Alvian, seorang pria muda nan tampan menginginkan sosok seorang Istri yang cantik dan aduhai.
Ia terpaksa harus menelan kekecewaan saat orang tuanya justru menjodohkan dia dengan Aylin, seorang perempuan tertutup dan bercadar.
Hal itu membuat Alvian berbuat sesuka hati agar Aylin tak kuat menjalani bahtera rumah tangga dengannya dan meminta untuk berpisah.
Namun, siapa sangka hal itu justru menjadi bumerang bagi dirinya sendiri setelah dia tahu kalau di balik cadar istrinya, tersembunyi paras cantik yang selama ini sangat ia idam-idamkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
"Aku mau pergi keluar sebentar,"
"Silahkan," jawab Aylin tanpa mengalihkan pandangan dari novelnya.
"Kamu tidak bertanya aku mau pergi kemana?" tanya Alvian dengan senyum sinisnya.
"Itu bukan urusanku? Jika ingin pergi, pergi saja. Kunci saja pintunya dari luar, aku tidak ingin tidurku terganggu karena harus membukakan pintu!" jawab Aylin seraya beranjak pergi meninggalkan suaminya.
Aylin dengan santai melangkah pergi meninggalkan Alvian yang kini menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Dasar bocah? Dia pikir dengan memamerkan kemesraan dengan pacarnya aku akan cemburu dan menangis darah? Kekanak-kanakan sekali! Kapan dia akan bersikap layaknya pria dewasa?" gerutu Aylin dalam hati.
Aylin segera masuk ke kamar dan merebahkan diri di sana.
Sebelum matanya benar-benar terpejam, Aylin mendengar ponselnya berdering menandakan pesan masuk.
Ia ternyata mendapatkan pesan dari Byan yang saat ini sedang merindukannya, sama halnya dengan dirinya.
Meskipun usia mereka terpaut cukup jauh, namun Byan adalah satu-satunya teman yang selalu bisa membuatnya tersenyum.
Aylin membalas pesan dari Byan sambil mengukir senyum di bibirnya.
Alvian masuk ke dalam kamar, ia melihat istrinya terlihat bahagia saat bermain ponsel dan hal itu berhasil memancing emosinya.
"Apa dia sedang bertukar pesan dengan pria yang bernama Riko itu?" batin Alvian kesal.
Meskipun Alvian memiliki seorang kekasih, tapi ia tak mau jika istrinya juga memiliki hubungan dengan pria lain.
Hal itu sungguh menodai harga dirinya sebagai seorang pria.
Karena merasa emosi, tanpa sadar Alvian meraih sesuatu dari atas meja rias dan menghempasnya ke lantai begitu saja.
Prang!!!
Suara pecahan kaca saat benda itu membentur lantai seketika membuat Aylin terhenyak.
Aylin bangkit dari tidurnya dan menatap ke arah lantai.
Aliran darahnya seketika naik hingga ke ubun-ubun saat melihat benda yang di lempar Alvian ternyata pelembab wajah yang baru dibelinya.
"Mas Alvian, apa yang kamu lakukan?" pekik Aylin kesal.
"Harusnya aku bertanya! Apa yang kamu lakukan? Berani sekali kamu berhubungan dengan pria lain di belakangku!" sentak Alvian tak mau kalah.
Aylin sama sekali tak memperdulikan pertanyaan bodoh Alvian, ia lebih memilih turun dari ranjang dan berjongkok demi memastikan keadaan pelembab wajahnya yang kini tergeletak di lantai.
Namun, sebelum Aylin berhasil meraih benda itu, Alvian sudah lebih dulu menendangnya.
"Mas, kenapa kamu selalu bersikap kekanakan seperti ini? Aku saja membebaskanmu untuk berhubungan dengan siapa pun, lalu kenapa aku tidak boleh melakukan hal yang sama?" tanya Aylin dengan dada bergemuruh.
"Pokoknya aku melarang kamu melakukan hal itu! Itu akan melukai harga diriku!"
"Lalu apa kamu memikirkan harga diriku juga?" jawab Aylin dengan mata yang memerah.
"Aku seorang pria, aku bisa memiliki istri berapapun yang aku mau!" jawab Alvian tak mau kalah.
"Kalau begitu lebih baik kamu menikah lagi! Hal itu lebih baik dari pada kamu terus berbuat zina dan memperbanyak dosa!" sentak Aylin yang sudah tak kuasa lagi menahan emosinya.
"Kamu tidak perlu bersikap sok suci, aku di belakangku kamu juga dengan pria lain, kan?" tuduh Alvian sambil terus menuding wajah Aylin.
