Muara Cinta

Andara membeku di tempatnya berbaring, menatap tidak percaya laki-laki yang berdiri menatapnya intens. Salahkah Andara berpikir bahwa Gavin sengaja menempatkannya di salah satu rumah sakit yang jauh dari tempatnya tinggal agar Andara bisa menjauh dari adik lelaki itu, termasuk suaminya?

Andara tidak tahu Gavin adalah orang yang menolong dan membawanya ke sini, tapi, meski begitu bukan kah pikirannya masuk akal.

Padahal sebenarnya Gavin membawa Andara ke rumah sakit ini karena hanya rumah sakit inilah yang lelaki itu percaya.

 Andara sedang sakit, tapi tidak ada tempat mengadu. Keluarga atau pasangan, dari keduanya tidak ada sedikitpun tempat untuk mengadu, terlalu sering disalahkan apapun yang Andara lakukan, batin dan mentalnya sudah dihajar habis-habisan, tidak ada yang mau mengerti. Dan mereka tak peduli sama sekali, sehancur itulah takdir hidup Andara.

Beberapa bulan ini dia sedang berusaha berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan sesuatu yang gak bisa diubah. Belajar mengikhlaskan sesuatu yang sudah terjadi, belajar menerima keadaan dan belajar nggak maksain sesuatu, termasuk memaksakan suaminya terus ada disisinya.

Andara berharap Andrian sosok yang berdiri di ambang pintu tersebut, tapi, dia sadar akan kenyataan Andri tak selalu ada lagi untuknya seperti 8 tahun yang telah berlalu.

Apa gunanya Andri takut kehilangannya tapi tidak mendengarkan Andara, katanya mencintai tapi menyepelekan hal kecil yang menyakiti hati Andara.

"Apa yang sakit?"

Melihat Andara menitihkan air mata, dua lelaki tampan itu bertanya secara bersamaan.

Sontak saja keduanya saling pandang, hal seperti ini sangat asing.

Farazt berdehem, menormalkan kadar debaran di dada yang tiba-tiba bergemuruh, antara rasa khawatir atau rasa penasaran pada hubungan Gavin dan Andara. Sebagi sesama laki-laki, Farazt bisa melihat binar khawatir di netra sepupu angkuhnya itu.

Andara yang tak sadar sudah menangis menggeleng ringan, sungguh dia tidak ingin Gavin puas dengan kemalangan yang dia rasakan.

Satu hari berlalu begitu saja. Andara tidak sedang di temani Gavin maupun Farazt, kedua pria itu sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Nyatanya Andara benar-benar harus menjalankan operasi, tulang pipi bagian kirinya patah. Andara harus segera di operasi agar tidak timbul keluhan kesulitan mengigit atau mengunyah karena gigi atas dan bawah tidak dapat bertemu atau secara medis disebut (maloklusi)

Andara tidak berharap pada siapapun, menganggap dirinya sebatang kara terasa lebih baik daripada menginginkan sesuatu yang semakin lama terasa tidak mungkin, setelah sembuh dan keluar dari rumah sakit Andara bertekad akan menemui Andri dan meminta pria itu untuk menceraikannya.

Tapi ternyata takdir tidak sekejam itu pada wanita malang sepertinya, saat Andara sedang akan dibawa keruang operasi ada sosok laki-laki yang tiba-tiba menggenggam tangan Andara , Andara tak dapat bersuara, terlalu terkejut dan tak percaya akan melihat sosok tersebut.

Operasi berjalan dengan lancar, Andara sudah kembali keruang rawat, seseorang itu tak melepas genggaman tangannya, kata terima kasih juga terus terdengar dari bibir si pria.

"Saya sungguh berterima kasih, dokter."

Farazt tidak menyangka jika salah satu dokter di rumah sakit tempatnya bekerja adalah keluarga Andara, sangat mengejutkan bagi lelaki itu.

Andara masih tak sadarkan diri, tapi laki-laki yang tak lain adalah Dewa itu tak meninggalkan barang sejenak sang adik.

Dewa juga tidak tahu bagaimana Andara bisa diperlakukan dengan begitu spesial di rumah sakit elit tempatnya bekerja, tapi Dewa bersyukur bisa melihat adiknya yang telah lama pergi.

Satu yang menjadi tanya lelaki itu, kemana laki-laki yang dicintai adiknya sampai kehilangan segalanya.

