21+
Laura Anastasia, seorang gadis yatim piatu berusia 21 tahun, pemilik sebuah panti asuhan. Suatu hari ia dihadapkan dengan kenyataan bahwa mendiang sang ibu yang telah meminjam uang sebanyak 300 juta kepada seorang rentenir. Dengan menggadaikan sertifikat tanah panti asuhannya.
Mampukah Laura mendapatkan uang itu dalam waktu 2 hari? Atau ia harus rela kehilangan panti asuhan milik orang tuanya?
Edward Alexander Hugo, seorang pria mapan berusia 35 tahun. Seorang pewaris tunggal dari keluarga Hugo. Sampai saat ini, tidak ada yang tau tentang status hubungannya. Tidak pernah terdengar memiliki kekasih, mungkinkah dia seorang pria lajang atau mungkin sudah beristri?
Hingga suatu ketika, sang gadis yatim piatu dan sang pewaris di pertemukan oleh sebuah TAKDIR.
“Aku hanya membutuhkanmu saat aku tidur, jadi kembali lah sebelum aku tidur”. Edward Alexander Hugo.
.
.
.
.
Hai, aku baru belajar menulis. Mohon kritik dan saran dari pembaca sekalian.
Terima Gaji 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 18. Panggil Aku, Ed.
“Tidak bisa. Aku merindukanmu, Ara”. Ia kembali memeluk gadis itu dari belakang, dan meletakan kepalanya di bahu gadis itu, Ed pun semakin mengeratkan pelukannya.
“Tuan mau makan? Biar sekalian aku buatkan.” Tawar Laura.
“Aku sudah makan tadi saat di perjalanan.” Edward semakin menyerukan kepalanya di leher Laura. Ia menghirup aroma segar dari tubuh gadis ini.
“Tuan” Laura merasa geli, ia berusaha menghindari serangan dari Edward
“Mulai sekarang panggil aku, Ed. Jangan panggil aku tuan, tuan. Kuping ku sakit mendengarnya”. Bisik Edward di telinga Laura.
Laura bergidik, bisikan Edward membuatnya meremang. “Tapi itu tidak sopan. Kamu 14 tahun lebih tua dari ku, tuan. Sangat tidak sopan jika aku hanya memanggil nama mu saja.” Jawab Laura.
“Kamu tau aku kan. Aku tidak mau mendengar penolakan apapun. Aku katakan panggil aku, Ed. Ya panggil Ed.” Jawab Edward tegas.
“Baiklah E-Ed”.
‘Pria tua ini, kenapa sangat otoriter sekali. Mentang-mentang punya banyak uang’
Edward menarik hidung Laura. Sehingga membuat gadis itu memekik.
“Aww”
“Aku tau kamu mengumpat ku dalam hati cantik mu itu”. Bisik Edward lagi sambil menggigit kecil telinga Laura.
*****
Akhir pekan kini telah berganti dengan awal pekan yang baru. Pagi ini, kelas Laura di hebohkan dengan kehadiran dosen baru. Dosen yang mengajar pelajaran ‘Bisnis Management’ yang sebelumnya, minggu lalu telah pensiun. Di karenakan minggu lalu tanggal merah, jadi dosen yang baru mulai mengajar hari ini.
“Perkenalkan nama saya Rendra Arga Pratama. Saya berusia 27 tahun”.
Deg..
Laura yang sejak tadi sibuk menunduk membaca bukunya. Kini tiba-tiba menegakkan kepalanya. Ia tertegun mendengar nama panjang dosen barunya. Dan benar saja, pria muda yang berdiri depan itu, orang yang dia kenal.
“Kak Arga” gumam Laura
“Apa ada yang ingin ditanyakan lagi? Sebelum saya memulai pembelajaran?” Suara pria itu terdengar sangat lembut namun berwibawa.
“Pak, mau tau statusnya dong?” Tanya salah satu mahasiswi di depan Laura
“Huuuu” sorakan dari mahasiswa pun terdengar. Dan gadis itu hanya cengengesan.
“Kebetulan, pagi ini saya belum update status. Belum sempat buka medsos”. Jawab dosen tampan itu.
“Ah si bapak bisa saja. Maksud saya, ‘marital status’nya pak. Bukan status medsos nya”. Sahut gadis itu lagi.
“Oh, saya pikir status di medsos. Kalau di KTP status saya masih ‘single’ Jawab dosen itu sambil tersenyum.
“Available ga pak?” Celetuk mahasiswi yang lainnya.
Dosen itu hanya tersenyum kecil dan pandangan matanya tertuju pada Laura.
****
Pembelajaran kelas ‘Bisnis Management’ pun telah usai. Seperti biasa, Laura dan Melani akan melakukan santap siang di kantin kampus.
“La.. pinjam uang buat beli baso dong. Uang jajan aku hari ini habis untuk benerin mobil tadi pagi mogok”. Melani meminta dengan tatapan memelas.
