Tiffany, tiba-tiba dijemput oleh kedua orang tua kandungnya. Berharap ini awal kebahagiaan darinya, dimana gadis miskin yang ternyata anak dari keluarga kaya.
Namun tidak, inilah awal dari neraka baginya. Meira yang selama ini tinggal bersama keluarganya, melakukan segala cara untuk menghancurkan Tiffany.
Membuatnya dibenci oleh keluarga kandungnya, dikhianati kekasihnya. Hingga pada akhirnya, mengalami kematian, penuh kekecewaan.
"Jika dapat mengulangi waktu, aku tidak akan mengharapkan cinta kalian lagi."
***
Waktu benar-benar terulang kembali pada masa dimana dirinya baru dijemput keluarga kandungnya.
Kali ini, dirinya tidak akan mengharapkan cinta lagi.
"Kalau kamu menolakku, aku akan bunuh diri." Ucap seorang pemuda, hal yang tidak terjadi sebelum waktu terulang. Ada seseorang yang mencintainya dan mengharapkan cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Cinta Lagi
Suasana hening sejenak setelah pembicaraan yang melelahkan dan kepergian Martin setra Arelia.
Mata Yahya menatap ke arah anak kandungnya."Apa maksudmu menggunakan gaun itu?" Tanya sang ayah.
"Itu pemberian Meira tercinta. Bagaimana bisa aku tidak menggunakannya." Jawab Tiffany, meminum air putih tenang. Tidak ingin berhutang lebih banyak lagi pada keluarga ini.
"Maaf! Aku memberikan gaun yang salah. Itu titipan temanku. Tapi kenapa kakak tetap menggunakannya. Apa mungkin..." Meira sengaja menggantungkan kata-katanya, menggiring opini.
"Benar! Aku memang ingin menggoda Martin! Puas!?" Tiffany mengangkat salah satu alisnya."Lagipula ayah juga diuntungkan dari kesepakatan ini. Kamu bisa membeli lebih banyak gaun lagi."
"Kakak tidak boleh bicara seperti itu. Ayah tidak ingin kakak merawat orang cacat seumur hidup." Meira menitikan air matanya, beralih menatap ke arah kakaknya."Kami menyayangimu."
"Kalau sayang kenapa memberikanku sepatu sempit seperti ini." Tiffany berjalan mendekati Meira. Kemudian menendang tulang keringnya.
"Sakit kak! Aku tau kakak tidak menyukaiku tapi..." Meira menunduk memegangi kakinya.
"Tiffany!" Sang ibu hendak menampar.
Tiffany melepaskan sepatunya, kemudian mengangkat hendak menangkis pukulan ibunya menggunakan sepatu.
Tapi, gerakan tangan Safira terhenti menyadari kaki Tiffany berdarah. Benar juga, beberapa bulan Tiffany tinggal di rumah ini, mereka tidak pernah membelikan sepatu atau gaun. Karena Tiffany tidak pernah meminta...
Sibuk dengan Meira yang harus menghadiri banyak pesta dan perayaan. Membiarkan Tiffany berada di rumah.
"Kenapa tidak jadi memukul? Tapi baguslah! Hampir saja kaki nyonya terkena sepatuku." Tiffany tersenyum, berharap segera dikeluarkan dari kartu keluarga.
Safira menghela napas, menurunkan tangannya."Besok kita belanja ke butik."
"Benar! Sekalian membeli pakaian untuk menghadiri ulang tahun Ratna. Mereka menggunakan dress code Magenta. Aku tidak punya gaun berwarna Magenta." Ucap Meira menyela."Kita dapat pergi bersama-sama kan...kakak..."
"Aku sudah bilang, aku tidak mau berhutang terlalu banyak. Kamu ambil saja sampah yang diberikan nyonya Wiratmaja. Banyak omong sekali kalian." Tiffany melangkah, kemudian Meira mengejar.
Wajah Meira tersenyum, tidak! Tiffany tidak boleh mendapatkan perhatian dan belas kasih dari Safira.
Ini drama yang sudah biasa. Meira menggenggam jemari tangan Tiffany. Kemudian Meira menggerakkan tangan Tiffany seolah-olah mendorongnya. Hingga Meira berpura-pura terjatuh, tersungkur di lantai.
"Tiffany!" Bentak Roy, berserta orang tua mereka yang hendak melangkah mendekat.
Sekarang Tiffany akan tau akibatnya bukan?
Brak!
Di luar dugaan, Meira yang telah tersungkur di lantai, wajahnya ditendang oleh Tiffany. Kaki Tiffany benar-benar bau, mengenai wajah Meira yang penuh perawatan. Wajah mulus bak porselen.
"Dengar! Pemulung! Berani lagi kamu membuat drama terjatuh lagi. Maka lain kali aku akan menendang mu menggunakan sepatu boat, agar gigimu lepas!" Teriak Tiffany penuh ancaman.
"Tiffany!" Yahya yang kesal setengah mati, hendak memukul putrinya menggunakan sapu bulu.
"Ayah lupa kata-kata Martinku yang paling tampan. Aku tidak boleh terluka. Jika berani menghukum tidak boleh hukuman fisik." Tiffany mengangkat salah satu alisnya.
"Minta maaf pada Meira! Kemudian pergi ke gudang! Renungi perbuatanmu!" Bentak sang ayah.
Tiffany menatap ke arah Meira yang menangis dalam pelukan Safira. Melangkah mendekat, kemudian berucap."Meira, aku minta maaf sudah menginjak kaki dan menendang wajahmu."
"Aku tau kakak membenciku. Aku---" Kalimat Meira disela.
