Setelah gagal berjodoh dengan Ustaz Ilham, tanpa sengaja Zahra bertemu dengan pria yang bernama Rendra. Dia menolong Rendra saat dikejar seseorang, bahkan memberi tumpangan pada Rendra yang mengaku tak mempunyai tempat tinggal.
Rendra yang melihat ketulusan hati Zahra, merasa jatuh cinta. Meski dia selalu merasa kotor dan hina saat berada di dekat Zahra yang merupakan putri pertama pemilik dari pondok pesantren Al-Jannah. Karena sebenarnya Rendra adalah seorang mafia.
Apakah Zahra akan ikut terseret masuk ke dalam dunia Rendra yang gelap, atau justru Zahra lah penerang kehidupan Rendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
Air mata Zahra kini meleleh di pipinya. Apakah perkataan abinya itu serius? Mengapa beliau tega sekali mengusirnya.
"Baru kali ini saya melihat orang tua seperti Anda." mendengar perkataan Abah Husein, jelaslah jika emosi Rendra kian tersulut. Dia berjalan mendekat, sudah tidak perlu lagi memikirkan rasa sungkan. "Benar dugaan saya selama ini. Anda tidak sayang dengan putri Anda sendiri. Harusnya masalah ini dibicarakan secara baik-baik tidak perlu sampai memarahi Zahra atau bahkan mengsusirnya. Ini semua murni kesalahan saya, bukan kesalahan Zahra."
"Iya, ini semua memang kesalahan kamu. Kamu yang sudah mempengaruhi Zahra. Kamu yang sudah membuat Zahra melanggar larangan-Nya." Abah Husein menatap putrinya yang hanya menunduk dan menangis. Zahra tak berkata apapun, bahkan untuk memohon atau meminta maaf. Abah Husein yang memang terlalu tinggi egonya, dia melangkahkan kakinya kembali masuk ke dalam rumah dan tak meperdulikan Zahra lagi.
Rendra kini berjalan mendekati Zahra. "Kalau kamu mau kembali pada keluarga kamu, aku pasti akan membantu kamu. Sekarang lebih baik kamu ikut aku pulang." ajak Rendra.
Zahra hanya menggelengkan kepalanya. Dia masih tidak menyangka abinya tega mengusirnya. Dia juga masih ragu dengan Rendra.
"Zahra, sekali-kali kamu nikmati hidup tanpa kekangan dari Abi." kata Rendra lagi. Dia pasti bisa mengubah hidup Zahra seperti apa yang dia inginkan dalam sekejap.
Mendengar kalimat itu seketika Zahra menatap tajam Rendra. "Ini semua karena kamu."
"Iya, oke. Ini semua memang salah aku. Aku akan tanggung jawab. Aku akan buat kamu diterima lagi oleh abi tapi bukan sekarang. Sekarang sudah malam. Biarkan pikiran abi kamu tenang dulu baru kita bicarakan lagi masalah ini secara baik-baik."
Tiba-tiba tubuh Zahra melemas. Dia kini duduk di rerumputan taman kecil yang berada di samping rumah itu. "Mungkin kamu benar, abi memang gak sayang sama aku, dari kecil aku dididik untuk menjadi seorang penurut. Abi tidak mau tahu apa keinginan aku sebenarnya. Hingga aku dewasa aku tetap seperti itu dan di saat aku melakukan kesalahan, abi tidak mau mendengar penjelasan dan langsung membenciku."
Rendra berjongkok dan menatap tangis pilu Zahra. Ingin dia mengusap bahunya yang bergetar tapi dia urungkan. Dia tidak akan berani menyentuh Zahra meski seujung kuku pun.
Beberapa saat kemudian terdengar suara rintihan dari ketiga orang tadi. "Mereka sudah sadar. Kita segera pergi dari sini, sebelum kamu juga kena masalah." kali ini Rendra menarik kain lengan Zahra agar segera mengikutinya.
Satu tangannya kini mengambil ponselnya dan menghubungi anak buahnya. "Roy, siapkan mobil diujung gang. Sekarang!"
...***...
"Abi, tega sekali mengusir Zahra." Umi Laila masih saja menangis saat melihat Zahra justru berlari dengan Rendra menjauh dari rumahnya.
"Umi lihat sendiri kan? Dia lebih memilih pria itu daripada memohon dan meminta maaf pada abi." Abah Husein mengusap dadanya dan beristighfar beberapa kali. Dia ingin memberi rasa jera pada Zahra tapi ternyata Zahra justru benar-benar pergi dengan Rendra.
"Abi tahu kan sifat Zahra. Dia sangat penurut. Saat abi sudah menyuruhnya pergi pasti dia tidak akan memohon lagi untuk kembali." Kemudian Umi Laila masuk ke dalam kamar Syifa.
