Sahira Anastasia, seorang gadis berusia 22 tahun yang baru lulus kuliah harus bersusah payah mencari pekerjaan demi menuruti kemauan ibu tirinya yang terbilang kejam.
Setelah sempat bekerja di sebuah toko roti, Sahira akhirnya memutuskan keluar dan menaruh banyak berkas lamaran ke perusahaan-perusahaan di kotanya demi mendapat pekerjaan lebih layak.
Akhirnya ia diterima di sebuah perusahaan, tapi naas akibat phobia yang ia alami saat menaiki lift, ia harus ditolak oleh Alan Dwinanda sang CEO perusahaan tersebut.
Beruntung Sahira bertemu Saka Alfian, sang kakak dari Alan yang mau membantu untuk bekerja disana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon patrickgansuwu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Gara-gara lift
Saka pun menelpon ob, meminta dibuatkan teh hangat serta dibawakan minyak angin untuk membantu Sahira sadar dari pingsannya. Ia tampak sangat kalut dan menyesal karena telah memaksa Sahira menaiki lift, walau niatnya hanya ingin menghilangkan rasa trauma gadis itu.
"Sahira, ayo sadar dong! Masa iya saya harus kasih nafas buatan buat kamu, supaya kamu bisa sadar? Kan gak mungkin, mau ditaruh dimana muka saya?" ujar Saka pelan.
Karena tak ada pilihan lain, Saka mencoba memberi nafas buatan untuk Sahira. Ia mendekat dan lalu memejamkan mata seraya memajukan bibirnya ke arah mulut Sahira. Tanpa diduga, gadis itu sudah lebih dulu sadar dan sangat syok melihat wajah Saka sangat dekat dengannya.
Ia reflek berteriak, "Aaaaaa!!" Sahira langsung bangkit dan mendorong tubuh Saka hingga terjatuh ke lantai dengan posisi duduk.
"Aduh!" Saka memekik sakit seraya memegangi punggungnya.
"Pak, maaf pak! Tadi saya kaget aja waktu lihat muka bapak di depan muka saya, bapak mau ngapain sih emang?" ujar Sahira.
"Eee itu anu saya.." Saka sangat gugup dan bingung harus menjelaskan bagaimana.
Sahira beralih menatap jam, seketika ia panik sebab ia harus mengerjakan tugas yang diberikan Alan dengan segera. Tentu Sahira tidak mau membuat Alan kecewa dan memecatnya di hari pertama ia bekerja.
"Pak, saya harus kerja sekarang. Sekali lagi saya minta maaf ya!" ucap Sahira tergesa-gesa.
"Gak masalah, saya yang seharusnya minta maaf ke kamu. Seharusnya saya gak paksa kamu buat naik lift tadi," ucap Saka menyesal.
"Gapapa, ini bukan salah bapak juga kok. Saya aja yang belum bisa hilangin trauma itu," ucap Sahira.
"Yasudah, kamu bisa bekerja sekarang. Ini ruang kerja kamu yang disiapkan Alan, selamat bekerja ya Sahira!" ucap Saka sambil tersenyum.
"Makasih pak," ucap Sahira pelan.
Pria itu bangkit dari posisinya, berjalan ke arah pintu dan meninggalkan Sahira seorang diri. Sahira bernafas lega, pasalnya sedari tadi ia terus gemetar saat berada di dekat Saka. Apalagi begitu ia terbangun dan Saka berada sangat dekat dengan wajahnya.
"Huh tadi itu pak Saka mau ngapain ya? Kok dia deketin muka gue?" gumam Sahira.
"Ah biarin aja deh, yang penting gue harus siapin keperluan pak Alan sekarang biar gue gak dimarahin!" sambungnya.
Sahira pun beranjak dari sofa dan langsung mengerjakan apa yang harus ia kerjakan.
•
•
Setelah selesai menyiapkan semua keperluan meeting, Sahira langsung pergi menuju ruangan Alan di lantai enam. Kebetulan ruang kerja Sahira berada di lantai tiga, sehingga kali ini ia hanya perlu menaiki tangga tiga lantai tidak seperti pagi tadi.
Tapi tetap saja, yang namanya naik tangga pasti akan terasa melelahkan. Sahira pun tampak ngos-ngosan, ia berulang kali memegangi kedua kakinya dan mengambil nafas sejenak sebelum melanjutkan langkahnya.
"Haaahhh haaahhh... lo harus kuat Sahira, lo gak boleh lemah kayak gini!" ucap Sahira.
Akhirnya ia pun tiba di lantai enam, dan tanpa diduga Alan sudah tampak rapih seperti hendak pergi meeting saat ini. Sahira langsung menghampiri pria itu dengan tatapan bingung.
