NovelToon NovelToon
Deonall Argadewantara

Deonall Argadewantara

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Mycake

Deonall Argadewantara—atau yang lebih dikenal dengan Deon—adalah definisi sempurna dari cowok tengil yang menyebalkan. Lahir dari keluarga kaya raya, hidupnya selalu dipenuhi kemewahan, tanpa pernah perlu mengkhawatirkan apa pun. Sombong? Pasti. Banyak tingkah? Jelas. Tapi di balik sikapnya yang arogan dan menyebalkan, ada satu hal yang tak pernah ia duga: keluarganya akhirnya bosan dengan kelakuannya.

Sebagai hukuman, Deon dipaksa bekerja sebagai anak magang di perusahaan milik keluarganya sendiri, tanpa ada seorang pun yang tahu bahwa dia adalah pewaris sah dari perusahaan tersebut. Dari yang biasanya hanya duduk santai di mobil mewah, kini ia harus merasakan repotnya jadi bawahan. Dari yang biasanya tinggal minta, kini harus berusaha sendiri.

Di tempat kerja, Deon bertemu dengan berbagai macam orang yang membuatnya naik darah. Ada atasan yang galak, rekan kerja yang tak peduli dengan status sosialnya, hingga seorang gadis yang tampaknya menikmati setiap kesialan yang menimpanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mycake, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Deonall Story

Deon menghempaskan jas formal yang sedari tadi membungkus tubuhnya ke sembarang arah, seolah benda itu telah menghianatinya. Dentuman jas mahal itu di lantai hotel bintang lima terdengar dramatis, padahal cuma jatuh di atas karpet empuk berkelas.

Dengan gerakan lemas seperti pahlawan pulang dari perang, dia melemparkan tubuhnya ke atas kasur super empuk. Kasur yang bantalnya seolah memeluk tulang punggung dengan cinta tulus.

"Akhirnyaaa!" serunya, tenggelam dalam tumpukan linen putih dan aroma lavender mahal. "This is life, bro bukan kontrakan murahan yang lampunya berkedip-kedip kayak mau konser dangdut."

Dia mengusap wajahnya, lalu meraih ponsel dan membuka aplikasi mobile banking milik Agra atau lebih tepatnya, tubuh yang kini ia tempati.

Begitu angka saldo terpampang di layar, ekspresi Deon seketika berubah.

"Hah?! Empat ratus ribu?! Seriusan?!" teriaknya, nyaris tersedak udara. "Gue nginep semalam aja udah bikin rekening lo sakaratul maut, Gra!"

Ia mendesis, lalu duduk di tepi ranjang sambil memandangi layar ponsel seolah saldo itu bisa nambah sendiri kalau ditatap cukup lama.

"Gila sih lo, Gra hidup lo tragis banget. Nih ya, dengerin gue! Gue bersumpah bakal bikin lo tajir melintir. Gue gak tau caranya gimana, tapi hidup lo harus naik kelas! Minimal ada lah saldo darurat buat jajan sushi atau beli kopi yang enggak sachet."

Dia berdiri sambil jalan mondar-mandir, gaya orang kaya yang baru tahu rasanya jadi miskin. “Baru hotel doang nih, bro. Belum gue ajak lo nongkrong di lounge, party di rooftop bar, masuk club malam VIP... ya ampun, dompet lo bisa nyanyi lagu sedih.”

Deon lalu menatap kaca, menunjuk refleksi dirinya yang kini berwujud Agra.

"Lo liat gue baik-baik ya, gue bakal jadi penyelamat hidup lo. Lo tuh tinggal di tubuh yang salah, Cok. Tapi tenang, mulai sekarang hidup lo bakal naik level tapi asalkan saldo lo juga naik."

Lalu dia terdiam sejenak, menatap plafon sambil bergumam, "Tapi, serius deh ini saldo tuh real? Bukan prank?"

Dan kasur hotel pun jadi saksi bisu rengekan orang tajir dari masa depan yang sedang dihantam realita keuangan masa lalu.

Deon mengacak-acak rambut Agra-nya sendiri sambil mengeluh seperti anak SMA yang baru tahu tugas kelompoknya dihianati.

Dia berdiri, masih pakai kaos hotel dan celana pendek pinjaman yang kedodoran, lalu melangkah ke balkon dengan langkah dramatis seolah sedang syuting iklan parfum pria.

“Gue tuh harusnya sekarang lagi duduk di bar, minum wine mahal, bukannya ngitung receh kayak emak-emak di warteg!” serunya sambil menatap lampu kota. “Agra, lo tuh kayak karakter sidekick di film, tapi dikasih peran utama. Gimana gue mau balikin keadaan kalo hidup lo aja kayak game level ‘hard mode’ sejak login pertama?”

Tiba-tiba perutnya bunyi. Keras.

"Serius?! Bahkan tubuh lo juga lapar pas dompet lo krisis? Ini konspirasi, bro!"

