Masih berstatus perawan di usia yang tak lagi muda ternyata tidak mudah bagi seorang gadis bernama Inayah. Dia lahir di sebuah kota kecil yang memiliki julukan Kota Intan, namun kini lebih dikenal dengan Kota Dodol, Garut.
Tidak semanis dodol, kehidupan yang dijalani Inayah justru kebalikannya. Gadis yang lahir tiga puluh tahun yang lalu itu terpaksa meninggalkan kampung halaman karena tidak tahan dengan gunjingan tetangga bahkan keluarga yang mencap dirinya sebagai perawan tua. Dua adiknya yang terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan bahkan sudah memiliki kekasih padahal mereka masih kuliah dan bersekolah, berbeda jauh dengan Inayah yang sampai di usia kepala tiga belum pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan dicintai, jangankan untuk menikah, kekasih pun tiada pasca peristiwa pahit yang dialaminya.
Bagaimana perjuangan Inayah di tempat baru? Akankah dia menemukan kedamaian? Dan akankah jodohnya segera datang?
Luangkan waktu untuk membaca kisah Inayah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pekerjaan Baru
Sementara di sebuah gedung perusahaan yang menjulang tinggi, Inayah berada di dalamnya. Dia tengah duduk mengistirahatkan raganya setelah mengerjakan tugas di salah satu ruangan yang bertuliskan Divisi HRD, yaitu membersihkan ruangan itu.
Awalnya Inayah melamar untuk posisi tenaga administrasi, bagian dari staf sekretaris perusahaan besar yang bergerak dalam bidang fashion dengan brand ternama itu. Tapi saat Inayah dan Rani datang ke perusahaan untuk menyerahkan lamarannya ke bagian HRD posisi itu ternyata sudah ada yang menempati.
Rani meminta maaf karena tidak bisa mengusahakan Inayah mendapatkan pekerjaan di perusahaan tempatnya bekerja. Tetapi Qadarullah, Inayah yang sempat menyimpan berkas lamarannya keesokan harinya mendapat tawaran jika di perusahaan itu ada lowongan baru sebagai office girl.
Rani tidak mengizinkan Inayah untuk menerima posisi itu. Dia sangat tahu secerdas apa Inayah, rasanya tidak tega jika Inayah harus bekerja sebagai petugas kebersihan.
"Gapapa Ran, aku akan terima saja tawaran pekerjaan itu. Tidak ada salahnya juga kan jadi petugas kebersihan."
"Tapi kan kamu sarjana Nay, gak pantes jadi OG."
"Kamu juga dulu kan mengawali kerja dari OG juga kan sekarang alhamdulillah sudah jadi asisten manajer. Aku juga siapa tahu berkesempatan untuk itu."
"Kalau aku kan cuma lulusan SMA Nay, sekarang juga aku masih jadi pesuruh, asisten mah bahasa kerennya aja."
"Ish kamu ini. Alhamdulillah, harus bersyukur dengan pencapaian kamu sekarang."
"Iya iya aku bersyukur Alhamdulillah. Tapi aku tetep gak rela kamu jadi petugas kebersihan Nay."
"Gapapa, aku coba aja dulu ya, sambil nyari-nyari info pekerjaan lain. Daripada nganggur kan mendingan sambil kerja, tetap produktif, apapun pekerjaannya yang penting halal dan baik."
"Ya sudah kalau itu keputusan kamu. Nanti aku juga cari-cari info dari kenalan-kenalan aku ya, siapa tahu ada lowongan yang tepat buat kamu "
"Iya, aamiin."
Sekarang, di sinilah Inayah berada. Di ruangan khusus tempat para karyawan khususnya petugas kebersihan beristirahat. Dia baru saja mengantarkan pesanan minuman ke setiap meja di divisi yang menjadi tanggung jawabnya untuk menjaga kebersihan dan memenuhi kebutuhan semua karyawan yang berhubungan dengan urusan dapur.
Dua minggu menjadi waktu yang cukup untuk Inayah beradaptasi di tempat baru dengan pekerjaan baru dan orang-orang baru tentunya. Bawaannya yang ramah membuat dia disukai karyawan yang lain. Selain itu pekerjaan Inayah sangat rapi membuat para karyawan nyaman saat bekerja. Inayah juga sudah akrab dengan beberapa rekan sesama petugas kebersihan, di antara belasan petugas kebersihan wanita yang bertugas di lantai itu hanya Inayah karyawan perempuan yang berjilbab. Sehingga keberadaannya sangat mudah dikenali.
Derrt ...getar ponsel sebagai notifikasi pesan masuk terdengar di ponsel Inayah. Selama bekerja Inayah memang mengatur ponselnya dalam nada getar. Dia berusaha fokus pada pekerjaannya, dan hanya sesekali membuka ponsel itu pun di jam istirahat.
