Kejadian pada masa lalu diramalkan akan kembali terjadi tidak lama lagi. Tuan kegelapan dari lautan terdalam merencanakan sesuatu. Enam sisi alam dunia mitologi sedang dalam bahaya besar. Dari seratus buku komik yang adalah gerbang penyebrangan antara dunia Mythopia dan dunia manusia tidak lagi banyak yang tersisa. Tapi dari sekian banyak kadidat, hanya satu yang paling berpeluang menyelamatkan Mythtopia dari ramalan akan kehancuran tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fredyanto Wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17: Terrible Wings(Part 2)
Esok harinya, Melody berangkat ke sekolah seperti biasanya. Ibunya sudah pergi ke tempat kerjanya tidak lama waktu dia hampir masuk dan mengetahui mengenai sayap itu. Ibunya sudah menyelesaikan urusannya dirumah. Jadi Melody berjalan kaki ke sekolahnya.
Tapi tenang saja. Masalah teratasi! Setidaknya untuk saat itu.
Melody menggunakan mantel panjang sampai menutup kaki ala agen rahasia. Lengkap dengan kaca mata hitamnya. Dan sayap itu disembunyikan di balik mantelnya. Dia juga tidak lupa mengikatnya di pinggang agar sayap itu dapat muat di baik jubanya, juga agar sayap-sayap itu tidak kembali merentang dan mengepak sembarangan.
Orang-orang di jalan mungkin akan cuek melihat penampilannya. Akan tetapi lain cerita ketika dia sampai di sekolah.
Murid-murid lain memandangnya heran. Di dalam pikiran mereka mulai bertanya-tanya kenapa Melody mengenakan pakaian serba tertutup seperti itu.
Melody sebenarnya hanya ingin mengenakan mantel saja untuk menutupi sayapnya. Tapi sekalian saja dia mengenakan kaca mata agar dapat memberikan alasan yang pamungkas dihadapan para guru jika mereka bertanya nanti.
Hanya untuk berjaga-jaga.
Sedang minum, "Pruuuffh!" Abigail menyembur. Melihat kedatangan Melody di lorong loker sekolah. Baru saja masuk dari pintu depan.
"Melody?!" Abigail sontak terbengong melihat penampilannya. Melody melenggang masuk seperti peraga model busana.
"Apa itu kau?!" Abigail tidak percaya apa yang dilihatnya.
Berhenti tepat di hadapan Abigail... Melody menarik senyum miring. Mengangkat Kedua alisnya beberapa kali. "Hai!"
"Um...Kau yakin kau baik-baik saja?!"
Mengibas rambutnya yang padahal tidak sepanjang itu, "Sempurna!" Jawab Melody sambil menaruh kedua tangan di pinggang. Lebih mengedikkan tubuhnya tegak.
Walaupun Melody menjawab begitu. Abigail masih tidak yakin apa yang terjadi dengannya. Dirasa ada yang tidak beres tapi sampai jam pelajaran dimulai Melody belum mau memberitahu sedikitpun kepadanya. Soal kenapa dia memakai setelan mantel seperti itu.
Dari luar gerbang, halaman depan sekolah, sampai lorong sekolah, murid-murid lain memandangnya udik. Sebagian banyak dari mereka saling membicarakan Melody.
Teresa dan Lissie juga sampai menertawainya. Dan Teresa sempat mengatakannya gila. Tapi Melody cuek.
Saat di jam kelas pertama baru dimulai...
"Selamat pagi semuanya! Sekarang waktunya untuk... YA AMPUN APA ITU?!" Guru sejarah hampir melompat ketika baru datang masuk dari arah pintu dan menghadap ke arah pada murid. Saking terkejutnya, dia sampai spontan melempar barang-barang yang dibawanya ke atas.
Lembar-lembar kertas berhamburan.
"Melody?! Apa itu kau?!" Pertanyaan yang sama seperti Abigail. Melody hanya terdiam di balik kaca mata hitamnya.
"Apa yang kau kenakan itu?!" Gurunya fokus memperhatikan. Kepalanya lebih maju memandang Melody. Dia bertanya-tanya.
