NovelToon NovelToon
To Be Your Mistress

To Be Your Mistress

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Angst / Kehidupan alternatif / Romansa
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: moonwul

Ketika ketertarikan yang dihiasi kebencian meledak menjadi satu malam yang tak terlupakan, sang duke mengusulkan solusi kepada seorang gadis yang pastinya tidak akan direstui untuk ia jadikan istri itu, menjadi wanita simpanannya.

Tampan, dingin, dan cerdas dalam melakukan tugasnya sebagai penerus gelar Duke of Ainsworth juga grup perusahaan keluarganya, Simon Dominic-Ainsworth belum pernah bertemu dengan seorang wanita yang tidak mengaguminya–kecuali Olivia Poetri Aditomo.

Si cantik berambut coklat itu telah menjadi duri di sisinya sejak mereka bertemu, tetapi hanya dia yang dapat mengonsumsi pikirannya, yang tidak pernah dilakukan seorang wanita pun sebelumnya.

Jika Duke Simon membuat perasaannya salah diungkapkan menjadi sebuah obsesi dan hanya membuat Olivia menderita. Apakah pada akhirnya sang duke akan belajar cara mencinta atau sebelum datangnya saat itu, akankah Olivia melarikan diri darinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moonwul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

07: Angkat Wajahmu, Olivia

“Simon, sudah saatnya untukmu bertunangan.”

“Baik, Ibu.”

“Charlotte merupakan wanita sempurna untuk mewarisi gelar duchess. Ibu memilihnya.”

“Baik, Ibu.”

“Bagaimana kalau pertunangannya diadakan dalam minggu ini?”

“Baik, mohon Ibu atur saja.”

“Baiklah. Sudah diputuskan kalau begitu.”

Simon bangkit dari kursi. Ia menunduk kecil memberi hormat pada ibunya dan berjalan keluar.

Meninggalkan ruangan ibunya setelah percakapan singkat itu, Simon tetap mempertahankan wajah tanpa ekspresinya. Seakan dia bukanlah seseorang yang baru saja diputuskan untuk segera bertunangan dengan wanita pilihan ibunya.

Sungguh, bagi Simon perkara itu bukan sebuah masalah. Ia tahu betul tugasnya sebagai penerus adalah menikah dan menghasilkan seorang penerus lainnya untuk kelak melanjutkan gelar yang saat ini melekat padanya.

Simon membuka pintu ruangan pribadinya. Hanya udara hampa yang mengisi ruangan luas ini. Jendela yang ia biarkan terbuka membuat gorden bergerak-gerak tertiup angin dan sinar matahari jingga menyinari separuh ruangan gelap ini. Dugaan bahwa ia tetap akan sendirian adalah yang menjadi masalah di kepalanya.

Jadi, Olivia tidak melakukan tugasnya.

Menyetujui semua perkataan ibunya tidak mampu membuat dahinya berkerut. Namun, kelakuan Olivia mampu rupanya.

Simon sangat tahu, bahwa ia tidak pernah sekali pun menginginkan sesuatu. Itu karena semua yang ia butuh kan telah dimilikinya. Ia tidak pernah mendamba, karena ia memiliki semuanya tanpa kekurangan.

Simon berjalan ke arah jendela yang terbuka. Waktu semakin petang dan tinggal beberapa menit sebelum matahari mulai tenggelam, namun Olivia tidak kunjung datang ke ruangannya untuk mengantarkan kue dan teh sebagaimana perintahnya kemarin.

Entah bagaimana Olivia mendapatkan keberanian untuk menolak mengerjakan perintahnya, namun satu hal menjadi semakin jelas sekarang, yaitu gadis itu tidak berada di tempatnya yang seharusnya. Kehidupan sempurna yang Simon kenal selama ini perlahan memiliki sebuah cacat. Melihat situasi hatinya saat ini, sepertinya ia benar-benar telah mendambakan gadis itu. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.

