Karenina, gadis cantik yang periang dan supel. Dia hidup sebatang kara setelah kehilangan seluruh keluarganya saat musibah tsunami Aceh. Setelah berpindah dari satu rumah singgah ke rumah singgah lainnya. Karenina diboyong ke Bandung dan kemudian tinggal di panti asuhan.
Setelah dewasa, dia memutuskan keluar dan hidup mandiri, bekerja sebagai perawat khusus home care. Dia membantu pasien yang mengalami kelumpuhan atau penderita stroke dengan kemampuan terapinya.
Abimanyu, pria berusia 28 tahun yang memiliki temperamen keras. Dia memiliki masa lalu kelam, dikhianati oleh orang yang begitu dicintainya.
Demi membangkitkan semangat Abimanyu yang terpuruk akibat kecelakaan dan kelumpuhan yang dialaminya. Keluarganya menyewa tenaga Karenina sebagai perawat sekaligus therapist Abimanyu.
Sanggupkah Karenina menjalankan tugasnya di tengah perangai Abimanyu yang menyebalkan? Apakah akan ada kisah cinta perawat dengan pasien?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Danial is Back
“Apa kamu pikir kamu itu suci hah?!”
Nina menatap tajam Fares. Sungguh dia tak percaya Fares bisa berkata seperti itu.
“Kenapa kamu selalu menolakku saat kusentuh? Kenapa kamu tidak pernah mau kuajak bercinta? Apa karena kamu sudah tidak perawan lagi hah?”
“Dasar maling teriak maling!”
“Oh ya? Lalu kenapa kamu lebih memilih menjadi perawat pribadi dari pada bekerja di rumah sakit? Siapa yang tahu kalau kamu merangkap menjadi perawat plus plus. Siang kamu melakukan terapi, malamnya kamu memuaskannya di ranjang.”
PLAK!!
Nina menampar pipi Fares dengan keras. Kata-kata lelaki ini sungguh melukai harga dirinya, mempermalukannya. Matanya mulai berkaca-kaca. Terkejut mendapat tamparan dari Nina, Fares mengangkat tangannya hendak membalas. Saat tangannya terayun, sebuah tangan mencekalnya. Abi mencengkeram erat tangan Fares.
“Jangan berbuat kasar pada perempuan!”
Fares menarik kasar tangannya. Dia memandangi Abi yang duduk di kursi roda. Untuk ukuran orang cacat tenaganya cukup kuat.
“Jadi dia orang yang kamu rawat Nin? Hai bung, berapa kamu membayar Nina hah? Aku baru tahu Nin, ternyata seleramu rendah sekali, apa lelaki cacat ini bisa memuaskanmu di ranjang?”
PLAK!!
Lagi Nina menampar Fares.
“Kamu boleh menghinaku sepuasmu. Tapi kamu ngga berhak menghinanya. Dia jauh lebih baik dibanding lelaki brengsek seperti kamu!”
Wajah Fares merah padam menahan marah. Dua kali Nina berani menamparnya. Tangannya mengepal keras.
“Sebaiknya kamu pergi sekarang! Kehadiranmu sudah tidak diterima di sini. Dan jangan pernah kembali ke sini kalau kamu masih mau menghirup udara bebas,” ancam Juna.
Juna yang sedari tadi hanya diam, mulai turun tangan melihat situasi yang sudah tidak kondusif. Dia memerintahkan Tatan dan Bagja membawa Fares keluar. Kedua satpam itu segera membawa paksa Fares keluar.
“Maafkan aku kak Juna, mas Abi.”
Nina berlalu meninggalkan dua kakak beradik ini. Airmatanya sudah meluncur bebas membasahi pipinya. Di ruang tengah dia bertemu Sekar dan Cakra. Tanpa mempedulikan mereka berdua Nina bergegas menuju kamarnya.
Nina segera mengambil kopernya, memasukkan semua baju-bajunya. Dia berniat berhenti. Nina merasa sudah tidak punya muka lagi berhadapan dengan semua orang di sini. Dia menutup kopernya. Saat Nina membuka pintu, tampak Juna dan Abi sudah ada di sana.
“Kamu mau kemana?” tanya Juna.
“Maaf kak, sepertinya aku ngga bisa melanjutkan pekerjaanku. Maaf aku sudah membuat kekacauan di sini. Maaf mas Abi, semoga mas bisa mendapatkan perawat yang lebih baik dariku.”
Tanpa menunggu jawaban dari keduanya, Nina menarik keluar kopernya. Namun suara Abi menahan langkahnya.
“Lalu bagaimana dengan taruhan kita? Masih tersisa waktu dua bulan lagi. Atau kamu takut kalah taruhan denganku? Makanya kamu memilih pergi lebih cepat karena tidak kuat menanggung malu karena mulut besarmu?”
Nina berbalik menatap tajam ke arah Abi.
“Aku tidak takut. Bukan itu alasanku berhenti.”
“Kalau begitu buktikan! Tetap di sini sampai waktu taruhan kita berakhir. Aku tidak peduli dengan masalahmu. Aku hanya peduli dengan taruhan kita. Karena aku tidak mau menang dengan mudah,” ejek Abi.
