Embun tak pernah menyangka bahwa kejutan makan malam romantis yang dipersembahkan oleh sang suami di malam pertama pernikahan, akan menjadi kejutan paling menyakitkan sepanjang hidupnya.
Di restoran mewah nan romantis itu, Aby mengutarakan keinginannya untuk bercerai sekaligus mengenalkan kekasih lamanya.
"Aku terpaksa menerima permintaan ayah menggantikan Kak Galang menikahi kamu demi menjaga nama baik keluarga." -Aby
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 : EMBUN DI MANA?
"Apa yang terjadi? Bagaimana Embun bisa hilang?" teriak Aby dengan kedua tangan mencengkram bagian dada jaket parasut yang membalut tubuh Dewa, hingg kusut.
Membuat pria bertubuh jangkung itu terdiam. Bibirnya seperti terkunci. Ia tak tahu jawaban apa yang harus diberikan kepada Aby. Dewa menjadi orang yang paling merasa bersalah atas hilangnya Embun, karena dirinya lah yang memberi tugas untuk mengumpulkan ranting kering untuk membuat api unggun.
Sedangkan Vania yang berdiri di belakang menatap heran. Rasa tak percaya melihat reaksi Aby yang baginya berlebihan.
"Sabar, Aby! Ini bukan saatnya untuk menyalahkan siapa-siapa!" Haikal, salah satu pembina yang juga adalah teman lama Aby mencoba menjadi penengah setelah melihat ketegangan antara Aby dan Dewa. "Yang terpenting sekarang adalah mencari dan menemukan Embun. Kita harus berpikir jernih dan jangan panik!"
Aby tersadar.
Perlahan cengkeramannya merenggang. Pria itu menarik napas dalam-dalam demi mengurai amarah yang tengah menguasai dirinya.
"Aku minta maaf," ucapnya seraya menarik napas dalam-dalam.
"Sekarang kita harus berpencar mencari." Haikal masih berusaha mengurai suasana tegang. Ia kemudian membagi rombongan dalam beberapa kelompok. Ada yang mencari di atas, dan ada pula yang akan turun untuk menyisir tebing.
Pencarian pun dilanjutkan dengan mengandalkan cahaya dari senter. Aby menyusuri tebing yang curam demi menemukan keberadaan istrinya. Mengabaikan gelap dinginnya malam yang membungkus tubuh.
"Embun!" teriak Aby untuk yang ke sekian kali.
Ia hampir menangis. Entah menyesali keputusannya mengizinkan Embun pergi, atau kah menyesal membiarkannya pergi sendiri tanpa dirinya.
Yang pasti, Aby belum pernah merasakan ketakutan seperti sekarang. Terlebih, setelah melihat kondisi tebing yang curam dan penuh bebatuan. Rerumputan liar yang tinggi turut menyulitkan pencarian.
"Kamu di mana, Embun!" teriakan Aby menggema di kegelapan malam. Berharap Embun akan menjawab panggilannya. Namun, tak ada jawaban sama sekali.
Hampir dua jam dihabiskan rombongan itu untuk mencari. Beberapa mahasiswa sudah naik ke atas karena kelelahan. Sebagian yang lain masih terus mencari, termasuk Dewa dan Haikal. Sementara Aby terus mencari tanpa mengenal lelah. Yang ia inginkan sekarang hanya menemukan Embun dan membawanya pulang.
.
.
.
"Embun di mana, ya. Aku udah capek keliling cari," ujar Mega, salah satu dari beberapa mahasiswi yang masih melakukan pencarian.
"Bagaimana kalau terjadi apa-apa sama Embun." Yang lain sudah menerka-nerka apa yang akan terjadi kepada Embun. Apakah ia akan ditemukan dalam keadaan bernyawa atau tidak.
"Eh, Van ... kamu tadi ke mana saat kita cari ranting kayu?" tanya Mega, dengan satu alis terangkat dengan tatapan penuh selidik.
Vania memutar bola mata malas. "Aku kan disuruh Kak Dewa ke air terjun untuk ambil air."
Namun, jawaban yang diberikan Vania tak serta-merta membuat mereka puas. Malah sekarang sudah melayangkan tatapan curiga terhadap wanita itu.
"Bener? Tadi aku lihat kamu sempat ribut dengan Embun! Apa jangan-jangan ...." Mega kembali melayangkan tatapan penuh curiga.
Vania tergugu. Menyorot marah teman-teman yang seperti sedang berusaha menyudutkan dirinya.
"Kalian kenapa liatin aku begitu? Jangan pikir yang macam-macam, ya! Aku memang nggak suka sama Embun, tapi untuk apa aku dorong dia ke jurang?"
Wanita itu mendengus marah. Lalu meninggalkan teman-teman wanitanya untuk bergabung dengan rombongan yang lain.
Sementara Mega melirik Vania dengan tatapan penuh makna.
.
.
.
"Aby ... Embun ketemu!" Teriakan Dewa menggema, membuat Aby segera berlari ke sumber suara. Ketakutan itu semakin nyata ketika dari kejauhan, ia melihat sosok yang diyakininya adalah Dewa dan haikal yang berlari cepat menuruni tebing dengan senter menyorot ke arah jurang yang terjal.
Dari tempatnya berada, ia dapat melihat sosok yang terbaring di antara rerumputan. Melihat dari warna jaket saja, Aby sudah meyakini kalau sosok tersebut memang adalah istrinya.
Tanpa memerdulikan medan yang berbahaya, Aby berlari. Tubuhnya harus beberapa kali terpeleset saat kehilangan keseimbangan.
"Embun!"
Aby meraih tubuh Embun dari pangkuan Dewa. Mendekapnya erat ketika merasakan tubuh Embun yang menggigil. Dan itu membuatnya semakin disergap rasa takut.
"Bangun, Mbun!" ujarnya seraya menepuk pipi berulang-ulang. Kemudian kembali memeluk seerat-eratnya.
Namun, wanita itu masih terpejam. Sebagian pakaiannya sudah basah. Aby membuka jaket miliknya dan melingkarkan ke tubuh Embun.
"Kita gantian aja gendong Embun ke atas," tawar Haikal, membuat Dewa mengangguk setuju.
"Benar. Aby nggak mungkin bisa sendirian bawa Embun ke atas."
Ketiga pria itu akhirnya saling bergantian membawa Embun ke atas. Embun terperosok ke dalam tebing yang cukup dalam. Butuh hampir 30 menit untuk bisa membawanya ke atas.
Semua terlihat panik dan ketakutan, tak terkecuali Vania. Namun, sejak tadi Vania hanya terfokus kepada Aby, yang kini tengah memangku tubuh Embun sambil melepas letih. Pria itu bahkan sudah beberapa kali terlihat menciumi kening istrinya.
Tak ada luka serius di tubuh Embun. Hanya beberapa lecet yang diyakini akibat kulitnya bergesekan dengan bebatuan. Selain itu, beberapa saat lalu, ia sempat membuka mata, sebelum akhirnya kembali tertidur dalam dekapan suaminya.
"Aby, kita bawa Embun ke tenda saja," ujar Haikal, setelah mampu mengatur napas yang memburu. "Kita nggak mungkin bawa Embun turun sekarang. Dia cuma kedinginan, di badannya juga nggak ada luka serius."
Aby mengangguk setuju, dengan tangan masih melingkari tubuh istrinya.
"Bajunya juga basah. Mungkin kamu bisa gantiin di tenda nanti," tambah Haikal.
Membuat Vania yang berdiri di belakang meremas ujung pakaiannya.
***
benar knp hrs nunggu 6 bln klo hrs cerai lebih baik skrng sama saja mlh buang2 wkt dan energi, bersyukur Embun ga oon🤭