"Kamu lupa dengan kata menginjak kaki? Maaf ya?" Tiffany menginjak kaki Meira, kemudian melangkah pergi dengan cepat.
"Ayah! Aku tau salah! Aku akan mengurung diriku digudang sampai besok!" Teriak Tiffany mengambil roti dan air di kulkas. Kemudian berlari ke gudang.
"Tiffany!" Teriak sang ayah menatap tingkah tengil putrinya."Entah sifat gilanya menurun dari siapa!" Keluh sang ayah.
***
Sedangkan Tiffany tengah berada di gudang saat ini memakan roti tawar yang dibawanya. Kemudian mengambil foto kalung pemberian Martin.
Entah kenapa ada firasat tidak enak dalam dirinya mengingat sebelum waktu terulang dirinya pernah dituduh oleh Meira, memalsukan perhiasan milik ibunya.
Dalam artian mencuri perhiasan ibu mereka kemudian menggantinya dengan yang palsu. Apa itu perbuatan Meira namun dirinya dikambinghitamkan?
Entahlah, tapi kalung ini begitu cantik. Sayang jika dicuri oleh Meira. Harganya mungkin sekitar 20 juta bukan? Itulah anggapan Tiffany yang tidak mendengar pembicaraan ibunya tentang pink diamond.
Harga sebenarnya sekitar 8,5 milliar rupiah. Dalam artian satu kalung yang dapat membeli 8 rumah modern terkesan minimalis di wilayah pinggiran kota.
Jika Tiffany mengetahui harga kalungnya, sudah pasti akan dijual bukan? Kemudian melarikan diri ke luar pulau. Hidup bahagia untuk selama-lamanya. Syukurlah Tiffany tidak mengetahui harga sebenarnya kalung ini. Mengingat surat kelengkapan keasliannya masih ada di tangan Martin.
***
Pagi menjelang, dirinya juga harus berangkat ke sekolah. Mungkin karena itu hukumnya untuk tadi malam saja.
"Sudah merenungi perbuatanmu?" Tanya Safira pada Tiffany.
"Sudah! Aku salah sudah menginjak kaki Meira, sudah menendang wajahnya. Dan kesalahan itu akan aku ulangi lagi, jika Meira kembali kembali terjatuh saat aku sentuh." Kalimat Tiffany yang terang-terangan mengancam Meira. Membuat Meira hampir saja tersedak.
Anak panti ini berani mengancamnya? Mungkin itulah yang ada di fikiran Meira. Mungkin tidak disini, dirinya akan membalas semuanya di sekolah.
"Tiffany! Kamu tidak introspeksi diri! Tidak bisakah kamu hidup berdamai dengan Meira? Meskipun ibu dan Meira tidak memiliki hubungan darah, tapi Meira sudah seperti putri ibu sendiri." Geram Safira.
Tapi Tiffany memutuskan untuk bangkit. Tidak jadi sarapan."Kalau begitu anggap saja aku anak pembantu yang menumpang hidup. Apa susahnya."
"Kamu..." Kalimat sang ibu terhenti kala Tiffany meraih buah apel dari lemari pendingin, kemudian melangkah pergi.
"Nyonya! Aku berangkat!" Teriaknya, berjalan meninggalkan rumah mewah.
Safira terdiam sejenak. Anak pembantu? Jangan bercanda dirinya lah yang mengandung Tiffany selama 9 bulan. Walaupun pada akhirnya tertukar di rumah sakit dengan Meira.
Meira dibesarkannya dengan penuh cinta olehnya. Sementara Tiffany dititipkan di panti asuhan mengingat ibu yang melahirkan Meira meninggal.
Anak pembantu? Apa seburuk itu?
"Ibu, kakak hanya emosional. Mungkin karena kakak tidak menyukaiku. Anak kandung ibu sudah kembali, sebaiknya aku segera pergi, agar kak Tiffany tidak merasa tersaingi." Ucap Meira menitikan air mata buaya, walaupun buaya memang lebih baik dari Meira.
"Bukan begitu sayang...kamu tetap anak ibu." Safira memeluk erat Meira, membiarkan perasaan sakit mengganjal dalam hatinya. Tiffany, apa tidak bisa menerima Meira sebagai saudaranya? Tidak cepat atau lambat Tiffany akan mengerti.
***
Sementara itu, Tiffany tengah melangkah menuju halte bis terdekat. Cukup jenuh berada satu mobil dengan Meira.
Wajahnya tersenyum tenang. Dalam tasnya kini ada kalung bernilai sekitar 20 juta rupiah. Itulah yang ada dalam benaknya. Entah apa yang akan dilakukannya dengan kalung bernilai 8 buah rumah tersebut.
Hingga motor matic berhenti di hadapannya."Tiffany, kamu mengganggu Meira lagi!?" Bentak Beno pada kekasihnya. Mungkin Meira sudah mengadu.
"Aku mengatakan dia pemulung karena memungut sampahku." Ucap Tiffany penuh senyuman.
"Apa maksudmu?" Beno menahan rasa kesalnya.
Tiffany mendekat, membelai wajah Beno. Tapi hanya sejenak, tulang kering pemuda itu ditendang cukup kencang.
"Aaagghhh!" Pekik Beno memegangi kakinya.
"Kita putus, aku sudah bertemu yang lebih tampan dan lebih kaya darimu." Tiffany tersenyum tenang, mengedipkan sebelah matanya. Kemudian melangkah pergi.
bener kata Tiara, Tiffany keren calon istri siapa dulu dong 😁
ternyata Meira blm kapok juga
si author memang psikopat, selalu buat cerita yg buat emosi Naik Turun..
aku suka Thor...
lope Lope lah pokok nya