Di dalam hidupnya, Simon telah tumbuh menjadi anak yang sempurna, meraih predikat murid yang sempurna, lalu duke yang sempurna. Bahkan dalam waktu dekat, ia akan menjadi pemegang posisi pimpinan di grup perusahaan keluarganya. Ia akan memimpin Ainsworth Airlines dan Ainsworth Oil Company. Jadi, saat ibunya menginginkannya untuk segera bertunangan dan menikah dengan wanita sempurna untuk kemudian menjadi ayah sempurna, ia sangat paham bahwa itu juga merupakan tugas yang harus dilakukannya. Inilah kehidupan sempurna Simon.

Memejamkan kedua mata, Simon bernapas dengan tenang.

Perasaan yang terus kucoba dorong pergi itu, sepertinya aku bisa mengakuinya sekarang.

♧♧♧

“Tuan Duke tidak ada di mansion sejak tiga hari lalu. Kira-kira beliau ke mana, ya, Betty?” tanya Olivia membantu menyiapkan adonan kue di samping sang ketua pembuat kue.

Betty fokus pada pekerjaannya, tapi bibirnya masih merespons pertanyaan itu. “Kemungkinan besar Tuan Duke tengah mengurus semua hal untuk melanjutkan jabatan pimpinan di grup perusahaan keluarganya.”

Olivia bahkan tidak dapat menanyakan hal lain. Semua fakta yang ia perlahan temukan semakin membuatnya menyadari betapa perbedaan di antara dirinya dan Simon tak terbantahkan.

Satu kesalahan akibat melupakan perintah Simon hari itu telah mengonsumsi pikiran dan rasa bersalahnya. Meski pekerjaannya menjadi semakin banyak dan padat menjelang pesta pertunangan yang akan datang, ia masih merasa bersalah sampai detik ini.

Waktu yang sibuk terasa berlalu dengan cepat. Tersisa satu hari sebelum pesta pertunangan antara Simon dan Charlotte, dan hari itu barulah Olivia kembali melihat pria itu. Namun, tidak sendiri. Begitu jelas ia melihat Simon berjalan melewati lorong panjang mansion dengan Charlotte di sampingnya.

Sepasang kekasih yang sangat sempurna, Olivia tidak memiliki pendapat lain untuk menggambarkannya. Ia hanya bisa mengatupkan kedua bibirnya dan berjalan ke arah berlawanan dengan mereka.

Jauh di lubuk hatinya, ia membisikkan sebuah harapan yang sangat tulus.

Nanti, jika aku bertemu dengan pria yang akan menjadi pasanganku, aku mohon agar tidak terdapat banyak perbedaan di antara kami.

Saat matahari telah tenggelam dengan sempurna, Olivia kembali ke ruangannya. Sebuah ruangan yang tidak besar ini membuatnya dengan mudah menyadari keberadaan sebuah kotak kado yang diletakkan di atas tempat tidurnya.

Membukanya, ia menemukan bahwa di dalam itu terdapat sebuah gaun, lengkap dengan aksesoris bahkan sepatu berhak.

“Betty...” gumamnya memikirkan satu-satunya pelaku yang akan melakukan hal seperti ini padanya. Seperti yang dilakukan wanita itu pada pesta sebelumnya, ia kembali dipinjami sesuatu untuk dipakai.

Olivia mengangkat gaun berwarna hitam itu. Ia terpukau dengan keindahannya, namun tidak dapat mengucapkan terima kasih secara langsung lantaran Betty mengambil cuti beberapa hari untuk memperingati hari kematian suaminya.

Rasa syukur yang sangat besar memenuhi hati Olivia. Meski sebuah kebingungan kecil mengganggu pikirannya.

“Mengapa barang-barang imitasi ini terasa sangat berkualitas?”

♧♧♧

Pertunangan termegah dekade ini, begitulah orang-orang mengomentari pesta pertunangan Simon dan Charlotte.

Para tamu penting yang hadir jauh lebih banyak dari pesta perayaan sebelumnya.

Olivia memasuki ballroom mansion dari pintu samping, ia terus menghindar dari bertatapan dengan orang-orang di pesta.

Aku harus meminta maaf langsung pada Tuan Duke.

Tidak ada seorang pun yang bisa diajaknya mengobrol, Olivia mulai goyah untuk terus melakukan niatnya meminta maaf atau segera meninggalkan ballroom.