"Entah! Dia dari tadi tidak mau memberi tahu kami," Salah satu murid pria berbicara. Mengangkat bahunya.
"Oh aku tahu! Mungkin seragamnya masih basah karena hujan kemarin," Sambung dari yang lain. Teresa menyelipkan sindiran kepada Melody.
Yang lain pun tertawa karena kemungkinan yang ngasal dan terlalu mengada-ngada dari Teresa. Padahal kemarin saja tidak ada turun hujan. Dan nyatanya Melody tidak bisa memakai seragam sekolahnya karena sayap itu tidak kunjung menghilang. Di balik mantel itu, Melody masih mengenakan kaos rumahan saat terakhir kali dipakainya kemarin sore.
"Sudah sudah!" Menghentikan tawaan mereka. Guru Sejarah mereka lalu fokus bertanya lagi pada Melody.
Dan Melody beralasan kalau di sedang ada masalah pada kulitnya. Jadi mantel panjang yang menutupi hampir seluruh tangan dan kakinya itu berguna agar yang lain tidak tertular karena penyakitnya.
Mendengar alasan darinya... Murid-murid yang berada di meja bangku paling dekat dengan Melody langsung segera memindahkan tempat mereka lebih menjauh.
Melody cuek. Hanya menoleh kanan dan kirinya.
"O...ke... Lalu untuk apa juga harus mengenakan kaca mata?!" Lagi tanyanya. Sekarang fokus memperhatikan kaca mata hitam yang dikenakan Melody.
"Oh ini?!" Menunjuk kaca matanya sendiri, "Mataku juga bermasalah. Jadi aku berusaha tidak kontak mata kepada yang lain secara langsung," jawab lagi alasan dari Melody.
"Astaga Melody, kau ini habis makan apa?!" Gurunya menggeleng. Melody hanya mengangkat bahu.
Tidak mau terus mempusingkan penampilan Melody, Guru mereka lalu memulai kelas.
"Jangan coba-coba sentuh barang-barangku!" Ucap pelan Teresa dari bangkunya. Menatap fokus kearah Melody. Abigail dan Theo hanya diam di bangkunya masing-masing.
Bukan hanya mereka... Delphine juga akhirnya tahu soal penampilan Melody.
Dan Melody mengajak mereka bertiga untuk menemuinya di perpustakaan setelah jam pulang sekolah. Ingin membicarakan mengenai sayap itu. Juga alasannya soal penyakit kulit itu sebenarnya tidak benar. Dirinya hanya mengada-ngada untuk menghindari kecurigaan yang lain.
"Baiklah, apa yang ingin kau beri tahu kepada kami?!" Delphine memandang lurus-lurus. Lalu Melody mulai melepas kaca mata dan mantelnya.
Melepas ikatan di pinggangnya... Flup! Sayapnya kembali merentang. Itu sontak mengejutkan Delphine, Abigail dan Theo yang langsung sigap bersembunyi mengintip di balik punggung Delphine. Mereka terkesiap.
"Itu... Sayap...," Abigail menunjuk setengah lurus.
"Mengerikan. Aku tahu!" Tubuhnya merunduk lesu.
"Aku tidak tahu apa aku harus memuji sayap itu atau sebaliknya, tapi... Setidaknya kau memiliki sayap. Kau tahu... Anggap saja ini suatu kemajuan!" Ucap Delphine. Berusha berpikir positif. Setidaknya mereka sekarang sudah tahu Melody sebagai apa di Mythtopia.
Peri dari alam ketujuh. Mengenai sayap itu... Menurut Abigail juga tidak buruk.
"Aku tidak bisa beraktifitas dengan sayap di belakang punggungku! Ini tidak bisa hilang! Aku tidak tahu caranya!" Melody melepas semua rasa panik setelah tertahan sepanjang jam pelajaran sekolah.
"Abi... Kau adalah Peri! Beri tahu aku bagaimana caranya!" lanjutnya. Pandangannya fokus lurus-lurus pada Abigail.
"Uh... Aku tidak yakin," berpikir sambil menggaruk-menggaruk kepala.
