Cinta, sebuah anugerah yang tak selalu mudah didapatkan. Apalagi ketika harus memilih di antara dua hati yang begitu dekat, dua jiwa yang begitu mirip. Kisah mengharukan tentang cinta, pengorbanan, dan pencarian jati diri di tengah pusaran emosi yang membingungkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HniHndyni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Khawatir
Anya menghampiri Kanaya yang terbaring di ranjang rumah sakit, wajahnya masih pucat. "Kak," lirih Anya, suaranya bergetar karena khawatir. "Kakak nggak papa kan?"
Kanaya tersenyum lemah, mencoba untuk meyakinkan adiknya. "Aku nggak papa, ya. Cuma agak pusing sedikit."
Anya masih terlihat cemas. Ia meraih tangan Kanaya, menggenggamnya erat. "Jangan terlalu capek lagi, ya, Kak. Aku khawatir."
"Iya, aku janji," jawab Kanaya. "Maaf ya, aku bikin kamu khawatir."
Anya menggeleng. "Nggak papa, Kak. Yang penting sekarang kakak udah sadar." Ia menatap wajah Kanaya, melihat sisa-sisa kelelahan di sana. "Kakak makan dulu, ya? Aku udah bawain bubur."
Kanaya mengangguk. Anya menyuapi Kanaya bubur dengan sabar dan penuh kasih sayang. Suasana ruangan terasa hangat, dipenuhi oleh kasih sayang seorang adik terhadap kakak kembarnya.
Setelah Kanaya menghabiskan buburnya, Anya bertanya, "Kak, sebenarnya kakak kenapa, sih? Kok bisa sampai pingsan?"
Kanaya menghela napas. "Aku nggak tahu juga, Anya. Mungkin karena aku terlalu banyak begadang mengerjakan tugas. Terus tadi pagi, aku merasa pusing banget, sampai akhirnya aku pingsan."
Anya mengangguk mengerti. "Makanya, jangan terlalu dipaksakan, Kak. Kesehatan itu lebih penting daripada tugas."
"Iya, aku tahu," jawab Kanaya. "Terima kasih, Anya. Kamu udah jagain aku."
Anya tersenyum. "Sama-sama, Kak. Aku selalu ada untukmu." Ia kembali menggenggam tangan Kanaya, merasakan ikatan batin yang kuat di antara mereka. Meskipun mereka terkadang berselisih paham, kasih sayang mereka sebagai kakak beradik tetap tak tergoyahkan. Kejadian ini semakin memperkuat ikatan tersebut. Anya bersyukur Kanaya baik-baik saja, dan ia berjanji akan selalu menjaga dan memperhatikan kesehatan kakak kembarnya.
Suasana hening sejenak, hanya terdengar suara detak jantung Anya yang berdebar pelan karena masih khawatir. Ia memperhatikan Kanaya yang kini terlihat lebih tenang, namun masih tampak pucat.
"Kak," Anya memulai lagi, suaranya masih lembut, "selain capek, ada yang lain nggak yang kakak rasakan? Sakit kepala? Mual?"
Kanaya menggeleng pelan. "Nggak ada, cuma pusing aja. Kayaknya emang cuma kecapean."
Anya masih ragu. Ia merasa ada sesuatu yang belum terungkap. "Kakak yakin? Soalnya, aku khawatir..."
Kanaya tersenyum, mencoba untuk meyakinkan Anya. "Beneran, Anya. Aku nggak papa kok. Mungkin emang aku perlu istirahat lebih banyak."
Anya mengangguk, walaupun masih sedikit ragu. Ia memutuskan untuk tidak memaksa Kanaya lagi. "Baiklah, Kak. Tapi kalau masih merasa nggak enak badan, bilang ya. Jangan ditahan-tahan."
"Iya, aku janji," jawab Kanaya. Ia meraih tangan Anya, menggenggamnya erat. "Terima kasih, Anya. Kamu baik banget."
Anya tersenyum, merasa lega karena Kanaya sudah merasa lebih baik. "Sama-sama, Kak. Aku selalu ada untukmu."
Setelah beberapa saat berbincang, seorang dokter masuk ke ruangan. Ia memeriksa kembali kondisi Kanaya dan memastikan bahwa kondisinya sudah stabil. Dokter menyarankan agar Kanaya dirawat inap selama satu hari untuk observasi lebih lanjut dan memastikan tidak ada komplikasi lain. Anya setuju dengan saran dokter tersebut.
"Jadi, Kakak harus dirawat inap satu hari lagi?" tanya Anya, sedikit kecewa karena Kanaya harus tetap di rumah sakit.
Kanaya mengangguk. "Iya, Anya. Lebih baik begitu, kan? Aku bisa istirahat dengan tenang di sini."
Anya tersenyum. "Iya, Kak. Aku akan jaga kakak di sini." Ia merasa lega karena Kanaya sudah merasa lebih baik dan dokter sudah memberikan kepastian. Ia berjanji akan menemani Kanaya selama dirawat inap dan memastikan kakak kembarnya benar-benar pulih. Kejadian ini mengingatkan Anya akan pentingnya menjaga kesehatan dan betapa berharganya ikatan persaudaraan mereka.