Alan ... menikahlah dengan Delila, ku mohon! Aku sangat mencintai anakku Delila, aku paling tidak bisa terima bila dia di permalukan. Nelson Jocelyn
Saya tidak mau karena saya tidak mencintainya. Alan Hendra Winata
Maaf, maafkan aku telah menyeretmu ke dalam masalah besar ini. Delila Jocelyn
Pernikahan yang tak di inginkan itu apakah tumbuh benih-benih cinta atau hanya akan ada rasa sakit yang menjalar di antara keduanya?
Yang penasaran dengan ceritanya langsung saja kepoin ceritanya disini yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bilqies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan Cemas
Siang ini Luna telah berada di salah satu dealer mobil mewah di Jakarta. Dia berjalan dengan angkuhnya mengelilingi toko mobil itu. Luna menginginkan sebuah mobil sedan dengan logo bintang berwarna merah. Mobil yang sama seperti milik Delila.
"Nyonya Luna, mobil yang anda inginkan ada namun keluaran akhir tahun kemarin. Maaf untuk keluaran terbaru harus inden terlebih dulu," jelas pegawai dealer itu.
"Apa? Saya tidak peduli pokoknya saya ingin mobil itu yang terbaru yang bisa di pakai dalam waktu dekat ini," tegas Luna dengan sorot mata tajam.
"Baik Nyonya, saya mengerti. Akan segera saya proses," jawab pegawai dealer itu.
Senyum lebar mengembang di wajahnya, kini dia merasa puas bisa memiliki apapun yang Delila punya, termasuk mobil mewah seperti Delila.
"Aku sudah mendapatkannya dari kekasihmu, Delila," gumam Luna sembari tertawa puas tanpa menghiraukan orang di sekelilingnya. Tampak banyak mata yang memperhatikan dirinya dengan tatapan heran.
Luna begitu egois, dia sama sekali tak peduli dengan Lucas yang memiliki banyak masalah di perusahaan.
🌷🌷🌷
Alan telah sampai di rumahnya ketika hari sudah mulai gelap. Tampak Delila yang berdiri di pintu utama menyambut kedatangan suaminya.
"Selamat datang, aku senang kamu sudah datang," ucap Delila sembari tersenyum manis.
Ada rasa senang yang menyeruak di hati Alan ketika mendapat perlakuan seperti itu.
"Ayo cepat mandi dan ganti baju. Aku sudah masak untuk makan malam," seru Delila pada suaminya.
"Baiklah, tunggu sebentar." Alan berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Tak butuh waktu lama untuk Alan yang kini sudah rapi dengan baju santainya. Dia memakai kaos warna putih dengan celana pendek selutut berwarna hitam. Kini dia sudah duduk di kursi yang berada di ruang makan menemani Delila yang tengah menyiapkan makan malam.
"Bagaimana dengan harimu hari ini?" tanya Delila ketika duduk berhadapan dengan suaminya itu.
Alan pun membuka suara dengan suka hati menceritakan kegiatannya hari ini termasuk bercerita tentang Ibunya yang akan datang ke Jakarta untuk menemuinya dan juga Delila.
"Ibuku orang yang sangat tegas, Delila. Pasti pengaruh dari cara dia membesarkan ku seorang diri. 1 tahun aku berhubungan dengan Luna tapi tak membuat mereka dekat. Luna sama sekali tak menyukainya," jelas Alan tersenyum kecut saat mengingat hal itu.
"Nggak apa-apa. Lagian kita kan belum bertemu langsung dengan Ibu jadi jangan pesimis dulu. Kalau pun Ibu mau marah itu wajar, seharusnya setelah menikah kita yang datang mengunjunginya bukan malah sebaliknya," jawab Delila dengan tenangnya.
"Apa kamu yakin mau bertemu dengan Ibuku?" tanya Alan memastikan kembali. Dia takut kejadian yang sama seperti Luna yang tak menyukai Ibunya.
"Tentu saja, aku malah senang Ibu mau datang mengunjungi kita," jawab Delila tanpa ragu.
Alan begitu lega mendengar jawaban istrinya yang tak keberatan dengan kedatangan Ibunya. Namun ada perasaan gelisah di hati kecilnya, dia takut Delila tak bisa menyesuaikan diri dengan sikap Ibunya nanti.
Malam ini adalah malam kedua bagi Alan yang tidur sendiri, begitu juga dengan Delila yang tengah terbaring sendirian di kamarnya.
"Bagaimana kalau ibu tahu jika kami tidur terpisah dan pernikahan ini hanya pernikahan pura-pura?" gumam Alan kembali mendudukkan tubuhnya dengan perasaan cemas yang menyelimutinya.
