Rela meninggalkan orang yang dicintai demi keluarga. Dan yang lebih menyakitkannya lagi, mendapatkan suami yang penuh dengan kebencian. Itulah yang dirasakan Allesia. Allesia harus meninggalkan kekasihnya, ia dipaksa menikah dengan tunangan kakaknya, namanya Alfano. Alfano adalah pria yang sangat kejam. Kejamnya Alfano bukan tanpa alasan. Ia memiliki alasan kenapa ia bisa sejahat itu.
Apa yang membuat Alfano kejam dan kehidupan seperti apa yang akan Allesia jalani? Mari simak ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asni J Kasim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6
Alfano menghubungi seseorang yang ia kenal. "Kumpulkan semua informasi mengenai istriku. Kabari aku malam ini juga" ujar Alfano pada seseorang diseberang telepon.
"Baik, Tuan"
"Aku penasaran dengan kisahmu" gumam Alfano sembari memainkan pulpennya.
Alfano kembali melanjutkan tugasnya sebagai dokter. Ia berjalan menelusuri lorong rumah sakit dan berhenti di kamar pasien yang ia tangani. Senyum ramah terlihat begitu jelas saat ia menyapa pasiennya. Seperti biasa, setelah selesai mengecek, Alfano akan kembali ke ruangannya.
"Apa yang dia lakukan sekarang?" gumam Alfano, ia beranjak dari tempat duduk menuju kamar rawat istrinya.
Langkah kaki itu terdengar dengan jelas, menandakan ada seseorang yang tengah melakukan gerakan. Ceklek... Alfano membuka pintu ruang perawatan istrinya.
Di dalam ruangan, tepatnya di sudut kamar rumah sakit. Allesia masih dengan posisi awal sebelum Alfano meninggalkannya. Memeluk lututnya dan menenggelamkan wajahnya di sana. Namun kali ini berbeda, Allesia duduk di sudut ruangan bagaikan manusia yang ketakutan, tubuhnya pun gemetar.
Alfano berjalan mendekat, berhenti tepat di depan istrinya. Drt... drt... drt... ponsel Alfano berdering. Ia sedikit menjauh dari istrinya untuk mengangkat panggilan dari pria yang tadi ia hubungi.
"Laporkan semua informasi yang kamu dapatkan" ujar Alfano.
"Sejak kecil, ibu kandung dan ayah tirinya sudah membencinya. Mereka menganggap Allesia anak pembawa sial dalam keluarga mereka"
"Sejak SMP tingkat satu, ia mulai mencari pekerjaan paru waktu dan bekerja di toko bunga untuk membiayai sekolahnya. Ia bekerja di toko bunga sampai ia lulus SMP"
"Saat SMA, ia mencari pekerjaan yang lain yang gajinya lumayan besar untuk membiayai sekolahnya dan juga biaya makan mereka sehari-hari. Allesia mendapatkan beasiswa dari sekolah untuk kuliah S1 Farmasi, ia menyelesaikannya sebelum pada waktunya. Ia melanjutkan profesinya dengan bantuan beasiswa"
"Saat Allesia semester 4, ia kembali ke Italia untuk menjenguk ibu dan ayahnya. Namun hal yang tidak ia inginkan justru terjadi. Ayahnya, Frensiko, menyelinap masuk ke dalam kamar Allesia dan memaksa Allesia untuk berhubungan badan"
"Allesia berhasil memberontak, ia mengambil gunting lalu menancapkannya di tubuh Frensiko hingga Frensiko mati di dalam kamar Allesia. Allesia sempat di bawah ke kantor polisi untuk dimintai keterangan, dan dia dinyatakan tidak bersalah saat ibunya membantunya memberi pernyataan pada polisi"
"Ibunya berpura-pura baik agar Allesia tetap membiayai dirinya dan kakaknya. Acting itu masih berlaku sampai saat ini"
"Kerja bagus," ujar Alfano lalu memutuskan panggilan secara sepihak.
"Haiss... aku tidak suka menikah dengan wanita yang memiliki masa lalu yang kelam, terlebih lagi wanita itu adik dari wanita sialan itu" batin Alfano.
Alfano mendekat menghampiri Allesia. "Hei, apa kamu ingin aku menyiksamu?" suara Alfano membuyarkan lamunan Allesia.
Allesia mendongak menatap Alfano dengan mata sebam. "Tunggu sampai dua hari lagi, Tuan. Tunggu sampai lenganku sembuh," ujarnya memohon. Ia yakin, Alfano tidak sabar lagi untuk menyiksanya.
"Oke baiklah. Kamu jaga kesehatanmu agar dua hari kedepan kamu sudah sembuh" ujar Alfano dengan santai, nada suaranya pun agak pelan.
"Tuan, bolehka aku bermalam di rumah sakit? Aku ingin tidur di tempat tidur rumah sakit. Di situ empuk sekali, berbeda dengan sofa yang di apartemen" pintah Allesia.