"Loh pak, bapak mau kemana?" tanya Sahira.
"Eh muncul juga kamu, ya saya mau pergi meeting lah. Mana berkas yang saya minta?" ucap Alan.
"Eee ini pak, semuanya udah saya siapkan," ucap Sahira menyerahkan berkas itu.
"Okay, tapi kamu terlambat beberapa menit nih. Saya sampai sudah ditunggu sama klien, kamu tuh gimana sih kerjanya?" ujar Alan.
"Maaf pak, saya terlambat mungkin karena saya harus naik tangga," ucap Sahira.
"Ya bagus kalau kamu tahu alasan kamu terlambat, jadi seharusnya kamu biasakan buat naik lift biar cepat!" ucap Alan.
"Iya pak, tapi saya kan—"
"Phobia? Itu bukan masalah saya Sahira, kamu seharusnya cari cara untuk menghilangkan phobia itu!" sela Alan.
"Iya maaf pak, saya akan berusaha menghilangkan phobia saya sama lift," ucap Sahira.
"Bagus, sekarang kamu ikut saya!" pinta Alan.
"Loh kemana pak?" tanya Sahira heran.
"Pake nanya lagi, ya meeting lah. Kamu temani saya di meeting kali ini!" jawab Alan tegas.
"Tapi pak, saya kan masih baru disini. Masa udah ikut meeting aja?" protes Sahira.
"Kamu gak mau? Yaudah, saya sendiri aja. Tapi, setelah itu kamu dipecat!" ucap Alan.
"Eh eh pak, iya pak saya mau ikut," ucap Sahira.
"Yaudah, cepetan kita naik lift!" ajak Alan.
Glek
Sahira menelan saliva nya susah payah, ajakan Alan untuk menaiki lift terdengar sangat mengerikan baginya. Ia berharap-harap di dalam hati supaya tidak terjadi apa-apa ketika ia menaiki lift bersama pria itu.
"Kenapa? Ayo cepet!" tegur Alan.
"I-i-iya pak," ucap Sahira gugup.
Mereka pun melangkah cepat menuju lift di depan sana, Sahira masih terus berdoa saat ini.
•
•
Perlahan Sahira memasuki lift bersama Alan, jantungnya berdegup cukup kencang ketika berada di dalam sana. Terlebih saat pintu lift tertutup dan hanya ada ia berdua dengan Alan disana, pikirannya sangat kacau dan ia tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Benar saja, saat lift melaju turun Sahira langsung panik dan kembali reflek memegangi tubuh Alan di sampingnya. Entah kenapa Alan justru merasa iba kali ini saat melihat Sahira begitu ketakutan, tangan pria itu tergerak mengusap lembut rambut Sahira bermaksud menenangkan gadis itu.
"Hey, kamu tenang ya Sahira! Lift nya gak kenapa-napa kok, kita gak mungkin jatuh seperti yang kamu pikirkan!" ucap Alan lirih.
"Aaaaa saya takut pak, saya gak mau!" Sahira masih terus ketakutan dan menyembunyikan wajahnya dibalik tubuh Alan, kedua tangannya juga terus memeluk erat tubuh pria itu.
Ting
Tak lama mereka sampai di lantai dasar dan pintu lift terbuka begitu saja, membuat Alan terkejut karena di luar terlihat cukup banyak karyawannya yang sedang menunggu lift dan tanpa sengaja menyaksikan pemandangan itu.
Alan yang merasa malu langsung menyingkirkan tangan Sahira darinya dan pergi begitu saja, Sahira sendiri masih tampak syok tak percaya jika apa yang dia lakukan tadi disaksikan langsung oleh para karyawan disana. Karena malu, Sahira memilih pergi menyusul Alan ke luar lift.
"Pak Alan, pak tunggu pak!" teriak Sahira sembari berlari mengejar pria itu, meskipun perasannya masih kacau akibat menaiki lift tadi.
Di luar, Alan langsung menuju mobilnya yang telah disiapkan oleh security. Sahira berhasil mengejarnya dan meminta Alan untuk menunggunya.
"Pak, tunggu saya dong!" ucap Sahira ngos-ngosan.
"Kamu lihat kan tadi Sahira? Ini kedua kalinya kamu mempermalukan saya, kamu benar-benar bikin saya kesal!" bentak Alan.
"Ma-maaf pak, saya benar-benar gak sengaja. Saya masih trauma banget sama lift pak," ucap Sahira.
"Ah saya gak mau dengar alasan kamu, pokoknya kamu harus ilangin trauma kamu atau kamu saya pecat!" ancam Alan.
Sahira membulatkan matanya, apakah mungkin ia akan dipecat dalam waktu satu hari?
...~Bersambung~...
...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...