Gus Shabir merasa sangat bahagia saat ayah Anin datang dengan ajakan ta'aruf sebab dia dan Anin sudah sama-sama saling menyukai dalam diam. Sebagai tradisi keluarga di mana keluarga mempelai tidak boleh bertemu, Gus Shabir harus menerima saat mempelai wanita yang dimaksud bukanlah Anin, melainkan Hana yang merupakan adik dari ayah Anin.
Anin sendiri tidak bisa berbuat banyak saat ia melihat pria yang dia cintai kini mengucap akad dengan wanita lain. Dia merasa terluka, tetapi berusaha menutupi semuanya dalam diam.
Merasa bahwa Gus Shabir dan Anin berbeda, Hana akhirnya mengetahui bahwa Gus Shabir dan Anin saling mencintai.
Lantas siapakah yang akan mengalah nanti, sedangkan keduanya adalah wanita dengan akhlak dan sikap yang baik?
"Aku ikhlaskan Gus Shabir menjadi suamimu. Akan kuminta kepada Allah agar menutup perasaanku padanya."~ Anin
"Seberapa kuat aku berdoa kepada langit untuk melunakkan hati suamiku ... jika bukan doaku yang menjadi pemenangnya, aku bisa apa, Anin?"~Hana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tujuh
Seluruh keluarga berkumpul untuk makan malam, tadi Syifa sengaja masak lauk kesukaan adik kesayangannya Anin. Dia juga menginap untuk menyambut kepulangan sang adik dari rumah sakit.
Saat makan malam, Shabir yang ingin mengambil lauk dendeng balado beradu dengan Anin. Syifa memandangi dengan raut wajah penuh tanda tanya.
"Kamu suka dendeng balado juga, Shabir?" tanya Syifa dengan raut wajah keheranan.
"Iya, Mbak. Aku doyan banget," jawabnya pelan.
"Selera kamu sama dengan Anin," kata Aisha.
"Kalau Hana tidak suka pedes. Dia sukanya daging dimasak kecap," ucap Syifa lagi.
Setelah Shabir mengambil dendeng itu, barulah Anin meraihnya. Kedua orang itu tampak lahap memakannya. Mereka hampir menghabisi satu piring dendeng itu. Hana hanya menatap dalam diam. Dia paling tidak bisa makan pedas. Sekarang dia tahu sang suami doyan banget masakan pedas, sangat bertolak belakang dengan seleranya.
Setelah semua keluarga makan, Anin memilih duduk di taman belakang. Hana masuk ke kamar, dia mempersiapkan semua barang yang akan di bawa ke pondok. Besok dia dan Shabir akan ke sana. Sebagai seorang istri, wanita itu harus mengikuti kemana langkah suaminya.
Anin memandangi bintang di langit sambil termenung. Besok dia juga harus kembali ke kost. Meneruskan kuliah. Dia harus mencapai cita-citanya menjadi dokter.
Tanpa dia sadari Shabir berdiri di belakang gadis itu. Dia menarik napas berat berulang kali. Pria itu ingin jujur tentang perasaannya sebelum kembali ke pondok.
"Anin, apa aku boleh bicara?" tanya Gus Shabir.
Anin yang sedang termenung menjadi terkejut mendengar suara Gus Shabir. Dia lalu menoleh dan tersenyum.
"Aku ingin bicara sebentar," ujar Gus Shabir lagi.
"Silakan Gus. Tapi jika aku boleh meminta, kita jaga jarak saja duduknya. Nanti takut ada fitnah," jawab Anin.
Gus Shabir mengangguk tanda setuju. Dia memilih duduk di seberang Anin.
"Anin, aku mau jujur. Sebenernya aku menyukai kamu ...." Gus Shabir menghentikan ucapannya. Anin yang mendengar pengakuan Gus Shabir tampak sangat terkejut.
"Jangan becanda, Gus. Ini tidak lucu. Gus saat ini telah menjadi Oom-ku. Jika di dengar aunty Hana dia bisa salah paham dan hubunganku bisa rusak," kata Anin.
"Aku tidak becanda Anin. Sejak awal melihatmu, aku telah menyukai kamu. Saat Pak Ghibran datang melamar, aku pikir itu untukmu. Tanpa bertanya aku langsung menerima lamaran itu. Saat mengetahui dan melihat yang aku nikahi itu bukan kamu, aku sangat syok. Tapi aku tidak mungkin membatalkan, karena ijab kabul telah terucap," ujar Gus Shabir dengan berhati-hati.
Anin makin syok mendengar pengakuan dari Gus Shabir. Mulutnya terasa terkunci dan tenggorokan terasa tercekat. Dia tidak bisa berkata sepatah kata pun.