Melangkahkan kakinya terasa sedikit aneh dengan gaun panjang yang membentuk badan juga sepatu berhak tinggi nan tipis, Olivia segera menepis di sudut ruangan, di mana tidak ada tamu yang ingin berada di sana.

Dari tempatnya berdiri, Olivia memerhatikan sekeliling ballroom luas dan beratap tinggi dengan semua orang berbusana mewah dan berkelas. Percakapan mereka tidak habis-habisnya seputar bisnis, politik, dan gosip orang berpengaruh yang mereka kenal.

Olivia menggigit bibir bawahnya. Sungguh, harus dipikirkan berapa kali pun, ia menyadari bahwa kehidupan seperti itu bukanlah kehidupan yang cocok dengannya.

Bertepatan dengan itu, para tamu mulai bertepuk tangan dengan elegan, salah satu pemeran utama pesta malam ini tampak menuruni tangga untuk bergabung ke ballroom.

Sang duke, Simon sungguh tampak semakin menawan dengan setelan jas dan rambut yang diatur rapi.

Sebagaimana seluruh pasang mata tertuju padanya, Olivia pun tak dapat mencegah dirinya untuk tidak melakukannya.

Selayaknya bergerak dengan kecepatan lebih lambat, di mata Olivia, Simon terlihat begitu jelas. Pria itu jelas adalah sebuah mahakarya Tuhan, namun dengan sepenuhnya sadar, ia juga mengetahui bahwa pria itu biang malapetaka. Setidaknya untuk dirinya.

Saat Simon telah menginjakkan kakinya di lantai ballroom, pria itu segera disambut seorang pria tua yang tersenyum lebar ke arahnya.

Olivia terus memerhatikan tanpa mengetahui apa yang sedang terjadi di depan sana, sampai beberapa tamu yang berjarak tidak jauh darinya mengatakan bahwa pria tua itu adalah ayahnya Charlotte.

Seakan kembali menelan pil pahit lainnya, Olivia menipiskan bibirnya. Ia kembali melihat jauh ke depan, di sana Simon sudah dihampiri juga oleh ibunya dan ayahnya yang harus berada di kursi duduk. Calon keluarga yang akan segera dipersatukan itu tampak berbicara dan saling melemparkan senyuman, bahkan ayah Charlotte terlihat tertawa beberapa kali.

Benar. Hidup seperti ini sangat cocok dengan mereka.

Olivia memutuskan untuk melangkah pergi. Ia merasa tidak bertenaga untuk menghadap Simon dan meminta maaf padanya.

Aku bisa melakukannya besok. Tidak harus malam ini.

Begitu saja dan Olivia mulai melewati kerumunan tamu untuk segera keluar ballroom.

Sebuah rute sederhana, namun ia mengacaukannya.

Olivia hampir terjatuh jika saja ia tidak segera mempertahankan dirinya. Gaun yang dikenakannya adalah penyebab semuanya. Kepalanya tertunduk, ia menggigit bibirnya cukup kuat.

Suara cukup keras yang ia ciptakan berhasil mencuri perhatian seisi ruangan.

Di titik ini, ia hampir menangis. Ketakutan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata membuatnya sedikit mengangkat gaunnya dan berlari pergi.

Dalam benaknya yang kacau ia meyakinkan diri bahwa tidak ada satu pun orang di dalam sana yang peduli akan peristiwa yang terjadi pada orang yang bukan siapa-siapa seperti dirinya.

Area ballroom terletak tidak begitu jauh dari taman, dan tempat itulah yang menjadi tujuan Olivia. Seperti malam tak terlupakan lainnya waktu itu, ia kembali ke tempat yang sama.

Saat ia telah melewati pagar yang cukup tinggi yang dihiasi tanaman merambat dan memasuki area taman, ia berhenti untuk melepaskan sepatu haknya.

Kedua tangannya menenteng masing-masing sepatu dan ia berjalan ke arah kolam air pancur. Menduduki pinggiran kolam yang cukup tinggi, air matanya pun turun membasahi pipi.

Sebuah tangisan yang ia menolak tuk mengakui alasannya, rahasia tergelap yang ia simpan rapat di dalam hatinya. Olivia membenci dirinya sendiri karena telah membiarkan sebuah perasaan yang lancang bertumbuh, seharusnya ia bisa mencegahnya.