Aylin dengan cepat mengambil ponselnya, lalu menunjukkan isi pesan dari Zahra pada Alvian.
"Lihat ini baik-baik, lain kali jangan asal menuduh orang tanpa bukti. Apa ini yang kamu pelajari selama kuliah di luar negeri? Benar-benar mengecewakan!" sindir Aylin.
Alvian mendengus kesal, sebenarnya tadi ia hanya berpura-pura sedang menghubungi kekasihnya untuk membuat Aylin merasa cemburu.
Sebenarnya Riana sudah tidur lebih dulu. Namun, jika dirinya tidak jadi pergi dari rumah, Aylin akan semakin merendahkannya.
"Sejak ada kamu di rumah ini, suasana di rumah ini jadi tidak nyaman, lebih baik aku pergi," gumam Alvian.
"Kalau mau pergi, tinggal pergi saja! Kamu pikir aku juga senang jika melihatmu? Tidak sama sekali," jawab Aylin dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Aylin segera mengambil sapu, dan membersihkan bekas pecahan kaca yang berserakan.
Ini pertama kalinya ia bertemu dengan pria semenyebalkan Alvian.
"Dasar cengeng, begitu saja nangis! Besok akan aku ganti!" bentak Alvian.
"Tidak perlu, aku bisa beli sendiri. Kalau memang mau pergi, lebih baik cepat pergi dari sini dan temui perempuan idamanmu itu, kasihan dia sudah lama menunggumu!" jawab Aylin ketus.
"Kamu..."
Alvian dengan cepat menyambar jaket dan segera meninggalkan Aylin yang masih berjongkok memungut pecahan kaca.
Alvian tak tahu harus pergi kemana, ingin berkunjung ke rumah teman, namun ia merasa malas.
Akhirnya dia tanpa sadar di sudah hampir mengelilingi kota Jakarta.
Sampai-sampai dia merasa haus dan memutuskan untuk berhenti di sebuah minimarket.
Saat akan membayar minuman yang dia beli, tanpa sengaja ia melihat merk pelembab yang sama persis dengan milik istrinya tadi.
"Mbak, sama itu sekalian," pinta Alvian.
"Iya, masih ada lagi?"
"Cukup, itu saja!"
Alvian segera membayar dan pergi.
Setelah di dalam mobil dia merenung.
"Kenapa aku membeli ini?" batin Alvian.
Entah kenapa setelah melihat benda itu ada rasa bersalah yang menyergap hati.
Alvian terus menatap benda itu dan sambil membayangkan seperti apa sebenarnya wajah istrinya.
"Skincarenya saja pakai yang murahan, aku yakin wajahnya pasti tidak cantik," gumam Alvian.
Aylin sangat jauh berbeda dengan Riana yang sering menghabiskan banyak biaya hanya untuk sekedar ke salon, perawatan dan lain sebagainya.
Bahkan harga skincarenya saja bisa cukup menguras isi dompet.
Tapi, hasilnya memang tidak mengecewakan.
Alvian selalu merasa bangga saat berdampingan dengan Riana ke mana pun dia pergi.
"Ah, kenapa hidupku harus tertimpa sial dan menikah dengan perempuan buruk rupa!" umpat Alvian.
Setelah terus berputar-putar arah tanpa tujuan yang jelas, Alvian akhirnya memutuskan untuk pulang.
Ia juga merasa takut jika pulang terlalu malam, ia pasti terkena amarah orang tuanya karena meninggalkan Aylin seorang diri di rumah.
Apalagi Aylin sekarang menjadi kesayangan mereka, tentu saja jika terjadi sesuatu yang dibela adalah Aylin bukan anak kandungnya sendiri.
Sesampainya di rumah Alvian merasa lega karena kedua orang tuanya masih belum pulang, dia segera masuk ke dalam kamar yang lampunya sudah padam.
Sehingga Alvian membutuhkan cahaya dari ponselnya untuk menerangi jalan.
Alvian meletakkan botol pelembab yang dibelinya tadi di atas meja rias.
"Nyenyak sekali tidurnya, kenapa dia masih memakai cadar sih? Apakah dia tidak merasa gerah? Atau memang saking buruknya wajah itu sampai-sampai dia tidak ingin aku melihatnya?" batin Alvian sangat penasaran.
Alvian melupakan kata-katanya sendiri yang melarang Aylin membuka cadar saat di depannya.
Alvian benar-benar sangat penasaran, tapi dia takut jika Aylin akan terbangun saat dirinya hendak melihat wajah istrinya itu.
**********
**********
Lanjuuuut kakak 💪🏼💪🏼💪🏼💪🏼💪🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