Semoga kisah nikah dadakan Atun Kumal dekil, dan Abdul kere menang judi 200 juta ini menghibur para readers sekalian...🥰🥰🥰
Happy reading....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sakit gigi tak membuat mati
Begitu masuk, Atun di buat terperangah melihat wajah emak Rodiah yang tidak seperti biasanya. Ia berteriak dengan mata melebar sempurna.
"Emaaakkk...!!!"
"Aduh, ngapain kamu teriak-teriak! Enggak lihat apa emak lagi sakit!" teriak emak Rodiah langsung memarahi anak tirinya yang baru datang itu.
Atun masih tak percaya, wajah tua yang dulu selalu tampak menakutkan dan menyeramkan baginya, kini malah menjadi kencang, bahkan terlalu kencang di sebelah kiri, pipinya bengkak seperti balon udara yang berisi angin. Tubuh wanita tua itu lebih kurus dari sebelumnya. Bahkan terlihat pucat dengan bibir kering mengelupas. Rambutnya kusut, Atun tidak bisa memperkirakan berapa lama rambut panjang emak tirinya itu tidak di sisir. Padahal dulu rambutnya selalu di sanggul rapi.
Ya, walaupun Atun sengaja tidak berkunjung selama dua tahun.
Meskipun sesekali mereka berpapasan. Selama ini Atun lebih memilih menghindar, mencari alternatif lain agar tidak saling bertatap muka dengan emaknya, lantaran hatinya masih tidak terima akan kenyataan bahwa ia adalah anak tiri yang selalu dianiaya oleh emaknya selama ini.
Namun ia tetap hafal dan tahu tubuh emaknya tak banyak berubah. Sungguh berbeda dengan apa yang di lihatnya saat ini.
"Emak, jangan marah-marah terus, agar tubuh emak tidak bertambah kurus." ucap Rara menasehati emaknya, tentulah wanita tua itu mencebik, membuat wajahnya semakin jelek, emaknya selalu keras kepala.
"Masuklah Tun, kamu buatkan bubur untuk emak. Mana tahu emak mau makan." Ajeng mempersilahkan adiknya yang masih mematung diambang pintu.
Atun melangkah mengikuti kakak nomor duanya itu, melewati emak yang saat ini duduk dengan kaki selonjoran di kasur tipis, ia mengusap pipinya yang bengkak dan meringis.
"Sejak kapan emak sakit Mbak?" tanya Atun ketika keduanya sudah berada di dapur.
"Sudah hampir tiga bulan, tapi parah sekali itu ya tiga Minggu ini." jawab Ajeng, perempuan cantik dan selalu modis itu mengeluarkan tepung dari lemari, meminta adiknya untuk segera membuat bubur.
Atun mulai mengaduk tepung beras itu diatas kompor, tak habis pikir dengan keadaan emaknya. Jikalau sakit gigi? Dia tidak pernah melihat orang sakit gigi hingga pipinya bengkak seperti mau meledak.
"Buburnya kamu bawa ke depan, biar aku yang membawa air putih hangatnya." Ajeng berjalan lebih dulu menuju ruang tamu, dimana emaknya sedang meringis, menangis juga berteriak.
"Mak, makan dulu ya." bujuk Ajeng kepada emaknya.
Emak Rodiah menatap mangkuk berisi bubur putih yang sudah pasti sangat ia kenali, buatan anak tirinya yang selalu ia marahi dulu itu.
"Emak tidak lapar." ucapnya lirih, ia menggeleng, setetes air matanya jatuh. Ia melengos tak mau menatap Ajeng, ataupun Atun.
Ajeng mengangguk, mengisyaratkan kepada Atun untuk membujuk juga menyuapi emaknya.
Atun diam mematung dengan banyak sekali pikiran menghampirinya. Namun Ajeng memegang tangan Atun sejenak, meyakinkannya.
Dengan nafas berat ia meraih mangkuk dari tangan Ajeng. "Mak, makan sedikit ya." bujuk Atun, ia menatap wajah emaknya yang tampak tak seimbang itu.
Emak Rodiah tidak bergeming, ia tetap tak mau menatap Atun.
"Mak, maafkan Atun yang tidak pernah berkunjung kepada Emak." ucap Atun pelan.
Emak Rodiah tetap saja diam, enggan menatap Atun walau sejenak, sesekali ia meringis menahan betapa sakitnya bagian yang bengkak itu.
"Mak, kalau emak terus begini, bagaimana dengan kami. Kami tidak bisa hanya menunggui emak dengan keadaan begini. Kami sudah punya keluarga masing-masing dan tentunya tidak bisa di tinggalkan terlalu lama. Apakah tidak sebaiknya kita ke rumah sakit kota saja?" usul Ajeng, tapi mendapat respon tak baik dari emaknya.
"Emak tidak mau ke rumah sakit!" bentak Emak Rodiah, menatap nyalang kepada Ajeng.
"Tapi Mak, kalau di rumah sakit akan ada dokter yang menangani. Kalau hanya berdiam di rumah emak tidak akan sembuh! Apa emak tidak capek meringis, menangis dan berteriak seperti orang gila?" kesal Rara, kakak tertua Atun itu sungguh lelah menghadapi emaknya yang selalu menolak ketika diajak ke dokter.
