Arindita memutuskan pindah rumah setelah bercerai dari mantan suami yang lebih memilih wanita simpanannya.
Didampingi oleh putra satu-satunya yang baru berusia delapan tahun, mereka pindah ke sebuah perumahan elit di kawasan ibukota.
Namun kepindahan mereka membuat Arindita dekat dengan anak tetangganya, disitulah kehidupan kedua Arin dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mie Instan
Pikiran Arin berkeliaran kemana-mana, otaknya tanpa diminta berpikir yang tidak tidak. Apakah yang dimaksud Sonny sama dengan yang sedang Arin pikirkan??
Arin grogi! Lelaki itu menyebut gairah yang tak tersalurkan, apa mungkin....
"M-mas Sonny bicara apa? A-aku tidak mengerti" Lirih Arin tergugup-gugup.
"Maksudku adalah.... "
Ketika Sonny hendak mengungkapkan maksud ucapannya tiba-tiba saja perutnya berbunyi keroncongan.
Sontak tatapan yang tadinya serius seketika pecah ketika suara konyol itu terdengar begitu saja.
Wajah Sonny memerah, menahan malu ketika perut sialan itu berbunyi didepan Arin! Ia langsung menutup perutnya dengan kedua tangan.
Berbeda dengan Arin yang tertawa karena merasa lucu akan tingkah Sonny, namun tak mau terlalu banyak tertawa karena tau jika Sonny tengah menahan rasa malu.
"Hahaha.... Maaf aku tertawa, tapi tadi itu sangat lucu" ungkap Arin.
"Tapi sekarang aku tau hal yang mengganjal yang membuat mas Sonny kesulitan untuk tidur, mas Sonny pasti sedang lapar, memang sulit untuk tidur dalam keadaan perut kosong" Kata Arin mengeluarkan pendapatnya.
Sonny tidak membalas tanggapan Arin, ia terlalu malu untuk bersuara. Tapi jujur ia memang tidak mengkonsumsi apapun sejak tadi sore.
"Mas Sonny mau aku buatkan makanan? Tapi aku tidak tau apakah stok makanan di kulkas ku masih ada atau tidak"
"T-tidak usah Rin! J-jangan hiraukan suara perutku, aku tidak lapar sama sekali... " Tolak Sonny.
"Tapi mas sonny tidak akan bisa tidur jika perut mas tidak diisi apa-apa. Lebih baik aku masakan sesuatu ya, sebentar aku lihat dulu di dapur" Arin pun bangkit dari sana berjalan ke arah dapur untuk memasak makanan.
Sonny yang tadinya mau mencegah Arin tidak kuasa ketika Arin sudah lebih dulu bangkit.
Sonny lantas mengikuti kemana langkah wanita itu berjalan.
Kini keduanya sudah berada di dapur sekaligus ruang makan, Arin terlihat sedang membuka kulkas yang sepertinya kosong tak ada stok makanan apapun.
"Aku benar-benar lupa belanja bulanan" Gumam Arin ketika melihat isi kulkasnya.
Ia pun beralih ke lemari dapur, mencari sesuatu yang kiranya masih ia simpan.
Sorot mata Arin tertuju pada sebuah mie instan kemasan, bibirnya melengkung membentuk senyuman. Arin pun dengan segera mengambil makanan itu.
"Mas Sonny makanan yang tersisa tinggal mie ini, apa mas Sonny mau?" Tanya Arin.
"Emm.... Aku tidak masalah apapun itu, asal kamu sungguh tidak keberatan" Jawabnya.
"Baiklah, mas Sonny duduk saja dulu. Biar aku memasaknya sebentar" Arin mulai mengambil alat-alat masak sedangkan Sonny duduk di salah satu kursi yang berada disana.
Sonny memerhatikan pergerakan wanita itu dari jarak beberapa langkah saja, Sonny mengamati tubuh sang istri dari belakang. Tanpa Arin sadari penampilannya malam ini membuat Sonny justru merasa tergoda melihat pemandangan indah di depannya.
Kimono tidur selutut dengan tali yang merekat indah di pinggang ramping Arin membuat pikiran liar Sonny muncul tatkala membayangkan jika ia menarik tali gaun itu hingga tubuh Arin terpampang dengan nyata.
Sonny jadi teringat kejadian dimana ia tak sengaja melihat tubuh Arin di layar ponselnya ketika sedang bertelponan dengan Meimei.
Entah itu suatu musibah atau berkah, kini ia malah jadi tersiksa setiap kali mengingatnya.
Tapi bukankah ini waktu yang tepat untuk Sonny menyalurkan hasratnya? Arin sudah berstatus sebagai istrinya, ia berhak meminta hak sebagai seorang suami.
Tapi diri Sonny menahan kehendak tersebut, ia harus melakukannya sedikit demi sedikit hingga Arin menerimanya dengan tangan terbuka.
