkan. Namun, Ageeta merasa ada yang kurang. Sampai detik ini, ketika waktu menunjuk pukul 10, ia masih belum mendapat kunjungan dari Reno selaku tamu VIP di pantri yang merupakan area kekuasaannya. Padahal, kalau tidak ada masalah apa-apa, lelaki itu seharusnya sudah menampakkan batang hidungnya sebelum jarum pendek jam menyentuh angka 10.

Sembari mengelap area counter yang terdapat serbuk-serbuk sisa kopi instan, Ageeta melongokkan kepala ke luar. Memeriksa kalau-kalau ia akan menemukan eksistensi Reno muncul dari balik pintu kaca yang dibuka setengah.

Akan tetapi, alih-alih Reno, yang Ageeta temukan justru adalah sosok Laras yang berjalan ke arahnya dengan tanda tanya besar menghiasi wajah ayunya. Perempuan keturunan Jawa-Inggris itu berjalan ke arahnya sambil beberapa kali menoleh ke belakang, ikut merasa penasaran akan hal apa yang kiranya sedang Ageeta cari sampai segitunya.

“Nyariin siapa?” todong perempuan itu begitu tiba di hadapan Ageeta. Ketika itu, sang gadis masih saja celingukan.

“Pak Reno,” jawab Ageeta. Tanpa dusta, tanpa ada usaha untuk menyembunyikan niat yang sesungguhnya. “Beliau biasanya paling rajin ke sini buat minta dibikinin kopi.”

Laras mencebik, lantas menyeletuk, “Orangnya nggak masuk, mau kamu cari sampai mata kamu copot juga nggak akan ketemu.”

Kegiatan mengelap counter seketika berhenti. Ageeta meninggalkan lapnya begitu saja, beralih mencurahkan fokus hanya pada sosok Laras seorang.

“Nggak masuk? Sakit?”

Laras mengedik. “Aku cuma tahunya Pak Reno nggak masuk, soalnya tadi sempat ke ruangannya buat minta sign dan orangnya nggak ada.”

Ageeta tidak mengatakan apa pun lagi. Tidak mau dikira bawel kalau mencoba bertanya lebih banyak, meskipun dia tahu Laras adalah salah satu dari segelintir orang yang akan selalu menanggapi celotehnya dengan senang hati.

Meninggalkan Laras yang sedang menyeduh bubur instan miliknya, Ageeta beralih ke meja bundar tempat biasanya Reno duduk. Dirapikannya beberapa lembar koran yang berserak di bagian kolong bawah, dilipat rapi lalu disimpan di dalam laci dekat sana. Tak lupa juga menyemprotkan cairan pembersih, lantas mengelap permukaan meja agar kembali kinclong sampai nanti sang empunya datang berkunjung seperti biasa.

“Git,”

“Ya?” sahutnya tanpa meninggalkan pekerjaan. Setiap sisi meja dia lap dengan sungguh-sungguh, memastikan tidak ada setitik debu pun yang tertinggal.

“Nggak jadi, deh.”

Seketika itu juga, gerakan Ageeta terhenti. Kepalanya berputar dramatis, netranya menatap tajam ke arah Laras yang berdiri melipat lengan di samping counter.

“Ngomong nggak?” ancamnya. Mengacungkan alat pembersih kaca ke arah Laras yang kemudian ditanggapi oleh perempuan itu dengan gelengan kepala.

Ageeta berdecak sebal. Kain lap dan alat pembersih kaca dia buang ke atas meja, lantas dengan langkah gagah berani ia berjalan kembali menghampiri Laras yang malah cengengesan.

“Mbak Laras....” Ageeta menggeram. Lagaknya sudah mirip singa betina yang siap menerkam buruan untuk hidangan makan malam keluarga.

Tetapi, bukan Laras namanya kalau bisa dibuat takut dengan Ageeta yang cosplay menjadi sosok menyeramkan seperti itu. Alih-alih kendur, ia malah semakin gencar menggoda. Menggelengkan kepala berkali-kali sambil cekikikan, yang berujung membuatnya ditubruk oleh Ageeta yang badannya lebih pendek beberapa senti.

Seperti dua teman akrab yang tidak memiliki jarak pemisah, Ageeta menggunakan jemari lentiknya untuk menggelitik pinggang Laras. Semakin bersemangat ketika perempuan cantik itu berteriak kegelian sampai tanpa sadar meneteskan air mata.

“Ayo, ngomong. Mbak Laras nih kebiasaan suka bikin aku penasaran!” masih sambil terus menggelitik meski Laras sudah bilang ampun berkali-kali.

