Bismarck telah tenggelam. Pertempuran di Laut Atlantik berakhir dengan kehancuran. Kapal perang kebanggaan Kriegsmarine itu karam, membawa seluruh kru dan sang laksamana ke dasar lautan. Di tengah kegelapan, suara misterius menggema. "Bangunlah… Tebuslah dosamu yang telah merenggut ribuan nyawa. Ini adalah hukumanmu." Ketika kesadarannya kembali, sang laksamana terbangun di tempat asing. Pintu kamar terbuka, dan seorang gadis kecil berdiri terpaku. Barang yang dibawanya terjatuh, lalu ia berlari dan memeluknya erat. "Ana! Ibu kira kau tidak akan bangun lagi!" Saat melihat bayangan di cermin, napasnya tertahan. Yang ia lihat bukan lagi seorang pria gagah yang pernah memimpin armada, melainkan seorang gadis kecil. Saat itulah ia menyadari bahwa dirinya telah bereinkarnasi. Namun kali ini, bukan sebagai seorang laksamana, melainkan sebagai seorang anak kecil di dunia yang sepenuhnya asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Akihisa Arishima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergi Berburu (bag.2)
Enam tahun telah berlalu sejak hari perpisahan itu. Setiap enam bulan sekali, Heinrich, Liliana, dan August menyempatkan diri mengunjungi rumah Seraphina di desa Fischerdorf. Mereka menghabiskan tiga hari bersama, bercengkerama, berbagi cerita, dan menikmati kebersamaan yang semakin berharga seiring waktu.
Namun, di luar momen pertemuan itu, kehidupan berjalan dengan ritme yang berbeda. Heinrich sibuk dengan tanggung jawabnya sebagai bangsawan di Drachenburg, sementara Seraphina masih memikul beban sebagai kepala desa. Anastasia, yang kini beranjak remaja, sering menghabiskan waktunya dengan berburu di hutan timur, ditemani Hans, pengawal setia yang selalu mengawasinya dengan cermat.
Hari itu, matahari sudah condong ke barat saat Anastasia dan Hans kembali dari perburuan. Mereka berjalan santai melewati jalan setapak di tepi hutan, membawa hasil buruan yang cukup melimpah. Seekor rusa, dua ekor kelinci bertanduk, dan dua ekor ayam hutan.
Hans menatap gadis itu dengan bangga. "Sepertinya hari ini kita cukup beruntung, Nona. Bidikanmu semakin tajam. Aku rasa tak lama lagi, aku tidak perlu mengawasimu saat berburu."
Anastasia mengangguk perlahan, suaranya tetap tenang namun penuh wibawa. "Berburu bukan sekadar menembak sasaran, Paman Hans. Kita harus memperhitungkan arah angin, pergerakan target, serta kemungkinan ancaman di sekitar kita. Dan berkatmu, aku tak perlu repot membawa hasil buruan—ukuranku tidak terlalu menguntungkan untuk itu."
Hans tersenyum kecil, mengangguk hormat. "Tentu saja, Nona. Aku akan selalu siap membantu."
Mereka terus berjalan hingga akhirnya tiba di rumah. Begitu sampai, Anastasia melangkah masuk dengan tenang, mengatur napas sejenak sebelum berbicara.
Seraphina, yang masih berkutat dengan dokumen di meja kerjanya, menoleh ketika mendengar langkah kaki putrinya. "Kau sudah kembali."
Anastasia mengangguk dengan tenang. "Ya, Ibu. Aku pulang. Berkat Paman Hans, aku tidak kesulitan membawa hasil buruan."
Seraphina mengalihkan pandangannya ke Hans, yang sedang menurunkan hasil buruan. "Jadi, apakah itu tidak merepotkanmu, Hans? Membawa sebanyak ini sendirian?"
Hans tersenyum ringan dan menggeleng. "Ah, tidak, Nyonya. Ini bukan masalah besar. Lagipula, hasil perburuan kali ini cukup memuaskan. Kita punya persediaan daging segar untuk beberapa hari ke depan."