Inayah melirik jam yang melingkar di lengan kirinya, sudah menunjukkan pukul 12.00 artinya jam istirahat sudah tiba. Dia pun menyimpan alat kebersihan yang dipegangnya pada tempatnya barulah mengambil ponsel yang kembali bergetar karena ada panggilan masuk.
"Assalamu'alaikum. Ran." Rani yang menelepon Inayah, sahabat yang membantunya bisa bekerja di perusahaan ini. Selama dua hari kemarin Rani pergi ke liar kota membersamai bos nya. Inayah pun tidur seorang diri di kosan Rani, pergi dan pulang kerja juga sendiri menggunakan kendaraan umum. Biasanya kalau dengan Rani dia akan naik motor milik sahabatnya itu. Rani menawarkan agar Inayah menggunakan motornya, tapi dia belum berani untuk berkendara di jalanan ibu kota yang belum terlalu dikenalnya.
"Wa'alaikumsalam. Dimana Nay? Aku udah di kantor nih, dari Surabaya langsung ke sini karena Bu Silmi ada meeting sama klien."
"Aku di ruang istirahat, ini mau siap-siap salat."
"Ya udah kita ketemu di mushala ya, aku turun sekarang."
Panggilan telepon sudah berakhir, Inayah pun merogoh kunci loker miliknya untuk mengambil mukena. Dia sudah mulai menikmati pekerjaannya sekarang, hampir setiap malam juga dia berkomunikasi dengan Ulfah. Banyak hal yang sering Ulfah tanyakan padanya tentang tugas pembimbingan, dengan senang hati Inayah pun meladeni. Walau pun sudah tidak bekerja sebagai guru tapi dia tetap masih bisa mengamalkan ilmunya.
Bekerja sebagai petugas kebersihan tidak membuatnya merasa rendah, dia justru bersyukur dengan keadaannya saat ini, setidaknya masih bisa produktif di tempat baru. Kepergiannya ke Jakarta benar-benar memberinya ketenangan batin. Walau dalam hati kecilnya masih ada sesuatu yang terasa mengganjal.
Rayyan, ya, Inayah teringat pada muridnya itu. Murid yang cerdasnya luar biasa, Inayah berharap Rayyan tetap melanjutkan mengikuti olimpiade tingkat nasional. Dia sudah menitipkan pesan pada Ulfah dan Fikri agar bisa membantu Rayyan dalam mempersiapkan mental dan hatinya.
"Huft ...semoga kamu juara di tingkat nasional nanti, masa depan cerah sudah menantimu, Rayyan." gumam Inayah, usai melaksanakan kewajiban dzuhurnya.
Pekerjaan baru, hidup baru, Alhamdulillah, begitulah Inayah.
Sementara di Garut, Rayyan sudah siap untuk pergi ke Jakarta. Untuk pertama kalinya setelah hampir delapan bulan dia meninggalkan Jakarta, hari ini dia akan kembali menginjakkan kakinya di kota kelahirannya itu.
"Bismillah, Insya Allah kamu juara, Yan." Hendra menepuk bahu temannya yang tampak sedang melamun itu.
Sejak mengetahui jika Inayah resign dia kembali ke settingan awalnya, sama seperti saat di awal-awal dia bersekolah di sana. Bersikap dingin, wajah datar dan tidak pernah tersenyum.
"Heumm" respon Rayyan singkat, Hendra hanya geleng-geleng kepala melihat perubahan sikap teman barunya itu. Pasti karena kepergian Bu Inayah, pikir Hendra.
"Rayyan sudah siap, selamat berlomba ya Nak. Insya Allah di hari final nanti Bapak dan beberapa guru akan hadir." Bapak Kepala sekolah memberi semangat pada Rayyan, dia sangat bangga untuk pertama kalinya salah satu muridnya lolos menjadi peserta olimpiade tingkat nasional. Beberapa tahun belakangan kejuaraan yang mereka raih hanya sampai tingkat propinsi.
"Terima kasih Pak" jawab Rayyan sopan, dia sedikit menundukkan kepalanya saat akan memasuki mobil yang akan membawanya ke Jakarta. Sebelumnya dia sudah menyalami semua guru dan teman-teman yang turut melepas kepergiannya.
"Bu hari ini aku pergi, harusnya ibu yang menemani tapi takdir berkata lain. Ibu di Jakarta kan, semoga kita bisa bertemu kembali." batin Rayyan, seiring melajunya mobil dia menatap gerbang sekolah dengan bayangan Bu Inayah tengah melambaikan tangan padanya.
padahal aku pengen pas baca Inayah ketemu sama siapa ya thor...🤔🤔🤔🤔🤔 aku kok lupa🤦🏻♀️