Striptis Single Mom

"Barusan, Mama mendengar laporan kalau kau berkeliaran tengah malam."

Hais, bibi suster semalam tukang ngadu deh.

Alhasil, Mama nya pulang dari menebus obat, bertanya cerewet.

"Benar kah, Baby? Cari apa? Pangeran berkuda putih untuk mama kah? Kalau ketemu terus Mama mu menolak, berikan ke Bibi Seksi yang haus belaian ini."

"Ivana!" Rane berkacak pinggang mendengar godaan nyeleneh itu ke Dande.

"Hahaha..." Ivana dan Dande justru tertawa bersama.

"Dande, Mama mu mulai galak. Bibi pergi dulu." Cup ... "See you, Baby."

"Lihat, Ma. Lipstik Bibi Iva nempel lagi di pipi ku." Dande cemberut manja sembari mengusap pipi nya yang terkena kecupan dalaaaam Ivana.

"Itu kecupan maut, Baby. Kau beruntung mendapatkan nya secara gratis. Biasanya, orang-orang harus membayar mahal."

Rane menggeleng-geleng melihat tingkah Ivana yang berlenggok pergi seraya menyahut. Selalu begitu, hobi menjahili Dande.

"Jangan sampai sendal ku mengenai bokong mu yang mirip bebek itu, Iva." Rane mengancam karena tak suka Ivana yang menyerempet ke profesi sebagai wanita malam.

"Ayo cerita ke Mama, kenapa keluar malam-malam?"

Dande tersenyum mengingat pertemuan nya dengan Paman yang entah kenapa memiliki daya tarik sendiri di matanya. "Ma, tau tidak, semalam ada Paman tampan yang ngajak Dande nikah."

"Eh. Bicara apa kau, Dande? Masih pagi udah ngaur. Bukannya jawab pertanyaan Mama. Aaaa, sekarang buka mulut mu. Mending minum obat mu."

Hais, minum obat lagi. Tapi, Dande tidak bisa menolak meskipun sudah bosan, demi sang Mama.

"Dande di lamar, Ma." Cerita berlanjut setelah menelan obat nya. "Tadinya, Dande nyodorin Mama, tapi pas Dande bilang, aku lebih cantik, jadi nya milih Dande katanya."

Astaga, bocah ingusan ini. Pasti Ivana, teman nya yang mengajari aneh-aneh.

"Tampan tau, Ma. Karena Dande sadar diri masih bocil, Dande kasih ke Mama aja deh. Mau kan?"

Maaf, Nak. Hati Mama sudah membeku. Kecuali cinta Mama pada mu, Mama tak mengenal cinta lain lagi. Sampai kapan pun, Mama mungkin tak bisa memberi mu sosok seorang Papa yang kau dambakan. Mama trauma menyerahkan hati Mama untuk seseorang.

"Mama mau ketemu tidak?"

"Mmm, mau tidak ya?" Rane menggelitik pinggang Dande dengan maksud bercanda padahal berusaha mengalihkan pembicaraan.

Dande terbahak-bahak. Jika orang lain melihat, bocah itu seperti anak yang sehat sempurna tanpa kelainan jantung karena tertutup dengan keceriaan nya.

"Sudah, Ma. Sudah__ Hahahaha. Ampun. Hahaha."

Suasana riang itu terhenti saat dering handphone Rane mendominasi ruangan.

"Sebentar, Mama angkat dulu."

Telepon itu dari Madam.

Rane yang menyembunyikan pekerjaan nya dari Dande, izin keluar sebentar. "Penting, dari Bos Mama."

Dande mengangkat jempol nya setuju sebagai jawaban.

"Halo, Madam." Niat awalnya cuma di depan ruangan, tapi adanya beberapa orang lain, memaksa Rane mencari tempat sepi. Sedikit menjauh dari ruangan Dande.

"Apa kau mengenal orang yang bernama Tuan Devon?"