Alan jelas tahu bagaimana sifat Ibunya apalagi menyangkut hubungannya dengan Tuhan, Ibunya pasti akan lebih tegas lagi. Meskipun pernikahan ini bukan keinginan dia dan Delila tapi tetap sah di mata Tuhan. Alan pun yakin jika Ibunya tahu akan fakta sebenarnya, pasti tak suka bila Alan mempermainkan sebuah pernikahan.
Selama ini Ibunya mendidik Alan untuk tidak menyakiti hati seorang wanita yang menjadi istrinya. Ibunya tak ingin Alan seperti ayahnya yang pergi meninggalkan mereka begitu saja.
Seketika ingatannya kembali dimana hari dia menikahi Delila. Ingin rasanya Alan melarikan diri karena dia tak mencintai Delila dan tak mungkin bagi dirinya hidup bersama dengan Delila. Tapi mengingat bagaimana pesan Ibunya membuat Alan mengurungkan niatnya untuk pergi. Dan ternyata hidup bersama Delila tak seburuk yang dia bayangkan. Justru dia merasa nyaman berada di dekat Delila.
"Delila sosok perempuan yang baik, dia sahabat yang luar biasa. Tentu saja dia akan menerima kehadiran Ibu," gumam Alan. Dia kembali membaringkan tubuhnya dengan segala macam pikiran yang memenuhi kepalanya membuat Alan terlelap dalam tidurnya.
🌷🌷🌷
"Selamat pagi," sapa Delila ketika Alan mulai membuka matanya.
"Sudah pukul 5. Ayo bangun, jangan lupa solat. Aku tunggu di bawah ya, mau siapin sarapan." Lanjutnya lagi, dan Alan menganggukkan kepalanya dengan seulas senyum di wajahnya.
Kini keduanya sudah duduk di meja makan menikmati sarapannya. Setiap pagi mereka akan menikmati sarapan bersama dan di tambah sekarang Delila mengantar Alan hingga ke pintu utama sebelum suaminya pergi bekerja.
"Delila hari ini aku akan menghubungi Ibu, agar dia datang kemari," ucap Alan sebelum dia pergi.
"Kapan Ibu datang kesini? Nanti biar aku jemput di bandara," jawab Delila antusias.
"Kamu ke bandara sama siapa?" tanya Alan dengan kerutan halus di keningnya.
"Sama Pak Iwan sopir Daddy," jawab Delila.
Delila melihat jelas perubahan mimik wajah Alan menjadi dingin.
'Apa dia mengkhawatirkan ku?'
"Kamu jangan khawatir, Pak Iwan adalah sopir kepercayaan Daddy ku. Dia yang mengantarkan aku saat Lucas nggak ada." Tanpa sadar Delila telah menyebutkan nama seseorang yang sangat tabu untuk di ucapkan.
"Oh, baiklah. Nanti akan aku kabari lagi." Alan berjalan masuk ke dalam mobilnya. Tanpa Delila ketahui Alan merasa kesal ketika nama Lucas disebutkan. Ada rasa sakit yang begitu dalam di hati Alan saat mengingat bagaimana rakusnya lelaki itu mencium Luna, kekasih yang sangat di cintainya.
Di dalam mobil dia melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Dia melihat pantulan Delila dari kaca spionnya melambaikan tangan dan Alan tersenyum melihat itu. Entah kenapa hal sederhana itu berhasil menghangatkan hatinya.
🌷🌷🌷
Kini Alan telah sampai di kantornya, dan seperti kemarin yang dia alami semua orang memperlakukan Alan dengan penuh hormat. Dia merasa heran karena hal seperti ini tak pernah terjadi sebelumnya.
Alan berjalan memasuki ruangannya, tapi sebelum memulai pekerjaannya, dia mengirimkan pesan terlebih dulu untuk Ibunya.
🌷🌷🌷
Sementara di tempat yang berbeda, tepatnya di sebuah apartemen yang mewah tampak Lucas yang baru saja bangun dengan wajah paniknya. Sinar mentari yang terang menerobos masuk ke dalam celah tirai kamar tidurnya.
"Luna, ayo bangun! Aku kesiangan, mana ada meeting penting lagi pagi ini," gerutu Lucas dengan nada kesal.
Melihat tak ada pergerakan dari Luna, Lucas pun mengulang kembali ucapannya berharap kekasihnya segera bangun. Lucas tahu pasti Luna merasa capek karena ulahnya semalam yang telah menggempur tubuh sintal Luna.
"Luna, cepat bangun! Tolong siapkan semua keperluanku!"
.
.
.
🌷Bersambung🌷
yah dah di pastikan ini mah novel sering tahan nafas 😁😁😁😁
pantes kalau Lucas sma Luna