NovelToon NovelToon
Istri Yang Disia Siakan

Istri Yang Disia Siakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:117.7k
Nilai: 4.8
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

"mas belikan hp buat amira mas dia butuh mas buat belajar" pinta Anita yang ntah sudah berapa kali dia meminta
"tidak ada Nita, udah pake hp kamu aja sih" jawab Arman sambil membuka sepatunya
"hp ku kamarenya rusak, jadi dia ga bisa ikut zoom meating mas" sanggah Nita kesal sekali dia
"udah ah mas capek, baru pulang kerja udah di sodorin banyak permintaan" jawab Arman sambil melangkahkan kaki ke dalam rumah
"om Arman makasih ya hp nya bagus" ucap Salma keponakan Arman
hati Anita tersa tersayat sayat sembilu bagaimana mungkin Arman bisa membelikan Salma hp anak yang usia baru 10 tahun dan kedudukannya adalah keponakan dia, sedangkan Amira anaknya sendiri tidak ia belikan
"mas!!!" pekik Anita meminta penjelasan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

wanita yang memastikan semua lancar

Hay ges jangan lupa like dan coment

...

...

Laksmi duduk di tepi ranjang, tubuhnya gemetar. Anak bungsunya—yang selama ini ia bangga-banggakan—melakukan sesuatu yang tak pernah ia bayangkan.

“Apakah ini azab karena aku mengusir Anita?” gumamnya lirih.

Tidak. Tidak mungkin. Ia orang baik. Mana mungkin ia mendapat azab?

“Ini pasti ujian. Ya, ujian. Setelah ini, aku pasti mendapat rahmat,” bisiknya, meyakinkan diri sendiri.

Tangannya yang sudah berkeriput meraba-raba ponsel di atas meja. Ia mencari nomor Lestari—putrinya. Tapi tidak ada.

Dadanya sesak. Bagaimana mungkin ia tidak memiliki nomor anaknya sendiri?

Ia buru-buru mencari nomor lain. Arman. Ya, hanya Arman yang nomornya ia simpan. Ia bahkan tidak punya nomor Dewi. Untuk apa? Dua anak perempuannya hanya membawa masalah dan beban. Tidak seperti Arman. Arman adalah andalannya.

Dengan tangan gemetar, ia menekan tombol panggil. Sekali. Dua kali. Sepuluh kali. Puluhan kali. Tapi tak ada jawaban.

“Arman… Kenapa kau tidak angkat teleponku?” suaranya nyaris tak terdengar.

..

Arman menatap layar ponselnya yang terus bergetar. Panggilan dari ibunya. Lagi. Berkali-kali. Tapi tangannya tak juga bergerak untuk menjawab.

Di hadapannya, Bianka bersedekap, matanya nyalang, menatapnya tanpa sedikit pun keraguan.

“Kapan kamu akan menikahi aku?” suaranya tegas, tanpa ruang untuk negosiasi.

Arman menghela napas, merasa semakin terjepit. “Aku juga ingin secepatnya, Bianka. Tapi… bisa tidak kamu tinggal denganku? Ibu tidak mungkin mengizinkan aku tinggal di rumahmu.”

Bianka mendengus. “Arman, kamu bukan anak kecil lagi. Umurmu hampir empat puluh. Sampai kapan semua keputusanmu harus mengikuti ibumu?”

Arman menunduk, jemarinya menggenggam ujung meja. “Aku harus menghormati ibu, Bianka. Aku takut dosa.”

Bianka terkekeh sinis. “Dosa? Kamu pikir yang kita lakukan di kamar hotel itu bukan dosa?” Matanya menyipit, penuh ejekan. “Sudahlah, Arman. Jangan bicara dosa denganku.”

Suasana tiba-tiba terasa begitu berat. Arman terdiam.

Bianka mendekat, bersandar di meja dengan tatapan tajam. “Aku beri waktu tiga hari. Kalau kamu tidak menikahi aku, aku akan laporkan ini ke atasan kita.”

Arman merasakan jantungnya mencelos. “Tiga hari?” suaranya hampir bergetar.

“Tiga hari,” ulang Bianka dengan nada menekan. “Jangan sampai meleset, Arman. Atau kau tahu akibatnya.”

Lalu ia berbalik, meninggalkan Arman yang kini terduduk lemas, menatap layar ponselnya yang masih bergetar—panggilan dari ibunya.

"Halo, Bu. Ada apa?” suara Arman terdengar frustrasi.

“Man, cepat pulang,” suara Laksmi di seberang telepon terdengar mendesak.

“Bu, Arman ada meeting.”

