NovelToon NovelToon
Can We?

Can We?

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:334
Nilai: 5
Nama Author: Flaseona

Perasaan mereka seolah terlarang, padahal untuk apa mereka bersama jika tidak bersatu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Flaseona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Can We? Episode 19.

...« Sudut pandang yang berbeda »...

“Halo, hehehehe.” Arasya melambaikan tangannya pada layar ponsel milik Gavan yang menampilkan Devan. Menyapa lelaki tersebut dengan riang. “Aku mau lihat air terjun, lho!” pamernya dengan bangga.

“Dasar bocil. Ntar kecapekan terus gak bisa lagi jalan, rasain dah tuh.” Cibir Devan.

Arasya mengerutkan keningnya tidak suka. “Enggak tuh. Gak akan capek.” Denialnya.

Gavan tertawa kecil melihat interaksi kedua adiknya itu. Bahkan adanya jarak antara mereka, tetap saja pertengkaran sering terjadi. Tidak mengerti kenapa mereka suka sekali melakukan perdebatan tentang hal besar maupun kecil. Yang penting atau mungkin tidak penting.

“Oh iya, Mas. Hari ini ada berkas penting yang pengen aku cek lagi. Dan ternyata masih ada di meja Mas. Aku suruh Brian buat ambil.”

Topik pembicaraan kembali menjadi topik awal, yaitu tentang pekerjaan. Meskipun bukan ranahnya, Arasya tetap duduk di samping Gavan. Mendengar percakapan mereka yang sangat asing di telinganya.

“Tadi Brian udah kabarin. Emangnya berkasnya kenapa? Belum Mas tanda tangani, kirim email juga belum Mas lihat.”

“Kata Sena ada yang janggal. Dana yang ngalir ke divisi mereka tuh udah banyak. Tapi tetep kasih pengajuan ke Mas buat dananya dinaikkin. Emangnya kita orang tuanya apa? Uang jajan aja kita juga kasih.” Jelas Devan penuh emosi.

“Emang siapa, Mas?” Arasya menyela, ingin tahu siapa yang dimaksud.

“Divisi marketing, Dek. Ah emang kayaknya itu divisi kebanyakan gaya. Waktunya rombak habis-habisan, Mas. Kalau dibiarin takutnya mereka makin berani buat korupsi dana.”

“Oh, yang namanya Bu Cika itu, ya?” Arasya mengingat sosok wanita itu.

“Kamu tahu, Dek? Pernah ketemu? Apa pas di ajak Mas dulu?”

Arasya menganggukkan kepalanya. “Kayaknya Bu Cika itu suka deh sama Mas Gavan, Mas.” Tebaknya yang mengundang reaksi berbeda dari dua laki-laki tersebut.

“HAHAHAHAHAHAHA!” Tawa Devan pecah saat itu juga. “Anak kecil aja tahu, Mas!” ejeknya pada si yang lebih tua.

Sedangkan Gavan tersedak air liurnya sendiri. Terkejut mendengar Arasya yang blak-blakan, berbicara seperti seorang anak kecil yang langsung berkomentar saat melihat sesuatu yang menurutnya aneh.

“Udah-udah. Kenapa jadi Mas yang kena juga. Kamu urus sendiri dulu, Dev, sama Sena juga gapapa. Jangan kasih Brian pekerjaan yang berat-berat. Dia udah Mas kasih banyak kerjaan dari awal.” Ucap Gavan yang di akhir kalimat mewanti-wanti adiknya.

Devan mengangguk di dalam layar ponsel itu. “Oke-oke. Aku tutup teleponnya sekarang. Selamat menikmati liburan hari terakhir. Besok udah balik, ‘kan? Aku jemput di stasiun. Sampai jumpa besok.” Katanya sambil melambaikan tangan.

Pun dibalas sama oleh Arasya dengan senyum lebarnya. “Dadah! Sampai ketemu besok, Mas!”

Lalu panggilan video mereka terputus. Gavan kembali mengantongi ponselnya. “Kamu bawa tas, Dek?” tanya Gavan.

Arasya menggelengkan kepalanya. “Kemarin kita cuma bawa koper aja. Tapi tadi aku udah bilang Voni, aku nitip baju. Mas juga mau bawa baju? Biar bisa nyebur di sana.”

Niat awalnya Gavan tidak ingin membawa banyak barang, sehingga hanya membawa satu koper saja. Tetapi ternyata, jadwal hari ini adalah pergi menuju kawasan wisata air terjun. Membuat mereka membutuhkan sebuah tas ransel sederhana agar mudah membawa baju ganti saat menyusuri jalanan terjal ke tempat tujuan.