"Oh iya mas, kapan kira-kira Meimei pulang? Sepertinya dia betah tinggal bersama kakek dan neneknya" Seru Arin dengan tetap sibuk memasak.
"Mungkin besok atau lusa, aku juga kurang tau karena orang tuaku bilang masih banyak tempat yang ingin mereka kunjungi bersama Meimei" Jawabnya.
"Wah... Sepertinya memang orang tua mas sudah menyiapkan segalanya untuk Meimei, tapi jujur aku rindu anak itu"
"Meimei juga pasti merindukanmu, dia selalu menanyakan kamu ketika kami sedang ber telponan"
"Oh ya? Bagaimana kabarnya disana?"
"Baik, dia menceritakan banyak hal padaku"
Tak lama mie instan yang Arin buat sudah siap disajikan, ia menghampiri Sonny dan meletakkan mangkuk yang berisikan mie itu diatas meja makan.
"Sudah jadi, makanlah mas" Titah Arin.
Sonny menunduk melihat mie dan telur yang sangat menggugah selera, aromanya begitu menyengat di indera penciuman Sonny.
Sonny mulai menyuapkan sesendok mie tersebut ke dalam mulutnya, enak! Sonny semakin ingin menghabiskan makanan ini.
Ia terus melahapnya hingga beberapa suap, namun aktivitasnya terhenti tatkala menyadari jika Arin hanya diam sambil memandang dirinya.
"Kamu tidak makan juga, Rin?"
"Tidak mas, aku sudah makan malam tadi"
"Tapi... Aku jadi tidak enak denganmu. Emm... Bagaimana jika kamu makan juga, satu piring berdua!" Ujar Sonny menyendokkan mie tersebut pada Arin.
Arin menggeleng, menolak tawaran Sonny sembari memundurkan sendok tersebut.
"Tidak usah, mas. Aku sudah kenyang"
"Jangan begitu, kamu harus mencicipi nya juga. Kalau kamu menolak aku jadi ragu untuk meneruskan makanan ini" Imbuh Sonny membujuk.
Arin jadi bingung, apakah ia harus menerima suapan itu?? Dalam satu alat makan?!!
"Ayo buka mulutmu, Aaaaa..... " Titah Sonny mempraktekkan seperti anak kecil.
Tanpa sadar Arin membuka mulutnya dan melahap suapan tersebut, Sonny tersenyum senang ketika Arin menuruti permintaannya. Ia lantas menyuapi mie itu untuk dirinya sendiri.
Arin diam-diam tersenyum tipis, entah kenapa ia senang diperlakukan Sonny seperti tadi. Hatinya berbunga-bunga bak remaja yang baru mengenal cinta.
Cinta? Entahlah, Arin tidak tau apa yang sedang ia rasakan ini.
Sonny kembali mengarahkan sendok tersebut pada Arin, kali ini wanita itu tak menolak, ia menerima perlakuan Sonny dengan senang hati.
Hingga setelah selesai melaksanakan makan malam, Arin dan Sonny memilih menonton televisi di ruang keluarga.
Membicarakan hal-hal yang ditayangkan di layar elektronik tersebut, sesekali suara canda tawa menghiasi ruangan yang disinari lampu temaram.
Sampai waktu menunjukkan pukul setengah dua belas malam, Sonny yang tengah menatap televisi dengan seksama tiba-tiba teralih kala bahunya terasa berat sebelah.
Sonny menoleh ke samping dan mendapati Arin yang tertidur pulas di bahunya.
Nafas wanita itu terdengar halus, Arin sepertinya sudah mengantuk sampai-sampai tak sadar terpejam ketika sedang bersamanya.
Sonny menyibak rambut yang menutupi wajah cantik sang istri, memandangnya dari dekat, membuat Sonny semakin mengagumi ciptaan Tuhan yang satu ini.
Sonny mencoba menyentuh wajah halus itu, untuk pertama kalinya ia merasakan betapa lembutnya pipi sang istri.
"Sangat cantik!" Cicit Sonny pelan.
Cukup lama ia memandang Arin akhirnya sonny mengangkat tubuh istrinya dengan sangat hati-hati menuju kamar milik wanita itu.
Sesampainya di dalam kamar Sonny meletakan tubuh Arin di atas ranjang empuk tersebut. Lalu menyelimuti nya dengan selimut tebal.
Arin sama sekali tidak terganggu meski Sonny menggendongnya hingga ke kamar.
"Kamu pasti kelelahan menemani ku" Ujar Sonny mengelus lembut kepala Arin.
"Tidurlah yang nyenyak... "
Sonny yang duduk di tepi ranjang menatap Arin sebelum dirinya pergi dari rumah itu, setelah puas memandang Arin Sonny pun bangkit dan hendak berlalu.
Tetapi tiba-tiba lengan Arin mencekal salah satu lengan Sonny, hingga membuat Sonny berhenti dan berbalik menatap Arin yang masih setia memejamkan mata.
"Jangan pergi.... Temani aku disini" Lirih Arin.