“Nggak, nggak ada ampun. Aku baru berhenti kalau Mbak Laras lanjutin omongannya.” Dan makin gencar menggelitik.

Ageeta tidak akan mundur, kalau saja pintu pantri tidak dibuka lebar-lebar dan muncul sosok lain menyembulkan kepala. Berteriak cukup keras meminta Ageeta membuatkannya dua cangkir kopi untuk tamu di ruang meeting.

“Siap, Pak!” serunya, otomatis membuat tangannya menjauh dari Laras sehingga perempuan itu bisa memanfaatkan waktu untuk kabur.

Tunggang-langgang perempuan itu berlari membawa serta bubur instannya yang sudah jadi, sementara Ageeta hanya bisa mendumal sendiri setelah kepergian Laras dan atasan mereka yang meminta dibuatkan kopi.

Usai mengomel sebentar, Ageeta segera menjalankan perintah. Tangan dengan jari-jari lurus miliknya bergerak cekatan menuangkan bubuk-bubuk kopi ke dalam cangkir, menambahkan gula, lalu menuangkan air panas. Aroma pekat dan nikmat mengudara bersama asap-asap tipis yang mengepul dari permukaan cangkir. Lalu setelah dua cangkir itu diletakkan di atas nampan, Ageeta segera membawanya ke ruang meeting sesuai instruksi sang atasan.

Tiba di depan ruang meeting, Ageeta mengetuk pintu sebanyak tiga kali. Hanya sebagai kode, lalu lanjut membuka pintunya menggunakan access card yang menggantung di leher. Yah, agar tidak tertinggal lagi seperti kemarin, Ageeta berinisiatif memasukkan access card miliknya ke dalam lanyard dan dia bawa pergi ke mana saja.

Dua orang pria dewasa yang semula terlibat perbincangan, serempak berhenti bersuara dan menoleh ke arah pintu yang terbuka. Salah satu dari mereka merekahkan senyum, membuat gestur mempersilakan masuk.

Ageeta tersenyum sopan, berjalan mendekat, lalu meletakkan cangkir kopi masing-masing satu di depan dua orang pria tersebut. “Silakan kopinya, Pak.” Tuturnya.

“Makasih, Git,” ucap pria yang tadi tersenyum kepada Ageeta.

Ageeta hanya mengangguk dan tetap mempertahankan senyum ramahnya. Kemudian, ketika ia hendak berbalik setelah pamit pergi, Ageeta terpaksa berhenti karena pria yang satunya berbicara kepadanya.

“Siapa nama kamu tadi?” tanyanya.

Ageeta menjawab, “Ageeta, Pak.”

Sang pria mengangguk, kemudian mengeluarkan sesuatu dari tas kerjanya. “Ini buat kamu,” ujarnya, seraya menyodorkan sebuah gantungan kunci. Ageeta tahu itu adalah oleh-oleh dari liburan ke luar negeri, sebab atasannya di kantor ini juga sering membagikan hal serupa pada dirinya dan karyawan lain.

Meskipun tidak mengerti kenapa pria yang merupakan tamu penting itu memberikannya oleh-oleh tersebut, Ageeta tetap menerimanya dengan senang hati. Tak lupa mengucapkan terima kasih dan melebarkan senyum sebelum kembali pamit pergi dan benar-benar memutar langkahnya keluar dari ruang meeting.

Dalam perjalanannya kembali menuju pantri, Ageeta berhenti sejenak, untuk sekadar menekuri gantungan kunci di dalam genggaman tangannya itu.

Kemudian, ia tersenyum. Memang hanya sesuatu yang sederhana, tetapi menerima ini saja sudah cukup membuat hati Ageeta menghangat. Rasanya seperti dirinya telah dilihat dan diperlakukan sama dengan yang lain, meskipun posisinya di kantor juga tidak penting-penting amat.

Pagi itu, walaupun agak merasa sepi atas ketidakhadiran Reno, Ageeta tetap bertekad untuk memompa semangatnya sebesar mungkin. Supaya hari ini pun, dia bisa menjalankan pekerjaannya dengan baik dan orang-orang yang sudah memberinya kesempatan untuk berada di posisinya sekarang tidak menyesal.

...****************...

Setiap pulang kerja di hari Senin, Ageeta biasanya akan sengaja meninggalkan kantor lebih lambat. Tujuannya untuk menghindari kemacetan di jam-jam rawan, juga untuk mengambil waktu istirahat lebih banyak karena ia cenderung lebih sibuk di hari Senin.