Kesadarannya sudah kembali saat ini, baik akan perasaan yang harusnya ia bunuh, juga kehadiran Simon yang memasuki taman.

Sekali lagi, tidak seperti sebelumnya, Olivia bisa menyadari kedatangan Simon malam ini.

Baik, tidak seperti malam itu, saat ini aku akan pergi menghindar saja.

Olivia pun berjalan pergi memasuki taman lebih dalam.

“Berhenti, Olivia.” Simon tidak berteriak, jarak di antara keduanya juga tidaklah dekat, namun bak sihir, Olivia dapat mendengarnya dengan jelas.

Kembali menggigit bibirnya untuk sekian kalinya malam ini, Olivia menyerah. Ia lantas berjalan gontai ke arah bangku taman.

Olivia berdiri di bawah atap yang melindungi bangku itu. Dengan sepasang kaki panjangnya, tidak memerlukan waktu yang lama hingga Simon tiba di hadapannya.

Menundukkan kepala, Olivia tidak melupakan kesempatan untuk memberi salam hormat. “Yang Mulia Duke.”

Simon menghela. “Kamu kira apa yang tengah kamu lakukan ini?”

Olivia mengangkat wajahnya dengan perlahan. “Maaf atas kecerobohan saya barusan, Yang Mulia Duke.”

Dahi Simon berkerut dan Olivia melihatnya. Gadis itu segera menunduk lagi dan meminta maaf. “Saya sungguh bersalah atas kelalaian saya yang tidak menjalankan perintah Anda di sore itu. Namun, saya juga bersungguh-sungguh bahwa itu tidak disengaja.”

“Tidak disengaja?” tanya Simon pelan.

Olivia mengangguk cepat. “Benar, tidak disenga—“ Ia tidak dapat menyelesaikan kalimatnya lantaran langkah Simon semakin mendekat ke arahnya.

“Lalu?” tanya Simon lagi, kini kembali melangkah mendekat.

Olivia terus menunduk, kini semakin tidak berani untuk mengangkat kepalanya. “S-sore itu saya pergi keluar menemui seorang kenalan. Sa-saya benar-benar khilaf telah melupakan perintah Yang Mulia Duke.”

Simon tidak menghentikan langkahnya. “Lalu?” tanya berbisik.

Tidak ada alasan lain, bahkan kalau ada pun, Olivia rasa ia tidak akan sanggup untuk mengatakannya.

“Angkat wajahmu, Olivia.”

... ♧♧♧...

...** the picture belongs to the rightful owner, I do not own it except for the editing....

1
agnesia brigerton
Jadi duke nih lagi nunggu sampe Olivia lebih dewasa aja?? Setidaknya dia gak pedofil deh :)
agnesia brigerton
Gilakkkkk
agnesia brigerton
Udah manggil ayah mertua ajaa
agnesia brigerton
Aku padamu Olivia 😭😭😭
agnesia brigerton
😭😭😭
agnesia brigerton
Duh pulang kampung nih??😥
agnesia brigerton
Hubungan mereka kerasa sensual banget tapi menegangkan juga duh panas dingin jadinya 🙃
agnesia brigerton
Iya iya pergi aja dari duke obses ituu
agnesia brigerton
Gue tereak terus woiii
agnesia brigerton
What?????? Merk gaunnya terus lagu yang diputar????
agnesia brigerton
Tunangan asli kayak nyadar deh
agnesia brigerton
Benedict selama kerja sama duke gak kepikiran buat resign kah??
agnesia brigerton
Oke... oke... si duke obses nih parah
agnesia brigerton
Kamu kuat bangettt
agnesia brigerton
S-SIAP YANG MULIA!!
agnesia brigerton
UPSS 🤭🤭
agnesia brigerton
Lo kayaknya masih bingung deh sama perasaan sendiri 🙃🙃
agnesia brigerton
AAAA 😚😚😚
agnesia brigerton
Apa? Mau ngapain emangnya🤭
agnesia brigerton
AAAA GUE DUGUN DUGUN
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!