"Oke. Tidurlah dengan nyenyak. Nikmatin keempukan hospital bed itu" balas Alfano tanpa ekspresi.
"Allesia, apa kamu ingin bebabas dariku?" entah apa yang membuat Alfano hingga ia mengeluarkan pertanyaan seperti itu.
"Semua orang yang berada di posisiku menginginkan kebebasan, Tuan. Dan akupun sama, ingin bebas. Namun aku sadar siapa diriku. Aku wanita yang dijadikan tempat pembalasan rasa sakit. Maka untuk dibebaskan itu sangat tidak mungkin" balas Allesia dengan senyum, senyum yang memperlihatkah seakan-akan hatinya baik-baik saja.
"Mulai besok kamu harus melakukan terapi, aku mau kamu sembuh. Aku tidak suka menyiksa perempuan yang gangguan mental" ujar Alfano dengan santai.
"Baik, Tuan" balas Allesia singkat.
"Satu persatu, orang-orang mulai tahu kondisiku" batin Allesia saat suaminya sudah keluar. Ia menundukan kepalanya menatap lantai.
"Ansel, aku merindukanmu. Di sini, mereka memperlakukanku tak sama sepertimu" batin Allesia. Ia bangkit dari duduknya, berjalan lalu berdiri di depan jendela. Menatap jauh ke arah kota dan ribuan bangunan yang menjulang tinggi.
"Aku harus menurut untuk membuat moodnya bagus, aku tidak boleh melawannya. Dia baik, hanya saja penghianatan membuatnya menjadi murka dan kejam" batin Allesia saat memikirkan suaminya. Allesia melangkahkan kakinya menuju tempat tidur yang ia sebut tempat ternyaman dibandingkan sofa apartemen. Membaringkan tubuhnya disana. Memejamkan mata hingga terlelap.
---------
Keesokan harinya
"Sekarang kamu makan, setelah itu ikut aku ke dokter Arya untuk memeriksa kondisi mentalmu" ujar Alfano sembari meletakkan makanan kotak di atas nakas.
"Wah... enak sekali. Aku lebih suka sakit dari pada sehat. Aku bisa makan enak dan tidak perlu menahan lapar" gumam Allesia dengan girang. Ia tidak memperhatikan raut wajah Alfano yang ditekuk karena omongannya barusan.
Selesai makan, Alfano dan Allesia ke ruangan dokter Arya. Mereka konsultasi mengenai kondisi Allesia. Allesia terlihat bahagia saat suaminya perduli padanya. Apakah keperdulian itu tanpa ada niat terselubung? Hanya Alfano yang bisa menjawabnya.
"Allesia, mulai besok kita lakukan pengobatan awal. Kamu mau kan sembuh total dari traumamu selama ini" ujar dokter Arya.
"Aku mau, aku lelah menyendiri terus" balas Allesia dengan senyum.
"Kamu seorang Apoteker, apa jangan-jangan kamu memakai obat..." Dokter Arya membulatkan matanya.
Allesia menggeleng dengan cepat, "Tidak, aku tidak memakai obat-obatan" balasnya dengan jujur.
"Aku lega," ujar Dokter Arya dengan senyum ramah. Dokter Arya menatap Alfano. "Alfano, besok kamu bawa istrimu ke sini. Besok kita mulai pengobatan" ujar Dokter Arya pada Alfano.
"Baik Dok" balas Alfano. Alfano dan Allesia ke luar dari ruangan Dokter Arya. Allesia mengikuti langkah kaki suamnya dari belakang. .
Bruk... Allesia menabrak seseorang, matanya membulat saat melihat siapa yang ia tabrak. "Venika," gumam Allesia.
"Kamu buat apa di rumah sakit?" tanya Allesia.
Alfano menghentikan langkahnya saat ia menyadari Allesia tidak ada dibelakangnya. "Di mana lagi perempuan gila itu!" pekik Alfano, ia kembali mencari Allesia. "Jangan harap kamu bisa lari" gumamnya dengan dingin, moodnya kembali tidak bagus.
"Venika, apa in? Kamu kena kanker?" Allesia melayangkan pertayaan bertubi-tubi.
"Kanker" gumam Alfano saat mendengar kata terakhir istrinya. Alfano mendekat lalu mengambil hasil lab laboratorium. Ia membacanya dengan seksama. "Kenapa kamu tidak memberitahuku?" tanya Alfano pada Venika, wanita simpanannya.
"Kita bahas di apartemen jika kamu sudah pulang nanti" ujar Venika, ia berlalu pergi meninggalkan Alfano dan Allesia.
Allesia melangkahkan kakinya meninggalkan Alfano yang masih berdiri memandangi Venika sampai tak terlihat. Saat ia sadar, ia tidak melihat Allesia lagi.
"Di mana lagi wanita gila itu" seru Alfano mencari cari Allesia.
Like dan share ya, vote jua jika bisa. 😆