Sambil mengunyah permen karet rasa mint, Ageeta pergi meninggalkan locker room setelah memastikan tidak ada barangnya yang tertinggal. Tas punggung besar miliknya seperti biasa digendong di depan, seperti bayi koala.

Beberapa kali, langkah Ageeta terhenti ketika ia berpapasan dengan karyawan lain. Kadang sekadar untuk membalas sapaan, terkadang juga harus berhenti cukup lama demi mendengarkan hot news yang dibagikan secara cuma-cuma. Akan kedengaran melelahkan bagi sebagian orang, tetapi bagi Ageeta yang 100 persen ekstrovert, interaksinya dengan orang-orang adalah surga dunia yang tidak ada tandingannya.

Usai meladeni beberapa orang, Ageeta melanjutkan langkah. Alih-alih menggunakan lift agar cepat sampai di bawah, gadis itu lebih senang melewati tangga. Baginya itu mengasyikkan. Ia bisa sekalian menghitung satu persatu anak tangga yang dia injak. Selain sehat, juga cukup membantu agar otaknya tidak nganggur-nganggur amat.

Sebenarnya, Ageeta bukanlah satu-satunya yang lebih gemar menggunakan tangga daripada lift. Tetapi karena ini hari Senin dan orang-orang sudah terlalu lelah dengan pekerjaan yang seabrek, jadinya Ageeta tidak bertemu satu manusia pun sejak ia turun dari lantai enam sampai kini sudah hampir menyentuh lantai satu.

Menuruni beberapa anak tangga lagi, Ageeta akhirnya sampai. Pas ketika pintu lift terbuka dan orang-orang di dalamnya berhamburan keluar seperti domba-domba ternak yang dilepas-liarkan untuk mencari makan. Di antara mereka, ada sosok Laras yang sedang sibuk dengan ponselnya.

Ageeta mendapatkan ide untuk balas dendam, terlebih saat menemukan bahwa kedua telinga perempuan itu disumpal earphone. Setelah semua orang dari lift menyebar ke jalan masing-masing, Ageeta berlari cepat menghampiri Laras, mengaktifkan mode copet, menyambar ponsel milik perempuan itu dan membawanya kabur.

“Ageeta!!!” seru Laras di belakang.

Namun, Ageeta tidak peduli. Dengan tawa yang hampir-hampir tidak bisa ditahan, ia tetap berlari. Sesekali menoleh ke belakang untuk memeriksa apakah Laras sudah berhasil mengejarnya atau belum.

“Berhenti nggak?!!! Aku gigit kamu nanti, Git! Berhenti!!!”

Masa bodoh, Ageeta tetap berlari. Didekapnya erat-erat ponsel milik Laras, lalu ditambah kecepatan langkahnya agar semakin jauh jarak mereka terbentang.

Ageeta masih terus berlari, Laras masih berteriak heboh, dan beberapa orang yang menyaksikan mulai geleng-geleng kepala sambil berbisik-bisik kecil.

Langkah Ageeta masih terus melaju, sampai kemudian tubuhnya limbung setelah kakinya tersandung pembatas pintu. Disaksikan berpasang-pasang mata, Ageeta tersungkur dengan sangat tidak anggun.

“Ageeta!” Laras berseru panik, buru-buru menghampiri Ageeta yang nyungsep di depan pintu keluar.

Seraya mengibaskan tangan sebagai tanda agar para karyawan segera pergi dan tidak menonton kejadian tersebut, Laras berjongkok. Disentuhnya lembut kedua bahu Ageeta, membantu gadis itu bangun.

Namun, apa yang menyambut Laras setelah gadis itu berhasil dia bantu duduk malah membuatnya kesal bukan main. Alih-alih menangis atau setidaknya meringis karena lecet di telapak tangannya, Ageeta malah nyengir kuda. Menunjukkan gigi gingsulnya yang manis seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

“Malah senyum-senyum!” Kepalang kesal, Laras refleks memukul bahu Ageeta cukup keras. Tetapi sudah diperlakukan begitu pun, Ageeta masih tidak melunturkan senyum bodohnya.

Laras semakin dibuat tidak habis pikir saat Ageeta menyodorkan tangan, mengembalikan ponsel yang tadi gadis itu copet. “Hape Mbak Laras aman, hehe. Untung aku peluk erat-erat, jadinya enggak jatuh.” Senyum bodohnya makin merekah, Laras tidak tahan untuk tidak memukul dahi gadis itu pelan.

“Bukannya mikirin tangan kamu yang luka, malah mikirin hape!” omelnya.