"Beraninya kamu ngatain emak gila! Kalau bukan karena aku, kamu tidak akan ada di dunia ini!" marah emak Rodiah, ia melempar Rara dengan bantal.
"Terserah Emak saja! Lagipula, emak tidak akan pernah sembuh kalau emak sendiri yang menolak untuk makan! Yang penting kami sudah berusaha, dan emak tidak menghargainya." Rara beranjak dari duduknya, dengan wajah di tekuk Rara meraih tasnya diatas meja.
"Hei, anak durhaka! Kamu tidak tahu rasanya sakit gigi! Kamu pikir aku berpura-pura? Kamu pikir emakmu ini hanya bersandiwara?" emak Rodiah semakin marah, wajahnya yang besar sebelah itu semakin terlihat gimbal dan memerah karena tak puas mengomeli anaknya.
"Aku tidak tahu emak berpura-pura atau bersandiwara! Yang pasti emak terlalu lebay, cari perhatian!"
"Aku tidak berpura-pura! Dasar anak durhaka!" teriak emak Rodiah lagi semakin memekik.
"Halah, menelan sedikit bubur apa susahnya Mak! Cuma sakit gigi tidak akan membuat emak mati!" Rara mendengus, tak urung ia menenteng tasnya, ia akan pulang.
"Anak kurang ajar!" emak Rodiah menangis kencang, ia tidak lagi malu untuk melepaskan kekesalannya. Dia sudah tak dapat menahan sakit, sakit hatinya juga sakit giginya.
"Mak... Sudah." Atun meraih tangan emaknya, tak sampai hati melihat Emak Rodiah menderita, padahal sebelumnya ia ingin sekali menendang emaknya dari rumah itu dan membuatnya menderita.
"Rara durhaka." ucapnya masih meratap.
"Mbak Rara tidak bermaksud durhaka. Dia cuma menginginkan Emak sembuh, lagipula dia harus pulang karena mas Bima pasti sudah pulang." jelas Ajeng menyela.
"Tak hanya Rara Mak, Atun-pun harus pulang dulu, Atun belum masak buat mas Abdul. Sebentar lagi dia pasti pulang." ucap Atun.
Bukannya mereda, tangis emak Rodiah semakin pecah. Perempuan itu meraung-raung sambil memijat kepalanya, mengelus pipinya yang bengkak.
"Sudahlah, kamu pulang saja dulu, ini sudah malam dan takutnya suamimu marah." ucap Ajeng tidak habis pikir emaknya semakin aneh.
"Lha, terus Mbak Ajeng gimana?" tanya Atun.
"Tidak apa-apa, nanti aku akan mengabari Amar." ucap Ajeng, tapi kata-katanya seperti menyimpan makna yang sulit diartikan.
"Ya sudah, aku pulang dulu ya Mak, nanti kalau Mas Abdul pulang aku akan mengajaknya kemari." pamit Atun.
"Tidak perlu, kamu memang tidak peduli padaku. Bukankah kamu senang dengan keadaan ku seperti ini? Kamu ingin aku cepat mati, iya kan?" kesal emak Rodiah.
"Mak, aku tidak seperti itu, aku hanya ingin pulang sebentar karena ada tanggung jawabku juga di rumah." tegas Atun.
"Pulang saja, kamu sudah durhaka semenjak kamu menikah dengan Abdul, kamu tidak pernah peduli kepada ku. Kamu, kalian semua sama saja, suami kalian tidak ada yang benar!"
"Mas Abdul tidak demikian Mak." bela Atun, tak ingin emaknya membenci Abdul.
"Halah, kamu pikir suamimu itu sangat baik? Ingat ya tun, laki-laki itu tidak ada yang seratus persen baik. Laki-laki itu tidak bisa di percaya, adanya laki-laki itu harus diwaspadai, termasuk suami sendiri." Emak Rodiah terus mencecar Atun, ia lupa pada sakit di bagian pipinya itu, terlalu bersemangat mengomeli Atun.
Atun melirik Ajeng, kakak keduanya itu diam menunduk. "Aneh!"
kasian tp mo ketawa, ketawa aja ahh
emak..emak cepet sembuh yah supaya bisa marah2 lg ..
dan kau Atun jgn plin plan gitu lah sama si Abdul..marah boleh tp logika jln terus../Shy//Shy/
seumur hidup itu terlalu lama untuk mendampingi org yg kecanduan judi ..sudah dihancurkan kenyataan jgn lah meninggikan harapan mu Tun 😌😌
Dibalik lelaki yg sukses ,ada wanita yg terkedjoet dibelakang nya..sukses dah si Abdul bikin kejutan buat emak nya sama kamu Tun..dan tunggu aja akan ada kejutan lain nya /Pooh-pooh//Pooh-pooh/
judul nya ganti Istri Ayahku ternyata Ibuku,dan Ayahku ternyata Laki Laki 🙀😿
orang kaya emang suka begitu, lagunya tengil..kek duit nya halal aja ( kasino warkop )