Duke Arland.
Seorang Duke yang dingin dan kejam. Selama menikah, dia mengabaikan istrinya yang sangat menyayanginya, hingga sebuah kejadian dimana dirinya harus berpisah dengan istrinya, Violeta.
Setelah kepergian istrinya, dia bertekad akan mencari istrinya, namun hasilnya nihil.
......
Violeta istri yang sangat mencintai suaminya. Selama pernikahannya, ia tidak di anggap ada, hingga sebuah kenyataan yang membuatnya harus pergi dari kediaman Duke.
Kenyataan yang membuatnya hancur berkeping-keping. Violeta yang putus asa pun mencoba bunuh diri, sehingga jiwa asing menemani tubuhnya.
Lima tahun kemudian.
Keduanya di pertemukan kembali dengan kehidupan masing-masing. Dimana keduanya telah memiliki seorang anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membela
Duke Aland menatap istrinya wajah istrinya yang merah padam. Matanya pun beralih melihat kedua bocah yang mana membuat hatinya bergetar, satu tatapannya menatap mata Aleta, mata itu mengingatkan dirinya di wanita masa lalunya. "Yang Mulia Duke, aku tidak suka dengan kedua anak ini yang tidak memiliki sopan santun." Kata Felica seraya mengepalkan tangannya. Tidak ada yang boleh merendahkan dirinya, cukup dulu ia di rendahkan karena para bangsawan mengatakan 'dirinya orang ketiga'.
"Aku akan memberikan hukuman pada mu."
Orang-orang yang menonton adegan itu pun merasa kasihan, tidak akan ada yang berani mencegah keputusan Duke Aland, sekalipun tidak, jika sudah mengatakan iya, maka harus iya. Bahkan Kaisar pun yang memegang kekuasaan tertinggi, tidak mau mengusik Duke Aland. Karena sang Kaisar hanya menumpang atas keberhasilan yang Duke Aland berikan selama ini, tanpa Duke Aland kedudukan itu tak bisa di duduki.
"Tunggu, nyonya. Jangan menyentuh adik ku," Mata Alfred memerah, menatap sengit Felica dan Duke Aland. "Kami tidak akan merendah, jika kami tidak bersalah. Ibu kami selalu mengatakan, tundukkan kepala mu pada hal benar, angkat kepala mu pada yang salah, dan kami tidak akan menundukkan kepala kami."
Alfred melirik sebelah kanan. Semua orang berbisik-bisik dengan tatapan kasihan.
"Kasihan sekali anak ini, tidak ada yang bisa menolongnya."
"Dimana orang tuanya, kenapa membiarkan anak sekecil ini berada dalam masalah."
"Aku ingin menolongnya, tapi aku takut dengan wajah menyeramkan Yang Mulia Duke."
Begitulah bisik-bisik orang-orang yang mengelilingi mereka. Alfred semakin tertantang dengan wajah Duke Aland. Ia pun mengeluarkan aura di dalam tubuhnya, matanya bak petir yang siap membelah langit, kedinginannya bagaikan Es siap membekukan tubuh sampai ke tulang-tulangnya dan menghancurkannya.
Kakak semakin marah batin Aleta ekor matanya melirik kesana kemari.
Duke Aland dan Kesatria Lio tercengang, mereka saling beradu pandang. Kekuatan tubuh sosok kecil di depannya tidak bisa di remehkan. Baru pertama kalinya mereka mendengarkan bisikan iblis di kedua telinga mereka.
"Kenapa tubuh ku terasa dingin? padahal saljunya hanya tidak begitu deras," celutuk seorang bangsawan.
"Sebaiknya kita pergi, udara semakin dingin, rasanya tulang ku seperti akan remuk," ujar salah satu bangsawan.
Satu per satu mereka bubar tanpa di suruh, ada yang masih bertahan menanti adegan selanjutnya.
"Kesatria Lio, bawa mereka. Biarkan orang tua mereka menjemputnya ke kediaman Duke. Aku akan memberikan peringatan padanya."