“Tinggalkan dulu. Ini lebih penting.”

Arman menghela napas panjang. Ada nada cemas dalam suara ibunya. “Ya sudah, Bu. Aku segera pulang.”

Ia menutup telepon dengan perasaan kalut. Masalah demi masalah terus datang menghampirinya.

Sementara itu, di tempat lain, Raka termenung, pikirannya penuh dengan kegelisahan yang tak bisa ia enyahkan. Ia menatap ke sekeliling—rumah yang dulu terasa hangat, kini seperti berantakan. Hatinya terasa kosong.

“Kenapa sejak Anita pergi, hidupku jadi berantakan?” gumamnya.

Ia menekan pelipisnya, mencoba menenangkan diri. Tidak. Tidak mungkin ini azab.

“Aku ini anak yang berbakti pada orang tua,” bisiknya. “Ini pasti ujian. Ya, ujian.”

Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Sudah banyak kebaikan yang ia lakukan. Tidak mungkin Tuhan menghukumnya seperti ini.

Jika memang ini azab, ia akan protes pada Tuhan.

Arman tiba di rumah dengan wajah tegang. Ia baru saja menghindari satu masalah, kini dihadapkan pada masalah lain.

“Ada apa, Bu?” suaranya lelah, frustrasi.

Laksmi terisak. “Lestari, Man… Lestari…”

Jantung Arman berdegup kencang. Kemarin Dewi yang nekat ingin bunuh diri, sekarang Lestari?

“Kenapa dengan Lestari, Bu?” tanyanya cemas.

Dengan suara bergetar, Laksmi berusaha menjelaskan. Tangannya yang keriput menggenggam erat ponsel, menunjukkan sesuatu pada Arman.

Saat matanya menangkap layar, tubuh Arman langsung membeku.

Sebuah foto. Lestari—adiknya—terbaring di ranjang bersama seorang pria. Seorang pria yang lebih pantas menjadi ayahnya daripada pasangannya.

Tangan Arman gemetar. “Tidak mungkin… Tidak mungkin, Bu…” suaranya parau, nyaris tak terdengar.

“Cari Lestari, Man,” suara Laksmi bergetar penuh ketakutan. “Kalau tidak, video itu akan menyebar ke mana-mana… Ibu malu kalau foto Lestari sampai tersebar di media sosial…”

..

Arman mengendarai sepeda motornya dengan perasaan yang berat. Angin sore menerpa wajahnya, namun tidak sedikit pun mampu menenangkan pikirannya. Ia merasa masalah datang bertubi-tubi, seolah semesta tengah mengujinya tanpa ampun. Dan semua itu terjadi setelah Anita pergi.

Ia menarik napas panjang ketika sampai di kampus Lestari. Harusnya Lestari ada di sini, pikirnya. Ini masih jam kuliah. Ia memarkir motor dan segera menuju gedung utama. Beberapa mahasiswa berlalu-lalang dengan buku di tangan, beberapa asyik berbincang. Namun, tak ada sosok Lestari di antaranya.

Arman menghampiri beberapa teman Lestari, bertanya apakah mereka melihatnya. Jawaban mereka seragam—Lestari sudah lama tidak masuk kuliah. Hatinya semakin gelisah. Tanpa membuang waktu, ia melangkah cepat menuju bagian administrasi.

"Permisi, Bu. Saya ingin menanyakan jadwal kuliah mahasiswa atas nama Lestari," ujarnya dengan suara tegas, meski hatinya berdebar.

Petugas administrasi, seorang wanita paruh baya dengan kacamata di ujung hidungnya, mengangguk dan mulai memeriksa data di komputernya. Tak butuh waktu lama sebelum ia menatap Arman dengan ekspresi ragu.

"Lestari sudah tidak masuk kuliah selama empat bulan, Pak," kata wanita itu pelan. "Selain itu, dia juga menunggak satu semester dan belum membayar uang UTS."

Arman mengernyit. "Tidak mungkin, Bu. Saya sudah memberikan uangnya ke Lestari untuk membayar biaya kuliah."

Petugas administrasi menghela napas. "Saya mengerti, Pak. Tapi berdasarkan data kami, belum ada pembayaran. Kalau Bapak memberikan uangnya, sebaiknya selalu meminta bukti tanda terima pembayaran. Biasanya, Bu Anita yang memastikan hal seperti ini. Dia tidak akan pulang sebelum mendapatkan tanda terima pembayaran."

Deg.

