Cinta datang tanpa diundang. Cinta hadir tanpa diminta. Mungkin begitu yang dirasakan oleh Halim saat hatinya mulai menyukai dan mencintai Medina-gadis yang notabene adalah muridnya di sekolah tempat dia mengajar.
Halim merasakan sesuatu yang begitu menggebu untuk segera menikahi gadis itu. Agar Halim tidak mengulangi kesalahannya di masa lalu.
Apakah Halim berhasil mendapatkan hati Medina?
Apakah Medina menerima cinta dari Halim yang merupakan Gurunya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ils dyzdu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
“Me, nih buku punya elu.” Zain meletakkan buku tulis Medina. Tak lupa punya Nona sekalian.
Medina langsung membuka bukunya. Dia sudah penasaran dapat nilai berapa tugas matematika kali ini.
Medina mengerjapkan mata dan tersenyum ketika tahu nilainya 100. Tapi dia sempat menaikkan alisnya saat ada emoticon tersenyum dan kata ‘good’ di bawah paraf guru.
‘Pak Halim lucu juga kasih nilainya.’
Medina melirik Nona yang lagi-lagi scroll Ig di laci diam-diam.
“Na, lu dapat nilai berapa?”
Nona mengangkat wajahnya yang menunduk. Lalu menarik bukunya dan menunjukkannya pada Medina.
“Kali ini 100, Me. Alhamdulillah lah, otak gue tumben gak korslet.”
Medina lagi-lagi mengernyit. Di buku Nona tidak ada tuh embel-embel emoticon orang tersenyum dan kata good seperti punyanya.
‘Ah, sudahlah. Mungkin Pak Halim gak sengaja tulis itu.’
**
Bel pergantian les berbunyi. Halim berdecak. Kenapa waktu secepat itu berjalan? Padahal dia masih betah sekali mencuri-curi pandang pada Medina.
‘Entah sadar atau gak dia, ya? Karena hanya punya dia yang aku beri emoticon itu. Duh! Kenapa aku jadi semanis ini? Astaga!’
Halim tersenyum tipis. Tampak lesung pipinya yang muncul.
Medina diam-diam tersenyum dan mengagumi gurunya itu.
‘Selain rajin sholat, suara bacaan surahnya bagus, Pak Halim juga tampan. Eh, kenapa gue begini? Ya ampun, gapapa kali, Me. Mengagumi dalam hati kan gak salah. Lagi pula, Pak Halim pasti sudah ada yang punya. Gue mengaguminya sebatas rasa kagum biasa.’
Medina bolak-balik menekankan di dalam hatinya. Kalau rasa yang baru saja hadir di hatinya, hanya rasa biasa pada anak remaja seperti dirinya.
Lagi pula dia perempuan normal. Yang bisa saja terselip rasa kagum pada lawan jenisnya. Tapi hanya sekedar saja. Medina tidak mau berlarut-larut mengagumi seseorang.
“Baiklah. Nanti setelah grup selesai saya buat, saya akan beri tugas melalui grup saja, ya? Pertemuan kita sampai di sini dulu. Selamat sore.”
Halim melangkah keluar. Tapi tentu saja dia sudah menyempatkan untuk melirik sekilas Medina yang sedang menyimpan bukunya ke dalam tas.
‘Haaaaaah.’
.........****.........
Malam minggu adalah malam yang ditunggu-tunggu oleh para pasangan kekasih. Misal sekedar untuk makan di luar, jalan-jalan ataupun hanya ngobrol di rumah.
Tidak bagi Medina yang malam ini sudah sibuk membuat tempe bersama Ibunya.
“Besok, antar tempe ke rumah Mamanya Bang Reno ya, Me?”
“Iya, Bu.”
“Sudah ada yang pesan brownies kamu?”
Medina berpikir sejenak. “Ehm, kira-kira ada 8 orang, Bu.”
“Alhamdulillah. Berarti besok sudah bisa kamu bikin, Me. Rajin-rajin posting. Mana tahu makin banyak yang nyangkut. Ada rejeki lebih, kita bisa buka toko. Hehe.”
Bu Widya senyum-senyum tidak menentu, memikirkan suatu hari nanti punya toko.
Medina tersenyum menatap penuh cinta wajah Ibunya. “Nanti Medi coba posting juga di Ig, Bu. Mana tahu rejeki ya, Bu?”
“Iya, Nak. Yang penting kita harus semangat dan jangan putus asa ya?”
Medina kembali tersenyum. “Semangat, Bu!”
Tring! Bunyi notifikasi terdengar. Medina melirik sekilas layar pop-up di hp-nya.
“Dari siapa, Me?”
“Medi ditambahkan ke grup baru di WhatsApp, Bu.”
“Oohh. Emang, gunanya grup itu buat apaan, Me?”
“Kalau ada tugas atau info apapun, gurunya tinggal kasih tau dari grup aja, Bu.”
Bu Widya manggut-manggut. “Enak banget jaman sekarang.”
Medina terkekeh. “Hehe, iya, Bu.”
........****.......
Halim menatap bosan layar hp-nya. Dari tadi, notifikasi pesan WhatsApp-nya terus-terusan berbunyi.
Ini baru 1 kelas saja loh yang dia buat grupnya. Apa jadinya kalau semua kelas dia buatkan grup juga? Mungkin Halim akan men-silent hp-nya saat itu juga.
Semua pesan isinya ucapan salam dan kata-kata sok kenal sok akrab dari anak-anak muridnya.