"Apa?! apa maksudmu tidak yakin?!" Melody tidak habis pikir. Bagaimana Abigail tidak mengerti dengan cara kerja sayapnya sendiri.
Padahal Melody masih ingat waktu sebelum mereka kembali dari Mythtopia. Tapi Abigail mencoba meluruskan. Sayap miliknya itu sebenarnya lenyap begitu saja ketika mereka menyeberangi portal kembali. Dan walaupun selama Melody tidak hadir disana Abigail sudah berlatih dan lebih mahir cara mengendalikan sayap-sayapnya, tapi dirinya tidak bisa mengajar Melody. Dirinya saja bahkan masih harus menyempurnakannya.
"Jadi apa yang harus aku lakukan?!" Melody menjambak rambutnya sendiri. Tidak tahu lagi harus apa.
Tapi di tengah mereka sibuk memikirkan sayap Melody...
Draak... terdengar suara pintu perpustakaan terbuka. Mereka sontak menoleh pada arah pintu. Dan Melody langsung berbalik arah.
Baru masuk, "A... pa itu?!" Teresa terdiam terpaku_ memandang mereka yang berada di dalam sana. Terutama penampilan bersayap Melody. Dia terpaku tercengang untuk sesaat.
Melody dan tiga lainnya juga sontak terpaku tegang. Tidak ada yang bergerak_ seakan mematung.
Kedatangan Teresa yang tidak terduga membuat mereka takut, kalau segalanya tentang Mythtopia malah sampai terbongkar.
Tapi...
"Sungguh?!" ekspresinya kembali normal. Memandang Melody dengan datar. "Sepertinya ada yang tertinggal rombongan karnaval! ha ha ha!"
"Oh Eh... kami kira kau sudah pulang?! Apa yang kau lakukan disini?!" Melody gugup. Wajahnya mulai berkeringat.
"Dengar... aku tidak peduli apa yang kau pakai itu! Aku ke sini hanya untuk mengambil ponselku yang tertinggal," jelas Teresa sambil melangkah masuk dan mengambil ponsel yang ada di atas salah satu meja perpustakaan sana. Dia lalu kembali berjalan keluar tanpa mempedulikan sayap Melody yang dia tidak tahu kalau itu sebenarnya nyata.
"Sayap yang keren ngomong-ngomong!" ucapnya, menyempatkan diri di ambang pintu sambil memandang pada arah Melody. Dia lalu kembali menutup pintu dari luar sana.
"Hiuh!" Mereka berempat serentak melepas nafas lega. Abigail duduk lemas pada kursi.
Karena momen yang cukup membuat diri Melody merasa roh nya akan terlepas dari tubuhnya, setelah itu Melody hanya bisa tertawa canggung kepada yang lainnya. Tidak menyangka kalau Teresa tidak menyadari itu. Yang lainnya juga berpikir begitu.
"Dengar kan tadi?! Dia saja memuji sayapmu! Jadi tidak seburuk seperti dugaanmu," ucap Delphine.
Jadi karena mengetahui Melody yang sepertinya sudah mendapatkan panggilannya yang mungkin sebagai kaum peri walaupun dari alam berbeda, Delphine, juga tidak lupa mencoba kembali membujuknya untuk kembali ke Mythtopia.
Dan di balik ajakannya. Delphine juga memberi ide kepada Melody kalau barangkali ada solusi di sana. Solusi untuk mengendalikan sayapnya.
Butuh kalimat yang tepat untuk meyakinkannya... tapi akhrinya Delphine berhasil membujuknya. Tapi sayangnya Melody tidak sedang membawa buku komik miliknya. Jadi dia tidak bisa ke sana.
Karena Melody tidak membawanya ke sekolah, jadi mereka setuju untuk sama-sama bertemu di rumah Melody. Berkumpul di sana. Masing-masing dari mereka lebih dulu meminta izin pada orang tuanya. Dan Theo kembali didesak. Menelepon orang tuanya di rumah kalau dirinya akan pulang lebih larut.
Tugas sekolah adalah alasan mereka.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...