“Boleh. Biar nanti Mas yang bawain.”

“Oke!” jawab Arasya bersemangat. Kemudian ia berlalu menuju koper mereka, menyiapkan baju miliknya dan milik Gavan. Tidak lupa dalaman masing-masing.

Setelah selesai dengan kesibukannya sendiri, Arasya pamit pada Gavan untuk menemui Voni. Tidak lupa membawa baju ganti keduanya agar dimasukkan ke dalam tas ransel milik Voni.

Sesampainya di kamar Voni, Arasya melenggang masuk. “Von, kata Mas Gavan, nanti dia yang bawa tasnya.” Ujar Arasya.

“Eh, gak perlu, Ra. Ini pinjem aja tasnya. Aku udah titip di Elsa. Biar satu tas bawanya gak keberatan.” Voni menyerahkan sebuah tas hitam pada Arasya.

“Beneran? Aku kayaknya ngerepotin banget, ya?” nada bicara Arasya terdengar lesu, merasa tidak enak hati sebab selalu membuat repot orang-orang disekitarnya.

“Apa sih, Ra. ‘Kan dibagi dua-dua jadinya per-tas. Justru bikin gampang. Aku bisa gantian bawanya sama Voni, sedangkan kamu bisa gantian bareng Mas Gavan. Itu pun kalau Masmu mau gantian.” Jelas Elsa panjang lebar. Tidak suka saat melihat Arasya seperti itu. Seakan sudah melakukan dosa besar sehingga patut dihukum.

Akhirnya Arasya mengambil tas Voni. “Beneran gapapa?”

“Iya, Ra. Santai aja kenapa sih. Kayak sama siapa aja.” Voni menepuk pundak Arasya.

“Sini, kita packing bareng-bareng.” Ajak Elsa. Lalu ketiganya berngobrol bersama sampai Dina ikut bergabung.

“Sorry ya, Ra. Kemarin pas di warung.” Elsa tiba-tiba berceletuk meminta maaf.

Arasya sempat kebingungan tentang topik yang di angkat Elsa sebelum ia menyadari sesuatu. “Oh, gapapa kok. Mungkin emang kelihatan kayak gitu, meskipun aku bingung bagian mananya kamu lihat aku sama Mas Gavan sampai menyimpulkan kita kayak gitu.”

Dina dan Voni saling berpandangan, semakin merasa canggung karena kedua temannya itu seakan hanya membahas tentang siapa yang lebih dulu antara telur dan ayam.

“Ya kayak Dina sama pacarnya tuh. Pegangan tangan, pas boncengan pasti pelukan.” Jelas Elsa tanpa dosa.

Arasya menggaruk pipinya meskipun tidak merasa gatal. Ia tidak mengerti kenapa hal tersebut termasuk ke dalam ciri-ciri sepasang kekasih. Bukankah hal itu lumrah terjadi dengan seorang keluarga?

“Aku sama Masku gak pernah sampai kayak gitu. Malah kalau berduaan kadang berantem.” Elsa kembali berbicara. “Kamu sama Mas Gavan termasuk culture shock di mataku tahu.” Lanjutnya.

“Aku kalau sama Mas Devan juga berantem kok. Tapi Mas Gavan gak nakal kayak Mas Devan, jadi gak pernah berantem. Emm, menurut kalian juga gitu kah, Von, Din?” tanya Arasya pada sudut pandang kedua temannya yang lain.

Voni mengangguk ragu, sebenarnya ia juga merasakan apa yang dilihat oleh Elsa. Tetapi ia tidak selantang temannya itu, takut menyinggung Arasya. “Dikit sih. Aku kaget pas awal-awal.” Jawabnya penuh kehati-hatian.

“Tapi kayaknya itu udah kebiasaan gak sih buat kalian? Jadi ya maklum aja. Udah hal lumrah juga buat beda pandangan dari masing-masing orang. Jangan terlalu di pikirin, Ra. Yang penting kamu gak kayak apa yang dipikirin Elsa sama Voni. Kamu sama Mas Gavan ‘kan keluarga, gak mungkin juga kalian pacaran. ” Dina menimbrung, berusaha untuk mencairkan suasana.

Untungnya berhasil. Dina segera menyuruh Voni, Elsa dan Arasya untuk berpelukan. Kemudian dirinya berhambur memeluk ketiganya. Mengatakan bahwa mereka harus berteman sampai tua. Sampai memiliki anak atau bahkan memiliki cucu juga.

...« Terima kasih sudah membaca »...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!