Seorang mafia kejam yang menguasai Italia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki sisi gelap serupa dengannya. Mereka saling terobsesi dalam permainan mematikan yang penuh gairah, kekerasan, dan pengkhianatan. Namun, di antara hubungan berbahaya mereka, muncul pertanyaan: siapa yang benar-benar mengendalikan siapa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ricca Rosmalinda26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalan Buntu
Dante meletakkan ponselnya dengan tenang, seolah pesan itu bukan sesuatu yang penting. Namun, tatapan matanya berubah—lebih tajam, lebih waspada.
Valeria masih duduk santai di kursinya, memutar gelas anggur dengan jari-jarinya yang lentik. “Siapa yang mencariku?” tanyanya tanpa nada ketakutan sedikit pun.
Dante menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap Valeria dengan ekspresi penuh minat. “Seseorang yang cukup berani untuk mengorek informasi tentangmu.”
Valeria tersenyum tipis. “Berani atau bodoh?”
Dante mengangkat bahu. “Mungkin keduanya.”
Keheningan menyelimuti mereka sejenak. Namun, alih-alih merasa terancam, mereka merasa tertantang.
—
Sebuah Pertemuan di Bayang-Bayang
Beberapa jam kemudian, Dante dan Valeria meninggalkan vila mereka. Mobil hitam melaju melewati jalanan Roma yang diterangi lampu kota, membawa mereka ke sebuah gudang tua di pinggiran kota—tempat di mana orang-orang seperti mereka biasanya menyelesaikan urusan yang tidak boleh diketahui publik.
Di dalam gudang, seorang pria berlutut dengan tangan terikat ke belakang. Wajahnya penuh luka, darah mengalir dari pelipisnya. Dua anak buah Dante berdiri di dekatnya, menjaga agar pria itu tidak mencoba kabur.
Dante berjalan mendekat, lalu berjongkok di depan pria itu. “Siapa yang menyuruhmu mencari Valeria?”
Pria itu mendongak, matanya penuh ketakutan. “A-aku hanya mendapat perintah… Aku tidak tahu siapa dia…”
Dante menghela napas, lalu memberi isyarat kepada Valeria.
Valeria melangkah maju, masih mengenakan gaun merah yang elegan, membuatnya terlihat tidak cocok berada di tempat seperti ini. Tapi tatapan matanya berbeda—dingin, berbahaya, haus darah.
Ia berjongkok di sebelah Dante, menyentuh wajah pria itu dengan lembut, seolah-olah sedang menghibur seorang anak kecil. “Kalau kau tidak tahu siapa yang menyuruhmu… untuk apa aku membiarkanmu hidup?” bisiknya.
Pria itu menelan ludah, tubuhnya mulai gemetar. “T-tunggu… Aku bisa bicara… Aku bisa—”
Terlambat.
Dalam satu gerakan cepat, Valeria menyelipkan belati kecil dari balik gaunnya dan menekannya ke leher pria itu. Bukan untuk membunuhnya langsung, tapi untuk melihat seberapa jauh dia bisa bertahan sebelum akhirnya menyerah.
Dante hanya duduk di sampingnya, menyaksikan dengan senyum tipis di wajahnya.
Valeria menatap korban mereka dengan penuh minat. “Mari kita lihat… Seberapa kuat kau sebelum akhirnya patah?”
Jeritan pria itu menggema di dalam gudang, bercampur dengan suara pisau Valeria yang perlahan menggores kulitnya. Dia tidak langsung membunuhnya—tidak, itu terlalu mudah. Valeria ingin melihat seberapa lama pria ini bisa bertahan sebelum akhirnya menyerah.
Dante duduk santai di kursi, mengamati semuanya seperti seorang maestro yang menikmati pertunjukan. Ada sesuatu dalam cara Valeria bekerja yang selalu menariknya—keanggunan dalam kegilaan.
“Aku akan bertanya sekali lagi.” Suara Valeria terdengar lembut, hampir manis, tapi pria yang berlutut di hadapannya bisa merasakan ancaman di baliknya. “Siapa yang menyuruhmu mencari aku?”
Pria itu terengah-engah, darah mengalir dari luka-lukanya. “A-aku tidak tahu namanya… tapi… tapi dia wanita.”
Dante dan Valeria saling bertukar pandang.
“Wanita?” Dante bertanya, ekspresinya mulai serius.