"Ibu, apa yang Ibu lakukan?" Teriak anak kecil, dia pun berlari menghampiri kedua orang tuanya dan kedua anak yang ia nantikan, ia sudah berkeliling mencari kedua teman barunya, ralat masih calon teman. Kedua bocah itu belum menerimanya.
"Aronz, kamu mengenal mereka," seru Felica menatap putra kesayangannya.
Aronz mengangguk, dia pun mendekati Alfred dan Aleta, namun beberapa langkah tubuhnya seakan membeku mendekati Alfred. Dia pun terus mendekat, berusaha tenang dan berani. "Hay, apa aku boleh ikut dengan kalian?"
"Tidak!" tidak ada titik dan koma, Alfred dan Aleta menolak keras Aronz, Duke Aland menahan senyum, kedua bocah itu begitu menggemaskan, walaupun melihat Alfred yang seakan menerkamnya, namun kemarahan laki-laki itu membuatnya gemas, apalagi Aleta yang mengingatkan wajahnya.
"Ke-kenapa, aku tidak ikut campur." Alfred mencoba tersenyum, lalu menepuk dadanya. "Ada aku, biar aku yang membereskan mereka, sekarang kalian pergilah."
Aleta dan Alfred saling melirik, lalu memutar kedua bola jengah, sudah takut, masih saja sombong pikir mereka.
"Ibu, ibu jangan marahi mereka. Mereka itu sahabat baru Aronz!" Tegas bocah cilik itu seraya berdecak pinggang.
"Aronz, kamu bisa mendapatkan teman yang lebih baik dari mereka. Apa-apaan kamu ini, banyak anak bangsawan yang mengantri ingin berteman dengan mu." Pekik Felica. Pasalnya, putranya sangat di kagumi oleh anak-anak bangsawan. Ibunya pun berusaha menjilatinya agar anaknya berteman dengan putranya.
"Mereka hanya menjilat ku karena kekuasaan ayah, aku tidak menemukan persahabatan yang tulus, tidak seperti mereka," ujar Aronz menatap Alfred dan Aleta. "Mereka tidak mau berteman dengan Aronz, tidak memandang Aronz dari segi status." Imbuhnya lagi.
"Tidak akan ada yang berani mengusik Aronz Dhe Brezil, Anak dari Yang Mulia Duke Aland Brezil. Ayah mu tidak akan membiarkan terjadi sesuatu pada mu."
"Jadi ibu hanya menginginkan anak mu menjadi loncatan mereka menjilati kekuasaan ayah?"
Telak
Felica semakin geram, Aronz tidak pernah membantahnya, tetapi sekarang demi kedua bocah yang baru dia kenal. Di depan umum, Aronz meninggikan suaranya. Sedangkan Duke Aland, suaminya tak berniat melerai atau menasehati Aronz yang sudah mempermalukan dirinya.
"Sekarang kalian pergilah, aku akan menyusul kalian."
Tanpa ragu dan tanpa mengucapkan terima kasih. Alfred dan Aleta tersenyum miring, lalu pergi dengan sikap arogannya.
"Hey, tunggu!"
"Cukup Ibu! jangan ganggu teman Aronz, Aronz tidak suka."
"Yang Mulia Duke."
Felica tidak terima, ia mencari dukungan dari Duke Aland.
"Sudah biarkan saja, biarkan Aronz bersama mereka, dan kamu tidak perlu mengekangnya." Duke Aland melenggang pergi meninggalkan Felica yang semakin kesal setengah mati, sedangkan Aronz langsung pergi menyusul Alfred dan Aleta yang di ikuti Ibu Asuhnya.
Argh
"Awas kalian, aku akan membuat perhitungan dengan kalian."
Siapa mereka? kenapa aku merasa tidak asing? seperti sudah mengenal.
Duke Aland menghentikan langkahnya, ia mengangkat kepalanya, menatap langit di bawah butiran salju yang terus turun.
Dia mengingatkan ku pada Vio.
akoh mampir Thor