Hans segera membawa tas kulit berisi hasil buruan ke dapur, sementara Seraphina memperhatikan putrinya dengan cermat. "Kau baik-baik saja, bukan?"
Anastasia menatap ibunya sejenak sebelum menjawab, suaranya tetap stabil tanpa keraguan. "Tentu saja... Aku ini putrimu, Ibu."
Seraphina tersenyum tipis, memahami sifat putrinya yang selalu tenang dan jarang bicara lebih dari yang diperlukan. "Baiklah. Kalau begitu, aku akan menyiapkan makan malam. Kau ingin membantu?"
Anastasia menghela napas ringan, lalu mengangguk. "Tentu saja."
Tanpa banyak bicara lagi, ia berjalan ke dapur, mengambil pisau, dan mulai menyiapkan daging hasil buruannya. Gerakannya efisien dan presisi, mencerminkan sifatnya yang disiplin dan penuh perhitungan dalam setiap tindakan.
Hans, yang memperhatikan dari kejauhan, hanya bisa tersenyum kecil. Ia tahu bahwa meskipun Anastasia selalu terlihat tenang dan terkendali, di balik semua itu, ada seorang pemimpin alami yang suatu hari akan membawa perubahan besar—baik bagi desa ini maupun bagi dirinya sendiri.
Setiap pagi, Anastasia selalu meluangkan waktu untuk melatih kemampuan sihirnya di halaman belakang. Seiring bertambahnya usia dan pengalaman, levelnya pun meningkat, memberinya akses ke berbagai keterampilan baru, baik aktif maupun pasif, terutama dari kebiasaannya berburu.
Beberapa skill aktif yang ia peroleh:
Quick Reload (Isi Ulang Cepat) Lv. 1
Meningkatkan kecepatan mengganti atau mengisi ulang amunisi dalam situasi mendesak.
Mana: 2
Bullet Calculations (Perhitungan Peluru) Lv. 1
Memungkinkan pengguna membaca arah angin, gravitasi, dan jarak untuk menyesuaikan tembakan.
Mana: 1
Eagle Eye (Mata Elang) Lv. 1
Meningkatkan ketajaman penglihatan dan akurasi dalam membidik target dari jarak jauh.
Mana: 5
Piercing Shot (Tembakan Penembus) Lv. 1
Memperkuat proyektil dengan energi sihir agar dapat menembus kulit tebal atau perisai alami buruan.
Mana: 5
Flicker Step (Langkah Kilat) Lv. 1
Memungkinkan teleportasi pendek dalam sekejap, ideal untuk menghindari serangan atau menyergap target.
Mana: 2
Selain itu, Anastasia juga memperoleh beberapa skill pasif yang semakin mempertajam kemampuannya:
Deadly Aim (Bidikan Mematikan)
Kemampuan menembak dengan akurasi tinggi ke titik vital target.
Survival Instinct (Insting Bertahan Hidup)
Memungkinkan Anastasia membaca tanda-tanda alam seperti perubahan cuaca, bahaya tersembunyi, dan arah mata angin.
Steady Hand (Tangan Stabil)
Mengurangi guncangan tangan saat membidik, meningkatkan akurasi tembakan.
Setelah selesai berlatih, Anastasia kembali ke dalam rumah, langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dari keringat dan debu. Air dingin yang menyentuh kulitnya memberikan kesegaran setelah seharian beraktivitas di luar. Setelah berganti pakaian yang lebih nyaman, ia menuju ruang makan, di mana Seraphina dan Hans sudah menunggunya.
Makan malam berlangsung dalam suasana yang hangat, dengan obrolan ringan sesekali mengisi keheningan. Hans bercerita tentang jalur berburu baru yang mungkin bisa mereka coba, sementara Seraphina hanya menggeleng pelan, mengingatkan mereka agar tetap berhati-hati.