“Abi benar Nin. Kejadian tadi bukan salahmu. Aku harap kamu professional. Selesaikan apa yang sudah kamu mulai di sini,” sambung Juna.
Nina terdiam, hatinya meragu. Sekar menghampiri Nina, dia merangkul perempuan yang sudah dianggapnya kakak ini.
“Iya kak, tetap di sini. Aku yakin kak Nina yang akan jadi pemenangnya.”
“Bener Nin. Aku ikut taruhan kalian. Kalau Abi kalah, aku bakal dandanin dia kaya bencong di taman lawang terus joged-joged di lampu merah sana huahaha…”
Abi menatap Cakra dengan mata lasernya. Juna dan Sekar tergelak, Nina pun tak dapat menahan senyumnya. Akhirnya dia memutuskan tetap tinggal. Sekar menemaninya masuk ke kamar membereskan lagi pakaiannya.
Abi dan Cakra kembali ke ruang tengah diikuti Juna dari belakang.
Kamu sudah mulai tertarik padanya, Bi, gumam Juna dalam hati.
☘️☘️☘️
Seorang wanita paruh baya sedang duduk di ruang tamu. Nina yang baru saja menyelesaikan terapi Abi langsung menuju ruang tamu setelah bi Sari mengatakan ada tamu yang menunggunya. Dia tertegun saat melihat mama Fares yang datang. Nina menghampiri kemudian mencium punggung tangannya.
“Nina..”
Mama Fares langsung memeluk Nina. Dia merasa sangat berdosa pada Nina. Sebenarnya sudah sejak lama mama Fares mengetahui hubungan anaknya dengan Diana.
“Maafkan mama Nina. Maafkan atas kelakuan Fares. Mama benar-benar malu.”
“Sudahlah ma, ini bukan salah mama.”
“Sebenarnya mama sudah lama tahu soal Fares dan Diana. Berulang kali mama menyuruhnya untuk berhenti, tapi sepertinya dia sudah candu berhubungan dengan Diana. Tadinya mama pikir setelah bertunangan denganmu dia akan berhenti. Tapi mama salah. Justru dia semakin sering melakukannya. Alasannya karena hasratnya padamu tidak terpenuhi. Mama benar-benar malu Nina.”
Wanita itu menundukkan wajahnya, tak sanggup bertatap muka dengan mantan calon menantunya. Nina merangkul mama Fares.
“Sudah ma, lupakan saja. Aku memang batal menikah dengan Fares, tapi aku tetap anak mama. Terima kasih untuk semua kasih sayang mama padaku. Aku ngga akan melupakan mama.”
“Bener Nin? Mama masih bisa bertemu kamu kan sayang?”
“Iya ma. Tapi maaf mungkin aku ngga akan main ke rumah mama lagi, kita bertemu di luar aja ma. Kalau aku ketemu Fares, rasanya aku mau sunat lagi otongnya dia ma..”
“Hahaha.. sunat aja Nin, biar dia kapok.”
“Nanti mama ngga bakal punya cucu dong.”
Mereka tertawa. Setelah berbincang-bincang cukup lama, mama Fares pamit. Nina membereskan cangkir bekas dan membawanya ke dapur. Di sana dia bertemu dengan bi Sari. Semua pegawai di rumah ini mengetahui pertengkaran Nina dan Fares beberapa waktu lalu. Namun atas perintah Juna, mereka dilarang membicarakannya.
Nina mencuci cangkir lalu meletakkannya di rak. Kemudian dia membantu bi Sari menyiapkan makan siang.
“Tadi siapa Nin?”
“Itu mamanya Fares bi.”
“Sabar ya, bibi percaya suatu saat kamu akan menemukan laki-laki yang lebih baik dari dia.”
“Aamiiin. Tapi aku juga ngga tahu bi, aku sakit hati karena pengkhianatan atau karena kebohongan. Jujur sejak awal perasaanku ngga yakin dengan Fares. Tapi kebaikan dan kasih sayang mama yang akhirnya membuatku menerima pertunangan. Yang aku takutkan sekarang, apa nanti aku bisa memiliki mertua yang baik dan menyayangiku seperti mama Fares.” tutur Nina.
“Aku lucu ya bi. Biasanya orang-orang ngga bisa move on dari sang mantan. Aku malah ngga bisa move on dari mama sang mantan hehehe..”
Bi Sari mengusap kepala dan punggung Nina.
“Kamu anak baik Nin. Bibi doakan kamu mendapatkan mertua yang baik dan menyayangi kamu.”
“Aamiiin, makasih bi.”
Mereka kembali melanjutkan pekerjaannya. Tanpa mereka sadari, sedari tadi Abi menyimak perbincangan mereka.
☘️☘️☘️
Abi baru saja selesai melakukan exercise. Dodit memberikan sebotol minuman isotonik padanya. Abi langsung meneguk habis minumannya. Kemudian dia membuka kaosnya yang sudah basah dengan keringat. Dia berdiri lalu berjalan menuju cermin. Senyum tersungging di wajahnya. Hasil kerja kerasnya sudah mulai terlihat. Kini otot-otot tubuhnya sudah mulai terbentuk.