Pria itu mengangguk cepat. “Ya! Dia… dia punya aksen Rusia. Aku tidak tahu siapa dia, tapi dia memberikan banyak uang… dia bilang ada sesuatu tentang Valeria yang perlu dia ketahui.”
Valeria menghela napas, lalu menatap pria itu dengan kecewa. Hanya itu? Dia berharap mendapatkan lebih banyak informasi, sesuatu yang lebih menarik.
“Seorang wanita Rusia…” Dante berpikir sejenak. “Aku punya beberapa kandidat dalam pikiranku.”
Valeria menyeringai. “Kurasa kita akan bersenang-senang.”
—
Malam yang Berlanjut
Setelah beberapa jam, Dante dan Valeria meninggalkan gudang. Mayat pria itu ditinggalkan begitu saja—tidak ada lagi yang bisa mereka dapatkan darinya.
Di dalam mobil, Valeria bersandar ke kursi dengan ekspresi puas. “Sudah lama aku tidak bersenang-senang seperti ini.”
Dante meliriknya sekilas sambil menyetir. “Dan sekarang kita punya misteri baru untuk dipecahkan.”
Valeria tersenyum kecil, jari-jarinya mengetuk-ngetuk pahanya dengan ritme pelan. “Seorang wanita Rusia yang tertarik padaku… Kurasa aku harus mencari tahu siapa dia.”
Dante mengangguk. “Aku akan menghubungi beberapa orang. Jika dia cukup berani untuk mencari tahu tentangmu, maka dia pasti meninggalkan jejak.”
Valeria menatap Dante dengan tatapan penuh kegembiraan. “Kalau begitu, ayo kita lihat siapa yang lebih dulu menemukan siapa.”
Mereka berdua saling tersenyum.
---
Dante duduk di kantornya, menatap layar laptop yang menampilkan berbagai informasi dari anak buahnya. Tidak ada nama. Tidak ada petunjuk lebih lanjut. Seolah-olah wanita Rusia itu hanya bayangan yang datang dan menghilang tanpa jejak.
Valeria berdiri di dekat jendela, menatap kota Roma di bawahnya. Matanya berbinar dengan rasa penasaran, tapi juga sedikit frustrasi. Dia tidak suka jika buruannya terlalu pintar bersembunyi.
“Sudah dua minggu,” gumamnya. “Dan kita masih tidak tahu siapa dia.”
Dante menghela napas. “Anak buahku sudah menghubungi semua koneksi di Rusia, Eropa Timur, bahkan di dalam lingkaran mafia kita sendiri. Tidak ada yang tahu siapa wanita ini.”
Valeria menoleh, menatap Dante dengan ekspresi penuh minat. “Kau yakin dia benar-benar ada?”
Dante menatapnya tajam. “Seseorang membayar pria itu untuk mencari tahu tentangmu. Itu fakta.”
Valeria tersenyum kecil. “Atau mungkin seseorang hanya ingin kita sibuk mencari sesuatu yang tidak ada.”
Dante terdiam sejenak, memikirkan kemungkinan itu. Jika ini hanya permainan… siapa yang sedang bermain dengan mereka?
—
Kebuntuan yang Mengusik
Mereka sudah menyelidiki semua kemungkinan.
Mafia Rusia? Tidak ada pergerakan mencurigakan dari mereka.
Interpol? Tidak ada catatan bahwa mereka sedang mengincar Valeria.
Musuh lama? Dante dan Valeria sudah memastikan tidak ada ancaman aktif dari masa lalu mereka.
Semua informasi mengarah ke satu kesimpulan: Tidak ada yang tahu siapa wanita ini.
Namun, Valeria tidak bisa menghilangkan perasaan aneh di dalam dirinya. Seolah seseorang sedang mengawasi mereka, menunggu sesuatu terjadi.
Dante berjalan ke arah Valeria, menyentuh dagunya dan mengangkat wajahnya agar mereka bisa bertatapan langsung. “Apa yang kau pikirkan?”
Valeria menatapnya, senyumnya perlahan muncul. “Aku benci ketika seseorang berusaha membuatku merasa seperti pion di papan catur mereka.”
Dante menyeringai. “Kalau begitu, kita ubah permainan? .”
Valeria mengangguk, matanya bersinar penuh semangat. “Tapi, biarkan saja. Mungkin saja dia bukan tandingan kita.”
Mereka memang tidak punya petunjuk lagi.