“Mel.. kamu ini seperti dengan siapa aja. Sudah kamu tenang. Aku traktir kamu baso sepuasnya. Bila perlu ke Abang-abangnya”. Sombong Laura.
“Iya deh iya. Tau deh yang jadi calon nyonya Hu-. Laura membekap bibir Melani sebelum gadis itu selesai berbicara.
“Jangan bicara sembarangan Mel”. Peringat Laura.
Baso yang mereka pesan pun tiba di meja.
Laura dan Melani makan dengan damai, sesekali mereka masih mengobrol kecil.
“Boleh saya ikut bergabung?” Suara seorang pria yang mereka kenali menginterupsi. Seketika kedua gadis itu mendongak. Dan benar saja, dosen baru mereka kini berada di depan mereka.
“Silahkan, pak. Kalau bapak berkenan”. Kata Melani karena Laura hanya diam saja. Melani pun menyikut lengan Laura.
“Silahkan, pak”. Kata Laura canggung.
Pria itu duduk di hadapan dua gadis itu. Ia hanya membawa secangkir kopi.
“Bapak tidak makan?” Tanya Melani yang melihat dosennya tidak membawa makanan.
“Ini belum waktunya saya untuk makan siang”. Sahut dosen itu.
Melani pun menganggukkan kepalanya lalu kembali menyantap basonya.
“Apa kabar kamu, La?” Pria itu kembali bicara.
“Huhuk..huhuk..”
“Mel, pelan-pelan makannya”. Laura menyodorkan es teh kepada Melani.
“Kalian saling mengenal?” Selidik Melani
“Iya” sahut Laura dan Rendra bersamaan.
“Wah” Melani menganga tak percaya.
“Dia salah satu anak dari donatur di panti asuhan, Mel”. Jelas Laura saat melihat Melani menatapnya curiga.
“Apa kamu ada waktu setelah ini, La? Aku ingin bicara sama kamu”. Tanya Rendra
“Maaf pak, setelah ini saya harus bekerja paruh waktu”. Tolak Laura secara halus.
“Kamu bekerja dimana? Biar nanti aku mampir kesana”.
“Di Yulia’s kitchen, pak”. Yang menjawab adalah Melani.
Laura pun menoleh tak percaya kepada sahabatnya itu. Bagaimana bisa Melani begitu saja memberitahu dimana Laura bekerja. Melani yang mendapat tatapan tajam dari Laura hanya mengedikan kedua bahunya. Tanda tak perduli.
*****
“Akhir pekan kemarin, bos pergi kemana ?” Johan bertanya pada atasannya, mereka kini sedang makan siang berdua di ruangan kerja Edward, di Hugo’s Tower.
“Kenapa?” Tanya Edward sambil memasukkan potongan kentang ke dalam mulutnya.
“Tidak.” Johan menggeleng. “Tidak biasa bos pergi tanpa pesan apapun padaku”.
“Apa Ara menanyakan tentang kepergianku?” Bukannya menjawab pertanyaan Johan, Edward malah balik mempertanyakan tentang Laura.
“Tidak. Nona tidak menanyakan tentang bos”.
“Benarkah? Padahal aku sengaja tidak membalas pesannya. Agar dia penasaran dengan kepergian ku.” Edward menghentikan acara makannya.
“Huhuk..huhuk”. Johan tersedak makanannya.
“Pelan-pelan, Jo. Aku tidak akan mengambil makanan mu”. Ed menyodorkan air mineral kepada Johan.
“Apa bos kemarin pulang ke rumah Hugo ?” Tanya Johan lagi.
Edward mengangguk. “Iya.. sudah hampir sebulan aku tidak pulang, Felisha dan Devano juga merindukan aku.”
“Bagaimana kabar nyonya Felisha dan bos kecil, bos ?”
“Mereka baik, Jo. Sebenarnya, Aku ingin mereka tinggal disini saja dengan ku. Tapi Felisha begitu keras kepala, dia lebih suka tinggal disana”. Edward menyadarkan punggung nya di sandaran sofa. Pandangannya menerawang jauh.
“Bos, bagaimana pun juga kondisi kesehatan nyonya Felisha lebih penting daripada keinginan bos sendiri, kan?” Edward menganggukkan kepalanya. “Jadi ya, jalani saja bos seperti ini. Toh bos bekerja juga untuk mereka”. Imbuh Johan lagi, sambil membereskan piring kotor bekas makan siang ia dan atasannya itu.
“Oh ya bos, apa nyonya Felisha tau tentang keberadaan nona Laura?” Tanya Johan setelah ia kembali dari mini pantry yang ada di ruangan itu.
Edward menggeleng. “Aku masih waras, Jo. Felisha akan sangat cemburu jika tau ada wanita lain di hidupku”.
.
.
.
To be continue
bab nya jdi sama ceritanya
lanjutkeun... 👍👍👍