Dengan ekspresi setengah putus asa, dia membuka layanan pesan antar makanan dan langsung menyaring menu berdasarkan harga termurah suatu hal yang tidak pernah dilakukan Deon seumur hidupnya.

Dia mengeluh, “Dulu gue tinggal pencet, langsung dateng steak harga gaji satu minggu orang. Sekarang? Gue harus mikir, antara makan burger dingin atau nahan laper sambil pura-pura meditasi.”

Setelah akhirnya memesan mie instan kekinian harga promo, Deon kembali rebah di kasur, menatap langit-langit sambil berseru, “Lo tenang aja, Gra. Gue bakal upgrade hidup lo mulai dari saldo, sampai ke fashion! Tapi hari ini, kita mulai dari yang kecil dulu makan kenyang tanpa minus saldo!”

Dan begitu mie-nya tiba, dia menatapnya seperti baru nemu harta karun.

“Dinner with a view... ya walau view-nya cuma balkon hotel dan suara AC berisik, tapi hey, hidup lo mulai berubah, bro!”

Deon lalu tertawa sendiri. Gila, hidup di masa lalu ternyata gak cuma drama tapi juga budget-friendly horror.

Setelah menyantap mie instan dengan ekspresi ala raja yang sedang makan jamuan terakhir sebelum perang, Deon merebahkan diri lagi di kasur.

Tapi belum sempat dia menikmati empuknya bantal hotel bintang lima, HP jadul Agra yang dia pakai tiba-tiba bergetar keras di atas meja. Layarnya retak sedikit, tombolnya agak keras ditekan, dan ringtone-nya... astaga, dangdut remix?!

"Ya ampun, Gra! Ringtone lo bisa jadi senjata pemusnah massal!" ujar Deon, melotot ke arah ponsel itu.

Dia angkat panggilan tersebut sambil setengah berharap itu sekadar telepon promosi pulsa.

Tapi suara yang muncul di ujung sana membuat Deon langsung duduk tegak.

“Agra Gunawan. Kita perlu bicara. Sekarang.” Suaranya berat, dingin, dan terdengar asing.

Dahi Deon berkerut. “Siapa lo?”

“Datang ke parkiran lantai B2. Sendirian. Jangan bawa siapa-siapa.”

Tut... Telepon ditutup sepihak.

Deon bengong beberapa detik, lalu menatap ke cermin.

“Bro, hidup lo ini makin lama makin kayak drama Korea ketemu film mafia, tapi diperankan sama orang yang nggak dikasih naskah.”

Dia berdiri, mengambil jaket, lalu berhenti sejenak sambil memandangi dompet Agra yang isinya tinggal kartu perpustakaan dan struk belanja diskon.

“Nah, kalo ini bener-bener jebakan, jangan harap gue bisa nyogok siapa pun buat kabur. Tapi hey... minimal kalau mati, gue mati sebagai legenda di dua timeline.”

Dengan langkah pelan tapi yakin, Deon alias Agra melangkah keluar dari kamar hotel, siap menjemput misteri baru yang bahkan dia sendiri gak tau apakah itu bakal jadi jawaban atau justru malapetaka.

Saat Deon sampai di parkiran lantai B2, suasananya remang-remang. Lampu kedip-kedip seperti habis disambit nasib buruk, dan angin dari ventilasi bawah tanah berhembus pelan bikin bulu kuduk merinding.

Dia melangkah pelan, deg-degan, mikir bakal ketemu mafia, agen rahasia, atau minimal Gwen dalam mode serius.

Tapi yang muncul dari balik tiang beton adalah pria botak pakai jaket kulit, celana jeans belel, dan ekspresi kayak abis kehilangan sandal sebelah.

“Agra Gunawan?” tanya pria itu.

Deon mengangguk pelan. “Iya gue.”

Pria itu menyeringai, lalu mengeluarkan selembar kertas kusut. “Gue dari Rent-Quick. Ini tagihan lo, dua juta seratus ribu. Plus bunga, plus denda keterlambatan. Total jadi empat juta tujuh ratus lima puluh ribu. Bayar sekarang.”

Deon langsung freeze.

"APAAN?! HUTANG APA LAGI NIH?!” serunya dengan suara hampir pecah.

“Lo minjem tiga bulan lalu. Buat benerin motor. Katanya urgent,” jelas si pria tanpa ekspresi bersalah.

Deon menatap langit-langit basement. “Motor?! Gue aja baru tau Agra punya motor!”

“Ya, lo yang minta, bro. Dan sekarang lo yang bayar.”

Deon pegang kepalanya, bingung, antara mau ketawa atau nangis. “Gue udah mati ketabrak truk, hidup lagi di masa lalu, nyangkut di tubuh orang kere, dan sekarang DITAGIH HUTANG?! Tuhan, plot twist apalagi yang lo siapkan?”

Pria itu makin mendekat. “Gue gak peduli lo siapa. Yang penting bayar sekarang, atau gue ambil motor lo buat jaminan.”