"Ada hubungan apa anda dengan wanita itu?" Dewa yang masih memandangi wajah adik kecilnya yang sudah banyak berubah menoleh melihat pada sosok laki-laki yang masuk tanpa mengetuk pintu.

Keningnya berkerut, merasa familiar sekaligus asing menatap pria yang menanyainya penuh curiga.

"Apa anda tidak tahu jika wanita itu sudah bersuami?" Nada tak bersahabat terdengar sangat jelas.

Dewa semakin bingung, lelaki ini jelas bukan Andri, tapi mengapa bersikap posesif pada Andara.

"Harusnya anda bersikap profesional sebagai dokter, jangan mengambil kesempatan saat tidak ada yang menemani pasien sehingga anda bisa dengan lancang menyentuhnya seperti itu!"

Seperti apa? Dewa benar-benar tidak diberi kesempatan untuk bersuara.

"Silahkan tinggalkan ruangan ini, sebelum saya mengambil tindakan, anda tidak mau kan, jika ini menjadi hari terakhir ada bertugas?" dingin dan sangat tak berperasaan.

Farazt hampir tak percaya mendengar suara Gavin di dekat pintu, dia yang akan melihat kondisi Andara tak meneruskan langkahnya mendengar kalimat-kalimat yang keluar dari bibir Gavin. Sepupunya yang terkenal dingin dan irit bicara itu tiba-tiba menjadi sangat cerewet. Dan apa tadi katanya? Andara sudah bersuami? Apa dia istri Gavin? Tapi, bagaimana mungkin Gavin tidak mengenal Dewa yang berstatus sebagai Kaka iparnya.

...****************...

Andri tidak bisa menahan perasaan sedihnya, sampai hari ini dia belum mendapatkan kabar keberadaan istrinya. Kini Andri tidak bisa mencari lagi karena kondisi Gia yang pingsan karena lelah menangis.

"Tolong jaga emosi nyonya, beliau sedang menyesuaikan hormon, biasa dialami wanita yang menjadi calon ibu." suara dokter wanita yang menangani Gia terdengar samar di telinga Andri. Tapi, Andri masih bisa menangkap poin perkataannya.

Tangan Andri terkepal kuat, dia bingung menggambarkan perasaannya, ada rasa bahagia ketika mendengar kabar dirinya menjadi calon ayah, tapi rasa takut pun menghampiri bersamaan.

"Sudah Mama bilang kan Dri, istri tuamu itu yang mandul, buktinya sudah 8 tahun menikah kalian belum juga dapat keturunan, dengan Gia, belum genap setahun sudah isi."

"Ma, tolong! Andri tidak berharap mama ikut campur seperti ini, bagi Andri dengan Andara berada di sisi Andri itu sudah lebih dari cukup, adanya anak itu hanya pelengkap, Andri cita Andara, Ma." perempuan itu bisa menangkap kepedihan dan kepahitan yang tersirat di wajah putranya.

Tapi, sejujurnya dia memang tak menginginkan putranya memiliki anak bersama Andara.

"Sudahlah, Ma," Papa Andri melerai. "Andri kamu temani Gia, Papa akan pulang bersama Mamamu, jaga istri dan calon cucu kami, setidaknya kesampingkan dulu niatmu mencari keberadaan Andara, Gia saat ini lebih membutuhkanmu."

Andai saja mereka tahu jika Andara adalah sebagian nyawa Andri. Mungkin mereka tidak akan melarang putranya mencarinya. Tanpa Andri, Andara mungkin akan baik-baik saja, tapi bagaimana dengan Andri?

...****************...

"Dewa, Kakak dari wanita bersuami ini!" Dewa mengangkat tangannya di depan Gavin seraya memperkenalkan diri.

Samar Dewa bisa menangkap keterkejutan pria didepannya.

Apa yang akan terjadi jika Dewa tahu jika laki-laki yang berdiri di depannya saat ini adalah kakak dari madu adiknya.

Sama halnya dengan Gavin yang rela melakukan apa saja demi kebahagiaan sang adik, Dewa juga bisa melakukan hal yang sama.

"Abang..."

#######

Aduh, kasian sama Andri dilema.

Ketika Gia sudah hamil, apakah Andri bisa memperjuangkan Andara tetap disisinya?