NovelToon NovelToon
Ambil Saja Suamiku, Kak

Ambil Saja Suamiku, Kak

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Crazy Rich/Konglomerat / Penyesalan Suami / Dokter
Popularitas:10k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Riana pikir kakaknya Liliana tidak akan pernah menyukai suaminya, Septian. Namun, kecurigaan demi kecurigaan membawanya pada fakta bahwa sang kakak mencintai Septian.

Tak ingin berebut cinta karena Septian sendiri sudah lama memendam Rasa pada Liliana dengan cara menikahinya. Riana akhirnya merelakan 5 tahun pernikahan dan pergi menjadi relawan di sorong.

"Kenapa aku harus berebut cinta yang tak mungkin menjadi milikku? Bagaimanapun aku bukan burung dalam sangkar, aku berhak bahagia." —Riana

Bagaimana kisah selanjutnya, akankah Riana menemukan cinta sejati diatas luka pernikahan yang ingin ia kubur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

Jantung Riana berdebar lebih cepat begitu melihat nama yang terpampang di layar.

Ada jeda sejenak, seperti waktu yang menahan napasnya sebelum akhirnya ia memilih untuk menggeser tombol hijau dengan ragu.

“Halo, Dokter Alif,” suaranya keluar lirih, hampir tenggelam oleh desir angin malam. Ia menggigit bibir bawahnya, mencoba menenangkan diri, tapi justru semakin sadar betapa gugup dirinya.

Beberapa hari terakhir, Alif yang selalu hadir saat ia terpuruk, yang dengan sabar menenangkan, bahkan setelah Riana keluar dari rumah sakit. Ia masih ingat pesan itu, kalau ada apa-apa, jangan sungkan, hubungi aku.

Tapi semakin Alif baik padanya, semakin besar pula rasa sungkannya. Ia tak mau terlihat menyedihkan, apalagi menjadi beban.

“Riana? Kenapa suaranya berisik sekali? Kamu di mana?” suara Alif terdengar cemas di seberang sana, hangat tapi menegangkan dada.

“Oh, ini, Dok… saya sedang di supermarket,” jawab Riana cepat, memaksakan tawa kecil yang terdengar kaku.

Ada jeda hening. Lalu suara napas berat terdengar dari seberang. Riana bisa merasakan jika Alif tahu ia sedang berbohong.

“Riana…” suara itu terdengar lembut, tapi sarat penekanan. “Kamu ingat kan aku pernah bilang kalau kamu berbohong bisa bikin kamu cepat tua.”

Nada candaan Alif justru membuat wajah Riana memerah. Ia menelan ludah, menatap ke arah jalanan sambil berusaha tersenyum, padahal hatinya justru berdesir aneh.

“E… enggak, Dok. Aku benar—”

“Coba toleh ke kanan.” Suara Alif memotong kalimatnya, tenang tapi penuh keyakinan.

Riana menurut, dan saat matanya menangkap sosok Alif berdiri di sisi jalan, bersandar di mobil dengan tangan kanan dimasukkan ke saku celana sementara satu lagi memegang ponsel yang masih diletakkan di telinga, ia memejamkan mata sejenak. Wajahnya terasa seperti semakin terbakar.

Dalam detik itu, rasa malu, haru, dan sesuatu yang tak berani ia namai berputar di dadanya.

“Aku yang ke sana menjemputmu,” ucap Alif sambil tersenyum samar, “atau kamu mau ke sini?”

Riana hanya diam. Tapi diamnya bukan penolakan, melainkan cara lain dari hatinya untuk berterima kasih, meski tanpa kata.

Setelah ponselnya mati, bukan karena ia mengakhiri panggilan itu melainkan karena kehabisan baterai. Riana menunduk, berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya. Jemarinya menggenggam kuat tali tas di bahu, seolah itu satu-satunya cara menahan gugup.

Beberapa langkah terasa begitu berat. Setiap detik mendekat ke arah Alif membuat dadanya semakin sesak, antara ingin kabur dan ingin tetap di sana.

“Kenapa kamu selalu nekat begini?” suara Alif terdengar pelan ketika Riana sudah cukup dekat. Nada tegurnya lembut, tapi tatapannya tajam penuh khawatir. Apalagi di tangan Riana kini memegang koper besar.

Riana tak menjawab, hanya tersenyum kikuk sambil menatap ujung sepatunya.

Alif mengembuskan napas, lalu membuka pintu mobilnya. “Masuk, Riana. Kita bicara di dalam. Anginnya terlalu dingin untuk kamu.”

Riana ragu sejenak sebelum akhirnya menuruti. Begitu duduk di kursi samping kemudi, aroma samar parfum Alif menyapa hidungnya, aroma yang entah kenapa terasa menenangkan sekaligus menyakitkan di dada.

“Dokter Alif kenapa di sini? Dokter mengikutiku ya?" tanya Riana penuh rasa penasaran.

Alif mengusap tengkuknya pelan, pandangannya beralih ke arah luar jendela. Tatapan matanya gugup, seolah sedang mencari alasan yang masuk akal tapi tak ingin berbohong juga.