Ageeta menengadahkan tangan, memeriksa sebentar luka lecet kemerahan yang tidak seberapa itu, kemudian berakhir garuk-garuk kepala sambil kembali tertawa.

“Cuma luka kecil, enggak sakit sama sekali.”

“Mau kecil mau besar, namanya luka ya tetap luka!” Laras masih menggunakan mode emak-emak. “Ayo, ikut ke mobil aku, kita obatin tangan kamu.” Secepat mungkin sebelum Ageeta berontak, Laras menarik lengan sang gadis.

“Enggak usah, Mbak Laras.”

“Harus.”

“Tapi ini cuma lecet sedikit.”

“Diem, nggak usah cerewet.”

“Tapi, kan,”

“Banyak ngomong kamu. Udah diemmmm.”

Laras menggandeng Ageeta menuju mobilnya masih sambil merepet, karena Ageeta sendiri juga masih saja cerewet. Sementara di belakang, beberapa orang masih memperhatikan sambil mengulum senyum. Interaksi antara Laras dengan Ageeta benar-benar terlihat tanpa sekat. Sesuatu yang membuat hati mereka juga turut terasa penuh dan nyaman.

Bersambung...

1
F.T Zira
lha... gak sadar main nyelonong😅😅😅..
ninggalin 🌹 dulu buat ka author✌️✌️✌️
Zenun
Tidur aja, Renonya lagi kena pelet masa lalu😁. Tapi dia lagi di obatin sama Noa sama Laras kok
nowitsrain: Atuh nggak bisa goyang
Zenun: ehehehehe, digoyangin aja
total 5 replies
Zenun
tuh dengerin Ren
nowitsrain: Iyaaa
Zenun: ya ampun, se-rombeng itukah kuping Reo
total 5 replies
Dewi Payang
Untung bukan roh jahat🤣🤣
Dewi Payang: wkwk🤣
nowitsrain: Roh jahat mah udah dipaten sama Pak Ruben
total 2 replies
Dewi Payang
Sisa hidup kamu Ren.... ingat kata2 itu Ren....😄😄
Dewi Payang: 😄😄😄😄😄
nowitsrain: Iya tuuu
total 2 replies
Dewi Payang
Jangan, tar kamu jadi kuda lumping Ren
Dewi Payang: 🤣🤣🤣🤣🤣
nowitsrain: Wkwk mau debus dia kak
total 2 replies
Alesha Qonita
baca judulnya mirip sama drakornya babang ichang dan mami Ji-won 😂, Yangyang couple 🤭
Dewi Payang
sepupuan yaa saama si Laras?
nowitsrain: Bukan Kak hehe
total 1 replies
Dewi Payang
Untuk selalu ada? What? Aduh Ren....
Dewi Payang: 🥺🥺🥺🥺🥺🥺
nowitsrain: Sebagai sesama manusia 😭
total 2 replies
Nana Hazie
kenapa teresa nggak suka banget ma clarisa ya
Aresteia
good
esterinalee
luar biasa
Zenun
tuh kan tuh kan
nowitsrain: Salahhhhhh sayangkuuu
Zenun: iiiihh bener itu
total 5 replies
Zenun
setelin lagi last child coba
Zenun: penantian😄
nowitsrain: Wkwk lagu yang mana nih yang cocok untuk menggambarkan suasana suram ini
total 2 replies
Zenun
ada mah, di dengkul hehe
Zenun: hihihihi
nowitsrain: Wow, pantes...
total 2 replies
Zenun
lagi begulet jangan-jangan
Zenun: nyok 🏃‍♀️
nowitsrain: Astaghfirullah... ayo kita grebek!
total 2 replies
Zenun
Omelin mak. Reno masih aja bermain-main sama masa lalu hihihi
Zenun: Reno sukanya nyari kuman nih
nowitsrain: Emang sukanya nyari penyakit
total 2 replies
Dewi Payang
Ren.... Ren... bisa ga sih, ga usah pake peluk2 gitu.....
Dewi Payang: 🤣🤣🤣🤣🤣👍
nowitsrain: Bener sih ini...
total 6 replies
Dewi Payang
Seperti Clarissa bakalan lama deh Mam,🤭
nowitsrain: Betul...
Dewi Payang: Dia memang gak jahat kak, tapi situasi akan membuat dia terlihat jahat karena berada diantara Reno dan Ageeta, iya gak kak....
total 7 replies
Dewi Payang
Baru baca fikirannya si Mami, kok udah buat aku antipati sama si Clarissa🤭
nowitsrain: 😌😌 begitulah
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!