Hati Arman mencelos. Nama itu kembali disebut, menyelinap ke dalam pikirannya seperti angin yang menusuk tulang. Anita. Seberapa besar perhatian perempuan itu selama ini? Seberapa besar tanggung jawab yang ia pikul tanpa keluhan? Selama ini, Arman hanya berpikir bahwa semua berjalan lancar. Ia tidak pernah benar-benar peduli siapa yang memastikan uang kuliah Lestari terbayar. Dan sekarang, setelah Anita pergi, semuanya berantakan.

"Jadi, kejadian ini pernah terjadi sebelumnya?" suara Arman terdengar lebih lemah dari yang ia harapkan.

Petugas administrasi mengangguk. "Pernah, Pak. Dulu, Lestari juga belum membayar uang kuliah, lalu Bu Anita yang turun tangan dan membayarkannya. Apa Bapak juga ingin melunasi tagihan kali ini?"

Arman menggeleng pelan. "Nanti saya urus, Bu. Sekarang saya hanya ingin tahu di mana Lestari."

Wanita itu kembali menatap layar komputernya. "Jadwalnya memang ada hari ini, Pak, tapi menurut absensi, dia tidak pernah hadir selama beberapa bulan terakhir."

Arman mengangguk lemah. "Baik, terima kasih, Bu."

Ia keluar dari ruangan itu dengan langkah gontai. Langit mulai meredup, menyisakan semburat jingga yang menggores cakrawala. Namun, keindahan senja itu tak mampu mengusir rasa gundah yang menguasai hatinya.

Lestari menghilang.

Dan selama ini, Anita-lah yang memastikan semua berjalan dengan baik.

Angin berhembus lebih dingin. Arman menatap kosong ke depan, menyadari sesuatu yang terlambat ia pahami. Bahwa kepergian seseorang tidak hanya meninggalkan kekosongan, tetapi juga menghadirkan kenyataan pahit yang selama ini luput dari perhatian.

..

Anita berjalan dilorong koridor rumah sakit dan tiba-tiba saja dia menabrak seseorang

"firman" gumam Anita

"Anita" gumam firman

Dan hati Anita langsung bernyanyi "bergetar hatiku .saat ku bertemu dengannya"

Bersambung

1
💗 AR Althafunisa 💗
Tuhkan benar, pasti Anita anak ya Surya 😂😌
Wanita Aries
Yaelahhh 🤣🤣 bpk sama anak sama aja trnyata tetep santuy wlw masalah berat
mili
aku curiga Renata anak hasil selingkuh si Surya
Retno Harningsih
up
Diyah Pamungkas Sari
jangankan anita, aku yg baca aja speechless /Speechless/
partini
🤦🤦🤦 ada ada saja mereka berdua
Elizabeth Zulfa
keknya zg anah mereka tuh Anita dech
Wanita Aries
Wahh mantapp… hancur dah tu renata ank pungut
💗 AR Althafunisa 💗
Si Surya kebuatan bodoh 🤬🤬🤬
💗 AR Althafunisa 💗
Waduhhh, jadi takut bacanya 😩
Rizky Sandy
anita ksh orang tua yg baik thor,,,, masa Surya bpknya Anita jelas2 mokondo,,,,,
Rizky Sandy
Surya kyknya mencintai anak angkatnya, bukan anak SM BPK tapi cinta orang dewasa,,,, ceraikan saja Surya itu,,,,, buang ke laut,,,
Diyah Pamungkas Sari
author ngeprank!! katanya mengecewakan pembaca. lah ini malah kebalikannya!!! wooooowwwwhooooooo
Dinda Putri
semoga maharani dan surya sadar akan anita anaknya yg hilang🤭 mungkin gk sih thor aniaya memang anak nya surya dan maharani😁
Dinda Putri: anita
total 1 replies
partini
jleb langsung ke ulu hati,jantung dan paru paru,,
Elizabeth Zulfa
dasar bpk gak ada akhlak 😡😡😡
dah tau anaknya salah besar bukannya buat dia jera dngn perbuatannya mlah dengan sombongnya ngomong kek gitu ke kakek Wiryawan
Retno Harningsih
lanjut
arniya
badai pasti berlalu
Tinta Hitam: mampir di karyaku juga kak

Hanum: Istri Cacat Dari Desa

cek di profil ya kak🙏
total 1 replies
💗 AR Althafunisa 💗
Cie .. Nikol, romantis alias gombal bet 😂
Tinta Hitam: mampir juga yuk di karyaku

judulnya, Hanum: Istri Cacat Dari Desa

cek di profil ya kak 🙏
total 1 replies
💗 AR Althafunisa 💗
Salah didikan karena ayahnya bgtu, semoga dugaan ku benar Anita anaknya 😏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!