Syifa sedari tadi memang berdiri di ambang pintu kamarnya dan mendengar semua permasalahan yang ada.
"Syifa, besok tolong kamu cari kakak kamu ya. Umi tidak mau dia hidup bersama penjahat itu."
Syifa memeluk uminya berusaha untuk menenangkannya. "Iya, besok akan Syifa cari Kak Zahra. Nama pria itu siapa? Syifa lupa."
"Nama dia Rendra."
"Rendra?" Syifa segera mengambil ponselnya dan mencari nama Rendra di mesin pencarian. Dari masalah yang dia dengar, sepertinya pria itu bukan pria sembarangan.
Syifa membulatkan kedua matanya saat membaca sebuah artikel yang tertulis di sebuah situs. "Rendra Permana. Seorang mafia yang memiliki darkweb penjualan senjata berapi."
Mendengar hal itu Umi Laila semakin khawatir dengan Zahra. "Astaghfirullah, Zahra. Mengapa dia bisa kenal dengan orang berbahaya seperti itu."
"Umi tenang dulu ya. Mungkin latar belakang dia memang gelap tapi mungkin saja dia orang baik." kata Syifa. Meski sebenarnya dia juga tidak yakin dengan ucapannya.
"Orang baik tidak mungkin berkecimpung di dunia gelap."
...***...
Zahra masih tak habis pikir, Rendra yang mengaku sebagai seseorang yang miskin tak punya apa-apa, dia justru memiliki mobil mewah yang sekarang dia tumpangi. Bahkan anak buahnya terus memanggilnya dengan sebutan tuan.
Dia masih penasaran, siapa Rendra sebenarnya?
Dia hanya bisa berdiam di jok belakang saat Rendra terus memerintah anak buahnya lewat ponselnya.
Perjalanan cukup lama hingga memakan waktu lebih dari satu jam. Rasa takut pada Rendra memang ada tapi rasa percayanya jauh lebih besar. Entahlah, apa yang sebenarnya terjadi dengan perasaan Zahra.
Beberapa saat kemudian, mobil itu masuk ke dalam sebuah rumah yang berpagar tinggi. Mobil itu berhenti di halaman rumah yang cukup luas.
Setelah Rendra turun, dia membukakan pintu untuk Zahra. "Ayo turun."
Zahra turun dari mobil itu. Dia mengedarkan pandangannya menatap bangunan rumah yang sangat luas dan mewah. "Ini rumah kamu?" tanya Zahra.
Rendra tersenyum kecil. "Bukan, ini rumah majikan aku." lalu dia berjalan menuju pintu rumah.
Zahra masih berdiri dan terheran menatap bangunan rumah yang memiliki tiga lantai itu.
"Zahra, ayo masuk."
Akhirnya Zahra mengikuti Rendra masuk ke dalam rumah.
Setelah melewati pintu, ada dua pembantu yang menyambutnya.
"Bi, tolong tunjukkan kamar Zahra dan apa barang-barang yang aku minta sudah disiapkan?"
Kedua pembantu itu menganggukkan kepalanya. "Sudah Tuan."
"Mari Nona, ikut kami ke kamar Nona." kedua pembantu itu berjalan dan mengarahkan Zahra ke lantai dua.
Banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan pada Rendra. Tapi dia tahan terlebih dahulu. Dia ingin istirahat sejenak karena badannya terasa penat.
"Ini kamar Nona. Barang-barang yang Nona butuhkan sudah ada di dalam."
"Barang saya?" tanya Zahra tak mengerti.
"Iya, barang yang kami siapkan khusus untuk Nona Zahra sesuai perintah Tuan Rendra."
Zahra memasuki kamar yang luas itu. Bahkan luas kamarnya tak sebanding dengan luas kamar itu. Di ujung ada jendela besar dengan pemandangan yang sangat indah.
Dia membuka lemari dan Zahra sangat terkejut dengan semua barang yang ada di dalamnya.
Ada beberapa busana syar'i beserta hijabnya, ada piyama juga dan yang paling penting ada mukena serta perlengkapan sholat.
"Ini semua milik siapa?" tanya Zahra lagi.
"Non Zahra."
Zahra semakin tidak mengerti. Sekaya apa Rendra sebenarnya? Ternyata beberapa minggu ini dia hanya berpura-pura miskin. Rumahnya seperti istana dan hidupnya sudah seperti raja.
"Hmm, maaf, kalau boleh saya tahu, Rendra itu sebenarnya siapa? Apa dia benar-benar orang baik?"
.
jgn lama2
critanya bnyk bngt cobaan nya