“Dokter Alif kenapa di sini? Dokter… ngikutin aku, ya?” Riana mengulang pertanyaannya, saat Alif menghindarinya.

“Ngikutin?” Alif mengulang sambil terkekeh kecil, tapi nada tawanya terdengar canggung. “Enggak lah. Aku cuma… lewat.”

Ia mengusap ujung hidungnya, pura-pura sibuk menyalakan mesin mobil.

Riana menatapnya tak percaya. “Lewat? Di halte kecil jam segini?” ujarnya, alisnya naik setengah, bibirnya menahan senyum tipis yang bercampur ragu.

Alif menelan ludah. “Kebetulan banget, kan? Dunia sempit,” gumamnya cepat.

Tapi wajahnya tak bisa berbohong. Ada kegelisahan di sana, ada gugup yang mencurigakan dan justru karena itulah Riana makin yakin kalau pria itu tidak kebetulan sama sekali.

“Kalau kebetulan, kenapa bisa tahu aku di sini?” tanyanya lagi, suaranya nyaris berbisik.

Alif menoleh sebentar, menatap Riana dengan tatapan lembut yang entah kenapa malah membuat wanita itu semakin salah tingkah.

“Mungkin karena aku nggak tenang kalau kamu hilang dari radar.” Nada suara Alif pelan, seperti setengah bercanda tapi setengah jujur.

Riana tercekat. Ada sesuatu di dadanya yang hangat tapi juga menyesakkan. Ia menunduk, tak tahu harus membalas apa.

Hening sesaat, hanya suara mesin mobil yang mengisi kabin. Lalu Alif menambahkan dengan nada santai yang jelas-jelas dibuat-buat, “Lagipula, kamu kan salah satu relawan yang akan ke sorong, jadi sebagai pengawas aku harus memastikan keselamatan kamu. Jadi jangan GR, ya.”

Riana tersenyum kecil, sedikit tak percaya dengan ucapan Alif. “Relawan, ya…? Apa semua sama sepertiku harus diawasi?” cecar Riana.

Alif melirik sekilas, dan untuk pertama kalinya, senyum di wajahnya memudar. Ia ingin berkata sesuatu bahwa Riana bukan sekadar relawan, tapi kata-kata itu tertahan di tenggorokan.

“Udah, sekarang duduk manis,” kata Alif pada akhirnya mencoba mengalihkan pembicaraan. Nada suaranya terdengar lebih santai, padahal ia sedang berusaha menutupi rasa kikuknya sendiri yang muncul karena pertanyaan Riana barusan.

Ia menoleh sekilas, lalu menambahkan dengan suara yang lebih ringan, “Kamu bawa koper, mau ke mana sebenarnya?”

Riana terdiam. Senyum kecil yang tadi sempat muncul di wajahnya perlahan memudar. Tatapannya kosong, menunduk sambil memainkan kuku-kuku jarinya.

Alif yang paham ia langsung fokus pada kemudiannya dan menjalankan mobil itu, tanpa banyak bertanya lagi.

***

Sementara itu di rumah sakit, Septian yang berulang kali menghubungi Riana hanya bisa merasakan frustrasi, karena panggilan teleponnya terus diarahkan ke pesan suara. Bahkan saat ia mencoba menghubungi lewat aplikasi lain, semua akun media sosialnya sudah diblokir Riana.

Septian mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. "Sialan!" geramnya, suaranya penuh kemarahan dan ketidakpercayaan. Ia menatap layar ponsel yang kini gelap, napasnya berat dan tidak teratur. "Riana... kamu benar-benar serius ingin berpisah denganku?"

Saat kekesalan Septian sudah mencapai ubun-ubun, langkah kakinya terhenti ketika seorang perawat mendekat dengan tergesa.

“Pak Septian, istri Anda sudah siuman,” ucap perawat itu dengan nada lega.

“Istri?” Septian menoleh cepat, keningnya berkerut. “Maksud Anda siapa?”

Perawat itu menatapnya heran. “Tentu saja, Ibu Liliana. Bukankah beliau istri Anda?”

“Dia itu bu—” Septian belum sempat menyelesaikan kalimatnya, tapi perawat itu sudah tersenyum lebar.

“Kami semua di sini kagum, loh, Pak,” celetuknya polos. “Lihat cara Bapak jagain Ibu Liliana selama berada di rumah sakit kemarin, lalu perhatian bapak dengan si kecil, semua perawat bilang, jarang ada suami sesetia dan selembut Bapak.”

Septian terdiam. Kata-kata itu seperti menamparnya, bukan karena bangga, tapi karena salah orang. Matanya memanas, antara ingin membantah dan tak tahu harus mulai dari mana.

"Apa Riana selama ini melihatku seperti mereka? Jadi dia nekad ingin pisah?" gumamnya ia langsung menggelengkan kepala, "tidak ini tidak boleh terjadi aku tidak bisa kehilangan dia."