Deon garuk kepala. “Motor mana? Lo mau gue kasih sandal jepit Agra aja gak?!”

Dan di saat itulah, Deon menyadari satu hal penting, hidup Agra bukan cuma sederhana tapi juga utang sana-sini. Dan dirinya harus bertahan, bukan cuma dari konspirasi perusahaan, tapi juga dari rentenir jalanan dengan bunga mencekik.

Deon mundur dua langkah, nabrak tiang parkiran, matanya melebar kayak abis lihat saldo rekening minus.

“Mas, denger ya gue ini pewaris perusahaan miliaran. Gue punya apartemen di Singapura, mobil ada tujuh, sepatu branded numpuk kayak rak buku, dan lo nagih gue buat motor rusak?”

Si pria botak hanya mengedipkan mata dua kali. “Itu cerita lo. Tapi di data kita, lo cuma Agra Gunawan, pekerja magang, saldo rekening tiga digit, dan cicilan motor telat tiga bulan.”

Deon nyaris pingsan di tempat. “Tiga digit?! Tuhan, angka segitu di hidup gue biasanya cuma buat tip parkir!”

Sambil geleng-geleng, pria itu merogoh kantong jaket dan mengeluarkan kertas lain. “BTW, ini juga ada tagihan pulsa. Lo ngaktifin paket data XL, tapi gak isi saldo. Bayar juga, ya.”

“YANG BENER AJA NIH ORANG!” Deon teriak sambil menatap langit-langit basement. “Dunia macam apa yang gue masukin ini?! Gue ketabrak truk demi masuk ke kehidupan full cicilan dan kuota ngutang?!”

Tiba-tiba dari belakang, satpam hotel muncul sambil memegang walkie-talkie. “Maaf, kalian ribut banget. Ada yang lapor ada transaksi mencurigakan.”

Pria botak buru-buru kabur sambil teriak, “Besok gue balik lagi ya, Agra! Siapin uangnya!”

Deon melambai lemas, “Iya iya, gue siapin! Siapin mental maksudnya!”

Begitu si rentenir lenyap dari pandangan, Deon duduk di lantai sambil menghela napas panjang.

“Gue harus keluar dari tubuh Agra ini. Atau minimal, ajarin gue cara ngutang elegan kayak sultan!”

Deon memijit pelipisnya, napasnya naik-turun kayak abis lari keliling lapangan lima putaran. Dia lalu menghambur ke kasur hotelnya sambil teriak, “AGRAAA! APA YANG LO LAKUIN DALAM HIDUP INI SAMPE NGUTANG KUOTA SEGALA?!”

Tiba-tiba, notifikasi bunyi ting dari HP butut Agra yang tergeletak di meja. Deon melirik malas. “Jangan-jangan ini debt collector versi digital.”

Tapi pas dibuka, ternyata chat dari... Gwen.

Gwen: “Lo masih hidup, kan? Kalo iya, siap-siap. Kayaknya masalah kita makin besar. Dan oh, jangan buka file itu yang kemarin. Serius. Jangan.”

Deon langsung bangkit. “YA MAKIN GUE PENGEN BUKA LAH, GWEN! KENAPA LO BIKIN GUE KEPINCUT AMA FILE TERLARANG KAYAK GINI?!”

Belum sempat dia buka laptop, pintu kamarnya diketuk keras.

Tok tok tok.

“Pak Agra Gunawan?” suara resepsionis dari luar. “Ada tamu mencurigakan ngaku teman Bapak, ngotot mau naik dan nyari ‘uang kucing’. Kami tahan dia di lobby. Apa Bapak kenal orang bernama Bang Juki?”

Deon menutup wajahnya dengan bantal. “Ya Tuhan… siapa lagi tuh?! AGRA, LO TEMENAN SAMA SIAPA AJA SIH DALAM HIDUP INI?!”

Dia bangkit, berjalan ke pintu sambil ngomel, “Udah miskin, ngutang, dikejar debt collector, sekarang ditagih ‘uang kucing’. Ini hidup apa uji nyali?!”

Dan saat dia buka pintu...

“WOI GRA! UANG KUCING SEMINGGU LALU MANA?! GUE JUALIN ROKOK BUAT LO TAU!”

Deon nyaris pingsan lagi. “Gue butuh cuti. Dari hidup Agra.”

"Lagian, masalahnya tu orang orang pada kok pada tau sih gue ada disini?!" ucapnya sambil hampir menangis. "Astaga Gra, plot banget sih hidup lo!"

1
🌻🍪"Galletita"🍪🌻
Ga nyesel banget deh kalo habisin waktu buat habisin baca cerita ini. Best decision ever!
Isabel Hernandez
ceritanya keren banget, thor! Aku jadi ketagihan!
Mycake
Mampir yukkk ke dalam cerita Deonall yang super duper plot twist 🤗🤗🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!