Semenjak menerima taruhan dari Nina, Abi mulai menjaga pola makannya dan berlatih kembali dengan Dodit. Dan kini, di minggu ketujuh tubuhnya sudah mulai terbentuk. Dia tersenyum puas. Sebentar lagi dia bisa menagih janji pada Nina. Dodit menghampiri Abi.
“Gue salut sama perawat lo. Dalam waktu kurang dari dua bulan dia udah bisa buat lo jalan lagi. Tapi kenapa lo masih pura-pura sakit hah? Lo malu kalah taruhan?”
“Ya iyalah. Nanti makin songong dia kalau tahu gue udah bisa jalan.”
“Parah lo.”
Abi tersenyum. Nina memang belum mengetahui kalau seminggu yang lalu Abi sudah bisa berjalan. Abi tetap melakukan terapi dan refleksi. Dia tak rela perawat itu menang taruhan darinya. Namun alasan sebenarnya dia menyembunyikan kesembuhannya, karena tak ingin cepat-cepat berpisah dari Nina. Kalau Nina tahu dirinya sudah pulih, maka dia akan meninggalkan rumah ini.
Esok paginya seperti biasa Abi dan Nina melakukan terapi. Abi masih berpura-pura kesulitan melangkah. Dengan telaten Nina membimbingnya. Tapi ada yang aneh dengan Nina hari ini. Dia lebih banyak melamun dan tidak fokus. Ingatan Nina kembali pada kejadian kemarin sore saat dia sedang berbelanja dengan bi Sari di swalayan.
Flashback On
Nina sedang memilih barang belanjaan. Tidak sengaja dia menyenggol seseorang dan membuat barang yang dipegangnya terjatuh. Pria itu membantu Nina mengambil barangnya. Saat mereka bertatapan, seketika tubuh Nina membeku. Dia tak percaya pria di hadapannya adalah Danial.
“Nina,” panggil Danial.
Nina masih terpaku menatap Danial. Lelaki yang selama empat tahun tidak pernah dilihatnya masih terlihat sama. Hanya saja penampilannya lebih dewasa. Wajah tampan Danial memiliki perpaduan antara Cina, Korea dan Indonesia. Kulitnya putih, hidung mancung dan alis tebal. Matanya sedikit sipit seperti mata orang Korea pada umumnya. Tubuh tingginya semakin menambah kadar ketampanannya.
Nina segera menguasai dirinya. Dengan cepat dia berbalik meninggalkan Danial. Lelaki itu segera menyusul Nina. Tangannya menahan lengan Nina.
“Nin, tolong jangan pergi.”
“Maaf kak Nial. Aku harus pergi.”
“Aku kangen kamu Nin. Aku sengaja pulang karena aku udah ngga tahan lagi. Aku janji, aku akan memperjuangkan cinta kita. Aku bukan lagi Danial yang lemah seperti dulu. Sekarang kamu tinggal di mana Nin?”
Nina melihat bi Sari sudah selesai berbelanja dan sedang berjalan ke arahnya.
“Maaf kak, aku pergi dulu.”
Nina segera pergi menemui bi Sari. Mereka langsung menuju kasir. Sesaat Danial melihat pada wanita paruh baya yang sedang bersama Nina. Senyum terbit di wajahnya.
Tunggu aku Nin. Kali ini aku bakal datang menjemput kamu.
Flashback Off
TAK!!
Nina terkejut saat Abi menyentil keningnya. Refleks dia mengusap keningnya yang terasa sakit.
“Bengong terus! Kamu niat terapi apa ngga?!”
“Eh maaf mas. Ayo kita lanjut.”
“Ngga usah! Aku udah ngga mood lihat wajah jelek kamu yang udah kaya kambing bego kebanyakan melamun.”
Abi berbalik. Perlahan dia berjalan menuju kursi rodanya. Nina yang merasa bersalah bergegas mengambil kursi roda. Saat akan menghampiri Abi, kakinya tersandung roda kursi. Tubuhnya meluncur mulus menabrak Abi. Posisi Abi yang tidak siap terdorong tubuh Nina langsung terjatuh. Tubuh Nina jatuh tepat di atas Abi, membuat bibir keduanya bertemu.
Untuk sesaat mereka terdiam dengan posisi bibir masih menempel. Nina terkesiap, dengan cepat dia bangun. Wajahnya memerah. Dia buru-buru meninggalkan Abi.
“Nina!! Kamu ngga mau bantuin aku bangun!!” teriak Abi.
Nina menepuk keningnya. Karena grogi dia melupakan Abi. Dengan cepat dia berbalik lalu membantu Abi berdiri kemudian duduk di kursi rodanya. Nina mendorong kursi roda keluar dari ruangan terapi. Tak ada suara yang keluar dari mulut mereka. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.
☘️☘️☘️
**Beuh Abi modus Mulu. Tinggal bilang aku padamu, ngga usah sok² masih belum bisa jalan🤣
Waduh mantan Nina menjelang nih, kira² Nina bakal baper lagi ngga sama Danial?
Nih penampakan Danial, mantan pacar Nina**