Mana mungkin Rane melupakan malam pertama nya kerja di Skybar. Semenjak malam itu, Devon yang membawa Billy dalam keadaan pingsan, tidak pernah juga menampakkan diri lagi di club.

"Katanya, kau punya hutang satu malam dengan nya."

Rupanya, pria itu tak merelakan uang nya secara cuma-cuma malam yang tertunda tersebut.

"Malam itu, dia yang pergi sendiri, Madam." Rane membela diri.

"Jam tujuh malam, secara khusus mengajak mu keluar. Dia sudah mentransfer pembayaran. Jangan kecewakan pelanggan. Aku izinkan malam nanti untuk libur menari."

"Tapi, Madam__"

Tuuut...

Rane memandang hape nya yang sudah mati secara sepihak seraya membuang nafas kasar. Madam sama sekali tak memberi nya kesempatan berbicara banyak. Seakan akan, dirinya sudah tergadai seratus persen pada wanita itu.

Berjalan dengan pikiran kemana-mana, Rane tiba-tiba berhenti untuk memastikan penglihatan ekor mata nya yang tidak sengaja barusan melirik ke pintu VVIP setengah terbuka itu.

"Ayo makan, Sayang. Kau terlihat tidak ada keinginan untuk sembuh."

Ya ampun, sekian banyak nya rumah sakit di kota besar ini, kenapa Billy dan anak nya dirawat di bangunan yang sama.

Gawat kalau Billy yang saat ini bersama wanita tak terlihat jelas wajah nya di sana, bertemu dengan Dande atau dirinya secara tidak sengaja.

Jangan sampai!

"Aku bisa sendiri nanti ___ Rane."

"Rane?" Sia, wanita yang merupakan istri Billy, mengikuti arah pandang ke pintu. Ia juga penasaran sosok nama itu. Tidak ada siapapun. "Eh, mau ke mana?" Sia mencekal lengan Billy, menahan agar jangan turun dari bed.

"Tadi ada Rane. Kau melihat nya kan? Aku tidak berhalusinasi. Itu pasti Rane! Lepaskan aku, Sia."

"Rane! Rane! Rane terus!" Sia membentak sampai wajah glowing nya memerah. Makanan yang ditangannya berakhir berantakan di lantai. "Billy, aku sudah cukup bersabar selama pernikahan kita! Bi__ ya ampun!"

Sia berakhir mencak-mencak karena Billy berhasil terlepas dari cengkeraman nya dan berjalan keluar cepat tanpa peduli dengan kemarahan nya. "Aaaarg, brengsek!"

"Aku yakin, dia pasti Rane. Aku tidak salah lihat." Billy meyakinkan dirinya akan sekilas penglihatannya barusan. Seperti orang linglung di lorong itu, Billy terus melangkah seraya memasang mata mencari Rane yang hilang cepat entah mengambil belokan kemana?

Di ruangan Dande, Rane juga kelimpungan karena anaknya tidak ada di tempat.

"Wah, itu kan Paman yang semalam." Mata kecil Dande berbinar. Ia melihat ke lantai dua, di mana Billy celingukan ke lantai bawah di ujung pembatas sana dan kadang kala melihat ke lantai tiga rumah sakit yang memiliki gaya modern bertingkat tujuh dengan taman tepat di tengah tengah bangunan.

"Suster, apa kau melihat anak ku. Dande yang ada di ruangan Blue Smile kelas dua khusus anak anak."

"Oh, tadi dia digandeng sama Dokter nya, Nyonya."

"Dokter Willam? Kau yakin?"

"Eum..."

Rane lega mendengar itu. Ia kira, si bokong kukusan yang tak bisa anteng ditinggal sendiri, berkeluyuran tanpa pengawasan.

Rane menuju ke lantai satu bermaksud menghampiri Dokter William. Sementara Dande justru naik ke lantai dua di lift yang bersebelahan dengan Rane.

"Paman tadi di mana ya?" Dande memutar mata kecil nya setelah keluar dari lift.