Setelah selesai makan, Anastasia membawa diri ke ruang depan, di mana perapian masih menyala, memberikan kehangatan di malam yang mulai dingin. Ia duduk di kursi favoritnya, lalu mengeluarkan Mauser C96 dari holsternya. Dengan gerakan yang sudah menjadi kebiasaan, ia membuka magasin, memeriksa isinya, lalu mulai membersihkan laras dan bagian lainnya dengan kain lembut.
Cahaya api yang berpendar membuat logam pistol itu berkilau, memantulkan sorot matanya yang selalu tampak tenang dan penuh perhitungan. Ia tidak terburu-buru, menikmati setiap langkah dalam merawat senjata yang sudah menemaninya selama bertahun-tahun.
Sesekali, suara kayu terbakar di perapian mengisi keheningan ruangan. Anastasia menghela napas pelan, lalu mengokang senjatanya sekali sebelum meletakkannya kembali di pangkuannya. Hari ini berlalu dengan damai, tapi entah kenapa, ada firasat di hatinya bahwa esok mungkin tidak akan sejinak ini.
Hans, yang berdiri di seberang, melipat tangannya sambil memperhatikan gadis itu. "Sudah bertahun-tahun aku melihatmu melakukan itu, tapi tetap saja... kau memperlakukan senjata itu seperti bagian dari tubuhmu sendiri," ujarnya dengan nada kagum.
Anastasia tidak langsung menjawab. Ia memasang kembali magazin pistolnya, mengokangnya sekali, lalu meletakkannya di pangkuannya. "Senjata yang tidak dirawat dengan baik hanya akan berkhianat di saat genting," katanya akhirnya, suaranya tetap tenang dan berwibawa.
Hans terkekeh. "Itu benar. Tapi tetap saja, kau sudah terlalu ahli dalam hal ini. Sepertinya, sejak kecil kau memang ditakdirkan untuk menjadi seorang pemburu—atau mungkin lebih dari itu."
Anastasia menatapnya sejenak, lalu kembali berbicara. "Paman Hans, sejak kecil aku berburu bukan sekadar untuk kesenangan. Setiap kali aku menarik pelatuk, aku juga belajar bagaimana menghadapi sesuatu yang lebih besar dariku tanpa rasa takut."
Hans mengangguk, mengenang bagaimana Anastasia telah terbiasa menghadapi bahaya sejak usia muda. "Ngomong-ngomong soal itu... Nona masih ingat kejadian saat kita pertama kali disergap goblin?"
Anastasia tersenyum tipis. "Tentu saja. Bukankah itu terjadi enam bulan yang lalu? Saat itu, Paman Hans hampir tertusuk tombak goblin kalau aku tidak menembaknya lebih dulu."
Hans tertawa pelan, mengusap tengkuknya. "Haha, ya. Aku terlalu meremehkan mereka. Kupikir mereka hanyalah makhluk kecil yang bodoh, sampai aku sadar mereka cukup cerdas untuk menyergap kita dalam kelompok."
Anastasia menggelengkan kepala. "Bukan itu masalahnya, Paman Hans. Goblin yang menyerang kita jumlahnya banyak... sekitar dua puluh ekor, kan?"
Tiba-tiba, suara Seraphina menyela dari belakang saat ia kembali dari ruang kerjanya dan bergabung di depan perapian. "Dan kau tahu? Akulah yang harus pusing mengurus dokumen tentang pergerakan monster itu. Tapi berkat kalian, desa ini setidaknya aman dari gangguan mereka."
Hans mengangguk setuju. "Ya, Nyonya benar. Jika kita tidak pergi berburu hari itu, kemungkinan dua puluh goblin itu sudah sampai ke desa ini."
Malam itu, mereka larut dalam percakapan di depan perapian, mengenang kejadian-kejadian yang telah mereka lalui bersama. Hangatnya api unggun menemani cerita mereka hingga malam semakin larut. Setelah cukup waktu berlalu, mereka pun beranjak ke kamar masing-masing untuk beristirahat, bersiap menghadapi hari esok yang mungkin membawa tantangan baru.