Gus Shabir juga tampak terdiam. Sepertinya sedang menata kata yang akan diucapkan. Tanpa mereka tahu ada seseorang yang bersembunyi di balik pintu mendengar semua obrolan mereka.
Beberapa saat mereka terdiam. Larut dalam pikiran masing-masing. Anin masih belum membuka suara.
"Aku rasanya tak percaya dengan ucapanmu, Gus. Bagaimana mungkin kamu menikahi aunty ku, sebelum sempat bertemu dia. Seharusnya kamu berkenalan dulu. Semua ini salah kamu, Gus. Bagaimana jika aunty-ku tahu, pasti dia akan merasa sangat terluka," ucap Anin dengan terbata.
Anin tidak bisa membayangkan rasa sakit yang akan dirasakan aunty-nya ketika mengetahui suaminya menyesal telah menikah dengannya. Dan yang paling menyakitkan jika tahu orang yang dicintainya Gus Shabir adalah ponakannya sendiri.
"Aku tahu, Anin. Semua ini salahku. Seharusnya aku tidak gegabah menerima lamaran itu. Aku terlalu bahagia karena berpikir jika kamulah calon istriku. Anin, cinta itu tak bisa dipaksakan. Aku mencintai kamu, bukan Hana. Aku tahu ini pasti akan menyakiti Hana jika tahu semuanya!" jawab Gus Shabir.
Anin dan Gus Shabir kembali terdiam. Air mata Anin berderai membasahi pipi. Dia bahagia mengetahui jika ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Namun, dia juga merasa sedih, karena merasa mengkhianati sang aunty.
"Selama ini aku selalu memperhatikanmu diam-diam, mendoakanmu setiap hari dan mencintaimu secara rahasia. Perasaan ini sangat dalam, sehingga aku memilih untuk memendam. Aku lebih memilih memendam perasaan, karena aku takut terluka. Tapi justru memendam yang membuat luka. Aku jadi salah dalam melangkah," ucap Gus Shabir.
"Gus Shabir, terkadang kamu harus merelakan kebahagian mu sendiri, hanya untuk melihat orang lain bahagia. Terkadang merelakan dia pergi bersama orang lain adalah cara untuk mengetahui seberapa besar dia mencintai kamu. Terkadang kita harus merelakan sesuatu hal bukan karena kita menyerah tapi mengerti bahwa ada hal yang tidak bisa dipaksakan. Pada akhirnya, seseorang yang bertahan akan memilih untuk merelakan. Sebab, bahagia tak datang hanya dari satu orang," balas Anin.
Anin berdiri dari duduknya dan berjalan meninggalkan Gus Shabir. Sebelum jauh melangkah, dia kembali membalikan badannya.
"Gus, jika kamu memang mencintaiku, lupakan aku. Satu pintaku, bahagiakan aunty ku. Mungkin cinta kita ditakdirkan hanya untuk dirasakan dan dipendam saja, bukan untuk bersatu. Ketahuilah Gus, Titik tertinggi mencintai adalah mengikhlaskan."
Setelah mengatakan itu, Anin kembali berjalan. Seseorang yang dari tadi menguping pembicaraan mereka juga secepatnya pergi dari balik pintu begitu melihat Anin berjalan.
...----------------...
kurang slg memahami
gk da manusia yg sempurna
tp cinta yg menyempurnakan.
bukan cr siapa yg salah di sini
tp jln keluar bgaimna mmpertahankan pernikahan itu sendiri.
Coba lebih memahami dari bab" sebleumnya , Anin bilang kalau kasih sayang aisha trhdp Anin dan Hana itu sama ,jika Anin dibelikan mainan maka Hana pun turut dibelikan.memang dalam hal materi oleh Gibran dan Aisha mereka tidak membedakan ,tetapi dalam hal kasih sayang mereka tetap membedakan ,bahkan Syifa juga pernah bilang kalau dia lebih sayang Anin drpda Hana .Nah poiinnya adalah kenapa Hana bersikap seperti itu terhadap Anin ,karena dia belum pernah merasakan kasih sayang yang begitu besar dari orang terdekatnya .Jadi wajar saja semenjak dia menikah dia mempertahankan suaminya karena hanya dia yang memiliki ikatan paling dekat dengan Hana . Hana hanya ingin ada seseorang yang mencintai ,menyayanginya dengan besarnya ,maka dari itu dia mepertahnkan suaminya .
Hana memiliki trauma akan dkucilkan oleh orang" disekitarnya .
yang melamar kan Hana duluan 😃