1
Nur Hafidah
emang jodoh riana alif bukan septian sipecundang
𝓗𝓪𝔂𝓾𝓻𝓪𝓹𝓾𝓳𝓲: tambah kak, si plin plan, maruk, pengen dua2nya
total 1 replies
arniya
Septian semoga km nanti menyesal....
𝓗𝓪𝔂𝓾𝓻𝓪𝓹𝓾𝓳𝓲: masih plin plan gak jelas dia
total 1 replies
Ariany Sudjana
lupakan laki-laki mokondo itu Riana, kamu harus bangkit dan kejar kebahagiaanmu bersama dr Alif
𝓗𝓪𝔂𝓾𝓻𝓪𝓹𝓾𝓳𝓲: pokoknya Riana harus bahagia ya
total 1 replies
Ma Em
Septian dari awal emang tdk perhatian pada Riana ya sdh Riana lupakan Septian , Riana lebih baik cari kebahagiaanmu sendiri tdk usah diingat lagi mending bersama dr Alif pasti Riana akan bahagia dan akan diratukan sama dr Alif , biarkan Septian dgn Liliana pasti sama Liliana juga tdk akan beda emang sdh karakter teledor dan masa bodo pasti tdk akan bisa berubah
𝓗𝓪𝔂𝓾𝓻𝓪𝓹𝓾𝓳𝓲: berasa banget karakter septian ini ya kak
total 1 replies
Ariany Sudjana
sekarang aja baru menyesal, kemana saja selama ini bos? ya terima saja, kan selama ini memang lebih perhatian sama Liliana, sampai istri sendiri di sia-siakan
Ma Em
Septian kamu emang sdh kehilangan Riana karena dia sdh pergi keluar dari rumahmu dan tdk akan kembali lagi , biarkan Riana bahagia dgn orang lain Septian kamu berbahagialah dgn perempuan pilihanmu si Liliana yg selalu kamu bela dan kamu utamakan daripada Riana , lebih baik Riana dgn dr Alif saja semoga Riana berjodoh dgn dr Alif .
hafiz
lebih baik dgn Alif saja , dripada dengn suami tp lebih mementingkan KK ipar
Ma Em
Jangan angkat Riana sekarang kamu sdh keluar dari rumah Septian jgn pedulikan lagi apa yg terjadi mau Liliana atau Septian sdh tdk usah Riana hiraukan lagi biar saja Liliana bersama Septian , Riana jangan mundur lagi .
Ma Em
Liliana mati saja setelah mati lalu kamu bisa jadi hantu tinggal dirumah Septian , bagus Riana tinggalkan saja lelaki yg plin plan tdk punya pendirian , semoga Riana selalu bahagia setelah berpisah dgn Septian dan makin sukses .
𝓗𝓪𝔂𝓾𝓻𝓪𝓹𝓾𝓳𝓲: 🤣🤣🤣 iya jdi hantu buat septian ya kak
total 1 replies
Ariany Sudjana
terima saja Septian, kamu sudah ditinggal Riana. bukannya kamu sudah ucapkan talak ke Riana? ya sekarang bebas dong, tinggal menikah sama Liliana, jadi ga perlu ada drama lagi
arniya
geregetan Septian....
Ma Em
Semoga Septian dan Liliana hdp nya tdk pernah bahagia karena dia sdh merebut kebahagiaan Riana , dan sebaliknya Riana semoga hidupnya dipenuhi dgn cinta dan kebahagiaan .
Ariany Sudjana
ini lagi pelakor, bermulut manis, pura-pura ga tahu kalau Septian suka sama dia, padahal dalam hati suka cita, sudah tidak ada penghalang dalam hubungan dengan Septian
Ariany Sudjana
dasar Septian mokondo, ga paham yah atau amnesia yah, sudah jatuhkan talak, tapi masih minta Riana kembali jadi istri yang patuh? dasar bodoh, apa dia ga tahu, dia sudah dorong Riana sampai kepala bocor, dan harus masuk RS? untung dr Alif datang, kalau ga, mungkin Riana sudah menghadap Tuhan
Ariany Sudjana
akhiri semua drama yang kamu buat Liliana, kan ini yang kamu mau, jadi istrinya Septian dan menyingkirkan adikmu sendiri
𝓗𝓪𝔂𝓾𝓻𝓪𝓹𝓾𝓳𝓲: bangga dia bisa menang
total 1 replies
arniya
Riana semoga dapat yang lebih baik dari Septian
𝓗𝓪𝔂𝓾𝓻𝓪𝓹𝓾𝓳𝓲: katanya mau sama dr alif 🤭
total 1 replies
arniya
lempar batu sembunyi tangan,
arniya
Septian mata nya ketutup apa sih , sampai gk bisa liat yang tulus sm yang cuma pura pura dan ad udang di balik batu.
Bun cie
ayo riana mumpung ada ibu mertuamu kemukakan ttg perceraianmu..pasti di loloskan disupport ibu septi
Bun cie
keputusan yg tepat riana..berpisah ..tinggalkan org2 toksik sekalipu suami dan kakakmu..kamu g sendiri ..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!