Halim tidak menggubris. Yang dia lakukan adalah segera mencari kontak yang bernama Medina di grup.
Senyum Halim terbit seiring dia melihat kontak Medina.
Halim mengeklik foto profilnya. Di foto itu, Medina sedang tersenyum sambil menunduk.
Jantung Halim tiba-tiba berdebar. Dia refleks memegangi dadanya.
“Sepertinya aku mulai sakit,” gumamnya.
Halim langsung saja menyimpan kontak Medina di hp-nya.
“Eh, di sini juga ada akun ig-nya. Ah, baiklah! Akan aku intip-intip nanti. Hehe, sepertinya hatiku sedang merasakan sesuatu.”
Halim sibuk senyum-senyum sendiri. Sekarang tinggal memikirkan bagaimana caranya mendekati Medina.
Dan yang pasti, semoga saja Allah lancarkan apa yang akan dia lakukan.
.........*****.........
Hari minggu ini tampaknya akan cerah. Secerah hati Halim yang seperti sedang ketiban durian runtuh. Padahal hanya tahu nomor dan akun Ig Medina saja.
Niat hati Halim ‘sih, dia ingin segera mengirim pesan pada gadis itu. Tapi entah kenapa, rasa malu tiba-tiba hinggap di hatinya.
Mungkin lain kali, dia akan lebih memberanikan diri.
Dulu, masalah dia tidak jadi menikah ya begitu. Karena Halim tidak mau langsung to the point saja pada wanita yang dia sukai.
Halim mengambil handuk kecil yang ada di dalam tasnya. Dia lalu mengelap semua keringat yang ada di wajah dan lehernya. Kemudian mengambil botol minum yang sudah dia siapkan dari rumah, dan meneguk habis minumnya.
Saat ini, Halim baru saja selesai nge-gym di pusat kebugaran. Kegiatan yang biasa dia lakukan setiap hari minggu pagi.
Setelah selesai membereskan barang-barangnya ke dalam tas. Halim beranjak dari sana. Sebelum pulang, dia ingin jalan-jalan santai menggunakan motornya.
Halim menaiki motornya, lalu memakai helm full face berwarna merah berlist hitam miliknya. Motor sport 250cc itu melaju pelan membelah jalanan yang lengang. Halim tersenyum. Rasa hatinya begitu damai sekali pagi ini.
Brum. Brum. Brum.
Suara geberan motor tiba-tiba terdengar dan sedikit agak memekakan telinga.
Halim berdecak dan langsung menoleh ke kanan. Pengendara motor itu mendekat bersejajar dengan motor Halim.
“Woi!”
“Ck! Apa?”
Pengendara motor yang tak lain adalah Reno langsung terkekeh.
Ekor mata Halim melirik Mama Reno yang sibuk memilin baju kaos Reno. “Tante. Dari mana?” sapanya ramah.
“Dari pasar, Lim! Ini anak bikin gue jantungan! Tiba-tiba aja geber motor sembarangan! 'Kan mau copot jantung gue!” Mama Reno ngomel.
Yang diomelin malah terkekeh geli.
“Lim! Balap, yok?”
Ketepok! Mama Reno menjitak kepala Reno dengan kesal. “Berani lu balap-balap, gue bakar nih motor, ya?”
Reno mendengus. “Uuhh, Mama gak asik!”
Halim tertawa. Dia mengerlingkan mata jahil. “Gak jadi, nih? Ayo, gue jabanin permintaan elu, Ren!”
Halim menggeber sekali motornya, melajukannya dengan kencang dan sempat melakukan wheelie.
Reno seketika takjub. “Wah, gila! Keren lu, Lim! Tunggu gue!” teriaknya.
Reno menggeber motornya yang langsung dapat jambakan rambut dari Mamanya.
“Renoooo!! Gue cekek lu, ya?”
“Adaw! Sakit, Ma! Ampooon!”
.....**.....
Halim akhirnya sampai di rumahnya. Rumah yang dia beli dengan uang hasil menabungnya selama beberapa tahun.
Sebelum Halim menjadi PNS seperti sekarang, dia sudah duluan membuka cafe dengan gaya kekinian yang digandrungi para anak muda.
Bahkan Halim sudah membuka 2 cabang di lokasi berbeda.
Halim segera membersihkan diri. Setelahnya, dia menunaikan sholat sunat Dhuha.
Karena hari minggu ini dia tidak ada jadwal kuliah, Halim memilih rebahan di sofa sambil bermain hp.
Sebenarnya Halim hanya ingin stalking ig Medina saja.
“Annisa Medina,” gumamnya dengan tangan yang sibuk mengetik di kolom pencarian. “Hah! Ini dia!”
Halim tersenyum. Saking semangatnya, dia jadi mengubah posisi yang tadinya rebahan, sekarang berganti duduk.
Tangan Halim semangat sekali men-scroll layar itu. Tapi sebagian banyak postingan Medina hanya berisi jualan. Hanya ada beberapa foto Medina terpampang di sana.
“Masya Allah, ya ampun. Dia cantik sekali.”
Halim mengusap layar hp-nya yang ada foto Medina sedang tersenyum manis ke arah kamera.
“Ya Allah, aku menyukainya sejak pertama kali bertemu dengannya. Ijinkan aku untuk memilikinya.”
Halim kembali tersenyum menatap foto Medina pada layar itu.
.........****........
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan