NovelToon NovelToon
23.55 "Lima Menit Sebelum Tengah Malam"

23.55 "Lima Menit Sebelum Tengah Malam"

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Misteri / Balas Dendam / Wanita Karir / Trauma masa lalu
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nurul Wahida

Sebuah kota kecil bernama Reynhaven, seorang pria ditemukan tewas di rumahnya, tepat lima menit sebelum tengah malam. Di pergelangan tangannya, ada tanda seperti lingkaran berwarna hitam yang terlihat seperti dibakar ke kulitnya. Polisi bingung, karena tidak ada tanda-tanda perlawanan atau masuk secara paksa. Ini adalah korban kedua dalam seminggu, hingga hal ini mulai membuat seluruh kota gempar dan mulai khawatir akan diri mereka.

Di lain sisi, Naya Vellin, seorang mantan detektif, hidup dalam keterasingan setelah sebuah kasus yang ia ambil telah gagal tiga tahun lalu hingga membuatnya merasa bersalah. Ketika kasus pembunuhan ini muncul, kepala kepolisian memohon pada Naya untuk kembali bekerja sama, karena keahliannya sangat diperlukan dalam kasus ini. Awalnya ia sangat ragu, hingga akhirnya ia pun menyetujuinya. Akan tetapi, dia tidak tahu bahwa kasus ini akan mengungkit masa lalunya yang telah lama dia coba lupakan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Wahida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Apakah Benar kamu?

Sienna menggigit bibirnya, menatap Naya dengan ekspresi penuh harap.

"Tidurlah di sini malam ini, Naya. Aku masih merasa… tidak tenang."

Naya menatapnya dalam diam. Ia tahu betul apa yang dialami Sienna bukan sesuatu yang mudah untuk dilupakan. Gadis itu baru saja keluar dari rumah sakit setelah nyaris menjadi korban kelima dari Pembunuh Bayangan Hitam.

Namun, menginap di tempat Sienna bukanlah bagian dari rencana Naya. Ia harus kembali ke kantor untuk meninjau ulang bukti yang telah mereka kumpulkan.

"Aku harus pulang, Sienna. Masih ada hal yang harus kuselesaikan."

Sienna meremas ujung bajunya, berusaha menyembunyikan ketakutannya.

"Aku tidak ingin sendirian, Naya."

Naya terdiam.

Ia melihat bayangan kecemasan yang masih melekat di wajah gadis itu. Napas Sienna sedikit bergetar, dan matanya berkilat-kilat penuh ketakutan yang ditahan.

Naya tidak bisa membiarkannya sendirian.

Akhirnya, Naya menghela napas panjang, menyerah. "Baiklah, aku akan menginap."

Wajah Sienna sedikit cerah. "Terima kasih, Naya."

Mereka menghabiskan malam dengan duduk di ruang tamu, menonton film tanpa benar-benar memperhatikannya. Sesekali, Sienna mengomentari adegan yang ia anggap menarik, tetapi suaranya masih terdengar hati-hati, seakan ketakutan itu masih menggantung di udara.

Ketika akhirnya mereka masuk ke kamar masing-masing, Naya merebahkan diri di tempat tidur tamu. Pikirannya kembali dipenuhi dengan spekulasi-spekulasi tentang kasus mereka.

Namun malam ini, ia memutuskan untuk menyingkirkan semua itu sejenak.

Keesokan paginya.

Pagi itu, aroma kopi menyambut Naya saat ia keluar dari kamar. Sienna sudah lebih dulu bangun dan sedang menyiapkan sarapan di dapur.

"Kau bangun lebih awal," komentar Naya sambil mengambil cangkir kopi.

Sienna menoleh dan tersenyum kecil. "Aku tidur lebih nyenyak tadi malam."

Naya mengangguk. Setidaknya, ia berhasil membuat Sienna merasa sedikit lebih aman.

"Begitu ya, bagus untukmu," jawab Naya tersenyum menimpali.

Setelah sarapan, Naya meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Aku ingin menghubungi seseorang sebentar." Naya pergi keluar sejenak.

"Baiklah."

Naya membuka ponselnya dan mencari nama seseorang di kontak miliknya. Dan memilih nama Ravin.

"Halo?"

"Ah, Ravin, ini aku. Apa kau ada waktu sebentar?"

Di ujung telepon, suara Ravin terdengar tenang.

"Tentu. Ada apa?"

"Aku ingin membawa seseorang untuk bertemu denganmu."

Ada jeda sesaat sebelum Ravin menjawab.

"Baiklah. Aku ada di kafe dekat kantorku."

Naya melihat jam ditangannya. "Baiklah. Kami akan sampai sekitar pukul 9.30."

Naya kembali masuk kedalam dan menghampiri Sienna. "Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."

Sienna mengernyit. "Ke mana?"

"Menemui seseorang yang mungkin bisa membantumu. Mungkin, dia juga bisa menjadi rekan mu. Karena, dia saat ini adalah rekan kami juga."

Sienna ragu sejenak, tetapi akhirnya mengangguk. "Baiklah."

Kafe itu memiliki suasana yang nyaman. Tidak terlalu ramai, dengan jendela besar yang memungkinkan sinar matahari masuk dan memberikan nuansa hangat di dalamnya. Aroma kopi yang khas memenuhi ruangan, memberikan rasa tenang bagi siapa pun yang masuk.

Naya dan Sienna melangkah masuk, melewati beberapa meja yang telah ditempati pengunjung lain.

Di sudut ruangan, seorang pria duduk sendiri sambil menyesap kopinya. Ravin.

Ia terlihat tenang, sesekali menatap jalanan yang ramai dari balik jendela.

Naya tersenyum dan berjalan ke arahnya. "Ravin."

Pria itu menoleh dan memberikan senyum tipis. "Kamu datang."

Naya menarik kursi dan duduk di seberangnya, lalu menoleh ke Sienna.

"Sienna aku kenalkan, ini adalah Ravin, adik dari Jonas. Ravin, ini Sienna. Dia adalah junior Jonas di tempat kerjanya."

Sienna menatap pria itu dengan ekspresi ragu sebelum akhirnya mengulurkan tangannya.

"Oh, yah. Senang bertemu denganmu."

Ravin tersenyum dan menjabat tangan Sienna dengan santai. Namun, saat sentuhan itu terjadi, tubuh Sienna langsung menegang.

Tangan ini…

Ukurannya…

Sienna menahan napas, matanya membelalak sedikit. Sentuhan ini terasa begitu familiar.

Seperti tangan seseorang yang pernah mencengkram erat pergelangan tangannya di malam kelam itu.

Darahnya berdesir, dan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia menatap Ravin lebih lama dari yang seharusnya.

Ravin tetap tersenyum, tetapi ada sesuatu dalam ekspresinya yang membuat bulu kuduknya meremang.

Apa? Dia, dia baru saja tersenyum begitu padaku?

Itu adalah senyuman yang menyeramkan yang pernah dialami oleh Naya. Apa kita katakan saja itu, senyuman smirk? Hanya sebentar, tetapi cukup untuk membuat Sienna merasa mual.

Tidak… ini hanya kebetulan, bukan?

Namun, ingatan itu kembali membanjiri pikirannya.

Ia mengingat tangan yang menariknya ke dalam kegelapan. Mengingat suara bisikan dingin di telinganya sebelum kepalanya dipukul dari belakang.

Sienna segera menarik tangannya dan berusaha menormalkan ekspresinya.

Namun, matanya tak bisa berbohong.

Seketika, ia mencuri pandang ke arah Naya, tetapi wanita itu tidak menyadari apa pun. Naya terlalu sibuk berbicara dengan Ravin.

"Aku ingin kau mengenal Sienna, Ravin. Dia juga salah satu orang yang ingin mencari keadilan. Dan dia adalah salah satu korban yang selamat dari si bayangan hitam."

Ravin mengangkat alisnya, menatap Sienna dengan minat yang lebih besar.

"Hmm, begitu ya?"

Sienna berusaha mengatur napasnya. Ia harus tetap tenang.

Tetapi entah kenapa, ia merasa sedang duduk berhadapan dengan seseorang yang bisa saja menjadi ancaman terbesar bagi dirinya.

Ravin menyesap kopinya perlahan. Tatapannya tajam, tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda permusuhan.

"Jadi, Sienna. Ah, apa aku boleh memanggilmu dengan nama saja? Untuk mengakrabkan diri? Biar kita, mungkin bisa lebih dekat." Ia memulai, suaranya tenang tetapi dalam.

"Ah... ya, kamu...." Sienna menegak ludahnya dengan susah payah.

"Kamu bisa melakukannya," sambungnya.

"Terima kasih. Jadi, apa yang membuatmu tertarik dengan kasus ini?"

Sienna kembali menelan ludahnya. Jantungnya berdegup dua kali lebih kencang dari biasanya. "Aku hanya… ingin tahu kebenaran."

Ravin menyandarkan tubuhnya ke kursi dan mengangguk pelan. "Kebenaran, ya? Bukankah, kebenaran itu sangat susah di temukan?"

Sienna mencengkeram gelas kopinya lebih erat.

Apa maksudnya?

Naya mengangguk setuju. "Karena itulah aku ingin kau mengenalnya, Ravin. Aku rasa dia bisa menjadi bagian dari puzzle yang selama ini hilang."

Sienna nyaris tersedak mendengar kata puzzle.

Apakah aku bagian dari teka-teki ini?

Ataukah Ravin ini adalah manusia yang sedang bermain dengan semua orang?

Tapi, kenapa dia... melakukan itu? Adik dari senior Jonas?

Tatapan pria itu tetap tenang. Tetapi di balik ketenangan itu, Sienna merasakan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan.

Apakah ia hanya berlebihan?

Ataukah… ia baru saja berjabat tangan dengan seseorang yang telah menghancurkan hidupnya?

Seseorang yang bisa saja menjadi musuh dalam selimut?

Tangan Sienna sedikit gemetar, tetapi ia segera menyembunyikannya di bawah meja.

Ia harus tetap tenang.

Untuk saat ini, ia harus menyembunyikan ketakutannya.

Ia tidak bisa mengabaikan firasat buruk yang kini bergelayut di dalam pikirannya.

Dia benar-benar takut.

...To be continue ...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!